#Tak akan mengerti jika tak merasakannya

345 18 1
                                    

Sorry typo



Happy reading...

Rintik hujan datang sejak beberapa saat lalu. Tidak terlalu lebat, akan tetapi mampu membuat tanah yang semula kering menjadi basah.

Sore ini, tampak gadis berambut panjang tengah asik menatap rintikan air dengan segelas coklat panas ditangannya. Ia berdiri diatas balkon kamarnya—mungkin sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji akan datang kerumahnya. Datar, ekpresi itulah yang tampak diwajahnya.

Gadis itu mulai meneguk kembali minumannya, merasakan sensasi rasa manis bercampur dengan panas dilidahnya.

Brum!

Zoran mengalihkan pandangnya saat suara motor terdengar memasuki halaman rumahnya. Dengan cepat-cepat ia bergegas turun dengan tatapan yang siap memarahi orang yang sedari tadi ia tunggu. Baru saja ia sampai diatas tangga, Seja dengan handuk yang terlilit dilehernya itu memanggil dirinya.

"Zo." Zoran mendongak ke atas. Ia mengendikan dagunya."Apaan? Gue mau nyamperin Oza sama Yota tuh, udah sampe. Pengen ditimpuk bantal tuh dua bocah. telat sampe setengah jam sendiri," balasnya berujar. Dan perlu diketahui, ditangannya kini yang semula menggenggam secangkir coklat panas sudah beralih bantal yang ia bawa dari kamar atasnya.

Seja menatap horor gadis itu. "Gak jelas banget lo, ah. Makanya jangan terlalu mengharapkan sesuatu yang gak pasti. Lo tau kan, gimana drama manusia yang janjian jam berapa datengnya jam berapa?" jelas gadis itu  mengoceh. Zoran memutar bola matanya malas.

"Iyain, deh. Lo tadi mau apa panggil gue?" tanya Zoran pada Seja.

"Zo, kok kran kamar mandi gue gak nyala, ya? Ratu mermet ini kan pengen mendinginkan ekor duyungnya," ujar Seja dramatis, membuat Zoran bergedek geli.

"Mana gue tau. Tanya aja yang punya rumah."

"Yang punya rumah kan lo, koran sindo!"

"Dih, Wiliam aja bilang gue numpang. Sejak kapan nih rumah jadi milik gue?"

"Sabar ya, Zo. Nanti juga ni rumah jadi punya lo. Maybe hihi." Seja terkikik dengan ucapannya. Zoran menghela napasnya jengah. "Dahlah, sana mandi dikamar mandi gue! Orang mau ngomelin bocah telat juga!"

Zoran kembali melanjutkan kegiatannya menuruni tangga. Setelah sampai dipintu utama, ia pun langsung membuka pintu yanh terkunci itu dengan tergesa-gesa.

"Woylah, lo berdua minimal mikir! Gue udah nunggu dari ta—"

Zoran terdiam, saat hendak melepar bantal ditangannya. Alih-alih dua gadis remaja yang ia tunggu sedari tadi—tepat dihadapannya kini justru seorang laki-laki yang menatapnya dingin. Beberapa saat berlalu, Zoran memilih untuk memutar balikkan tubuhnya berniat mengunci kembali pintu rumahnya. Namun, sebelum ia melaksanakan aksinya, Laki-laki itu justru menahan tangannya terlebih dahulu.

"Jauhin tangan lo, brengsek!" sentak Zoran menepis lengan kekar itu. "Mau apa lo dateng ke sini, hah?! Pencemaran mata banget tau gak, lo?!"  sambungnya berujar.

Leo hanya diam tak membalas. Lalu mengulurkan tangannya memberikan sebuah bingkisan. Zoran enggan menerimanya. Ia hanya menatap Leo dengan tatapan dingin.

"Dari Bunda. Buat lo sama Om Wiliam," ucap Leo dengan suara seraknya. Zoran berpikir sejenak, lalu menerimanya. Dia yakin, jika Seja tau dirinya menolak pemberian orang, pasti gadis itu akan semalaman mengocehinya.

"Thanks. Udah sana lo pergi! Rumah Tuan Wiliam gak menerima sampah kayak lo." Gadis itu mendorong paksa Leo untuk pergi dari rumahnya. Alih-alih menurut, laki laki itu justru enggan untuk pergi karna tujuan utamanya dirinya datang yaitu ingin berbicara dengan Zoran terlebih dulu.

𝐙𝐎𝐑𝐀𝐍 [END]Where stories live. Discover now