15 ♤ Dunia Perkuliahan

285 108 113
                                    

【☆】★【☆】

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

【☆】★【☆】

"Sebelum pergantian kelas, kita nongkrong dulu di Aksata Coffe, dong. Kita udah jarang banget kumpul semenjak lo pindah kosan. Udah sibuk sama temen baru lo, ya?"

Suara itu berasal dari Aneska—teman pertamanya ketika masuk kuliah. Dulu mereka lumayan dekat, tetapi makin lama pertemanan itu terjalin, rasa tidak nyaman itu terkadang muncul begitu saja. Frea, Aneska, dan Ileana—ketiganya memang masih kerap kali terlihat bersama, tetapi tidak serutin dulu. Paling-paling hanya beberapa kali, ketika Frea merasa tidak enak untuk menolak ajakan mereka.

Frea juga nyaris tidak pernah berkeluh kesah atau menceritakan tentang apa pun yang ia alami, berbeda dengan ketika bersama Anya—Frea bahkan tidak malu untuk menangis di hadapannya. Mereka baik, sih, masih mau menerima kehadirannya meski ia jarang punya waktu untuk ikut kumpul. Namun, terkadang Frea tidak sengaja mendengar percakapan mereka ketika sedang membicarakannya.

Siklus pertemanan di dunia kuliah, memang cukup menakutkan. Kalau tidak pintar, ya, bisa-bisa dihempas, apalagi kalau bertemannya dengan anak ambis. Tidak punya keuangan yang mencukupi, juga kadang bisa membuat kita sedikit tersingkirkan. Tidak ada sistem ranking, bahkan semua mahasiswa bisa cumlaude, tapi, wah, sikap saling menjatuhkan itu pasti ada. Anak introver sekaligus pemalu? Bisa-bisa tidak ada yang mau menegur, apalagi mengajaknya bermain dan bergabung dengan sirkelnya.

Itu, sih, yang Frea rasakan. Entah bagaimana dengan pertemanan orang lain, sepertinya tetap terasa menyenangkan, tapi kalau Frea, sih, lebih suka pertemanan di masa sekolah.

"Fre! Malah bengong!" Ileana berhasil menyadarkan Frea dari lamunannya, kemudian gelengan pelan menjadi jawaban dari tawaran tadi. Bukan karena tidak ingin, tetapi Frea sudah memiliki jadwal untuk mewawancarai semua ketua BEM, mulai dari tingkat universitas sampai fakultas—mengenai birokrasi kampus dan tidak mungkin jika ia harus membatalkannya begitu saja. Untuk bisa membuat jadwal dengan ketua BEM saja, lumayan sulit.

"Lo kenapa, sih? Udah gak mau temenan sama kita lagi? Gara-gara asyik sama temen baru lo, si Anya itu, 'kan?"

"Bukan gitu, maaf banget kalo hari ini gue emang lagi gak bisa, gue mau nemuin Bang Riga dulu, udah bikin janji buat wawancara tentang birokrasi kampus."

"Terlepas dari itu, lo emang gak pernah punya waktu buat kita, Fre. Kecewa banget gue sama lo, kita kenal dari semester 1 dan dulu lo gak pernah gini. Lo juga sengaja gak mau banyak-banyak ngambil kelas yang sama kayak kita, 'kan?"

"Gue minta maaf banget, tapi gue gak ada maksud kayak gitu, serius."

Frea melirik ponsel di genggamannya. Setelah mendapat kabar bahwa Riga baru saja keluar dari kelas, Frea memilih untuk berpamitan dengan Aneska dan Ileana karena dalam aturannya, seorang narasumber tidak boleh dibuat menunggu oleh reporter.

"Lo ngerasa dia berubah gak, sih? Kita kayak dianggap orang asing." Aneska menatap kecewa ke arah Frea yang sudah berjalan cepat, meninggalkan mereka. Hal itu tentu saja dibalas anggukan oleh Ileana, Frea itu lumayan tertutup sehingga mereka tidak tahu alasan mengapa Frea memberi jarak.

Tulisan untuk ZerganWhere stories live. Discover now