21 ♤ Sebuah Prasyarat

249 89 74
                                    

【☆】★【☆】

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

【☆】★【☆】

"Dai, ada yang mau ketemu sama kamu."

Kalimat Marlina barusan, berhasil membuat alis Daisy saling bertaut. Pasalnya, nyaris tidak pernah ada yang datang ke panti untuk menemui dirinya, kecuali Zergan. Namun, cowok itu baru saja mengiriminya pesan bahwa hari ini, jadwal di kampusnya lumayan padat. Jadi, rasanya tidak mungkin bahwa orang yang dimaksud oleh Marlina adalah Zergan.

Daisy tidak mau terlalu banyak bertanya, ia memutuskan untuk langsung menemui daripada rasa penasaran terus memenuhi pikirannya, sementara Marlina berpamitan untuk membeli kebutuhan bagi anak-anak panti.

Daisy menghentikan laju pada kursi rodanya saat sudah sampai di teras panti. Kebetulan orang tersebut sempat menolak tawaran Marlina untuk menunggu di dalam. Jantung Daisy mendadak berdegup lebih kencang saat melihat orang itu adalah mama Zergan. Namun, ia berusaha untuk bersikap normal dan memberikan sapaan terbaiknya.

"Halo, Tante."

Isna menciptakan lengkungan di bibirnya, berbeda ketika saat pertama kali mereka bertemu. Meski berbagai macam pemikiran buruk memenuhi benaknya, ditambah jantung yang masih setia berpacu dengan cepat—Daisy tetap berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih nyaman, apalagi mereka hanya berdua. Itu artinya, Daisy harus bisa beradaptasi tanpa bantuan siapa pun.

"Ada apa, ya, Tante? Zergan yang ngasih tahu kalo saya tinggal di panti ini?"

"Enggak, dia gak tahu kalau hari ini saya datang. Saya nanya ke temen kosnya dan ngasih alamat ini. Jadi, kamu seorang anak yatim piatu yang numpang hidup selama belasan tahun di panti ini karena keterbatasan fisik?"

"Kamu kenal anak saya waktu dia menjalankan program kerja bersama anak BEM?"

"Zergan itu anak kesayangan saya. Kamu tahu, 'kan? Gak ada satu pun orang tua yang mau membiarkan anaknya salah langkah, tapi saya rasa dia udah benar-benar dibutakan sama yang namanya cinta. Jadi, maksud dari kedatangan saya ke sini, saya mau minta kamu menjauhi anak saya."

Isna mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru panti, terlihat beberapa anak yang sedang bermain di halaman, tetapi ada juga yang memilih bermain di dalam.

"Bangunan di panti ini terlihat udah lumayan tua, ya? Saya rasa perlu sedikit perbaikan dan kebutuhan anak panti juga pasti besar, 'kan? Saya bisa memberikan kamu banyak uang, buat merenovasi panti, buat memenuhi semua kebutuhan anak panti, atau mungkin buat kesenangan pribadi kamu sendiri, asalkan kamu mau menjauh dari anak saya. Kalau bisa, kamu juga gak tinggal di panti ini lagi, nanti biaya hidup kamu akan saya tanggung."

"Mohon maaf, Tante, saya gak bisa menjauhi Zergan cuma karena uang."

"Kenapa? Memangnya kamu gak butuh uang? Tawaran saya menarik, loh, kamu bisa mendadak kaya hanya karena menjauh dari anak saya."

"Uang memang segalanya buat semua orang, tapi gak semua hal bisa dibeli dengan uang, Tan. Sebelumnya saya mohon maaf karena saya sudah lancang mencintai anak Tante, padahal saya tahu kalau saya gak pantas buat dia, tapi saya gak mau bikin dia kecewa kalau sampai dia tahu, saya lebih memilih uang daripada dia."

Tulisan untuk ZerganWhere stories live. Discover now