12. BAGAI GURU DAN SEORANG MURID
Pagi hari Suna sudah mengganti pakaiannya setelah sebelumnya membersihkan diri. Dia mengenakan pakaian yang baru dia beli kemarin dengan koin hasil menjual pakaian Kerajaan—Nya. Hanya mengenakan baju desa sederhana berlengan panjang yang di padukan dengan celana longgar senada dan sepatu yang seperti kain yang hanya di lilit oleh tali.
Suna berjalan keluar dari dalam rumah Kitashin. Sensasi pagi hari dari dalam hutan lebih terasa sejuk daripada di Istana tempatnya tinggal dulu. Dia benar-benar tidak menyangka jika desa kecil ini bahkan mempunyai pemandangan yang seindah itu.
Suna menghela nafas. Kini matanya beralih menangkap sesosok pemuda yang berdiri tak jauh dari depannya. Pemuda itu terlihat seperti sedang mengerjakan sesuatu dengan posisi berdiri memunggunginya. Suna lalu mengerutkan kening dan merasa tertarik untuk memperhatikan pemuda itu lebih lama.
Kedua mata Suna masih menatap lurus kearah punggung pemuda berambut putih dengan gradasi hitam di setiap ujung rambutnya. Rambut Kitashin memang sangat indah. Senada dengan 9 ekor rubah miliknya yang berwarna putih, seputih salju.
Suna mendapati dirinya bergumam. Kitashin pasti sedang membuat sarapan untuk dua anak rubah kembar yang masih ribut di belakang karena rebutan kamar mandi bersama Sakusa. Untuk beberapa saat setelahnya. Suna masih memperhatikan sosok pemuda manis itu sedang memasak sambil tersenyum.
Sampai mendadak hatinya merasa terpanggil untuk menghampiri Kitashin. Sekedar menyapa dan entah bagaimana caranya. Sekarang Suna mendapati dirinya sudah berdiri tepat di samping Kitashin. "Sedang membuat sarapan? Apa ada yang bisa ku bantu sedikit? "
Perlahan Kitashin memutar kepalanya kearah samping. Dia bisa melihat sosok tinggi dengan kulit berwarna kuning langsat, bermata sipit dan rambut belah tengah. Lelaki itu berdiri di sampingnya. Dari sekali pandang pun Kitashin sudah tau jika ia adalah Suna.
"Kau bisa memasak? " Tanya Kitashin lembut dengan senyuman.
Entah karena Kitashin yang terlalu pendek atau Suna yang terlalu tinggi. Tetapi telaki itu tampak menundukkan kepalanya untuk memandang Kitashin. Suna berkata. "Bisa, jika kau mengajariku dengan baik. "
"Kalau begitu kau bisa mencuci beras itu sampai bersih. Lalu memasaknya dengan di beri sedikit air di dalam kendi tanah liat sampai matang. " Kitashin langsung memberi perintahnya tanpa basa-basi dengan senyum yang sedikitpun tidak hilang atau berkurang dari wajahnya.
"Bagaimana aku bisa tau jika berasnya sudah bersih? " Tanya Suna.
"Sampai air susunya sudah tidak ada. " Jawab Kitashin lembut.
Segera Suna mengerjakan apa yang Kitashin perintahkan. Dia pergi ke sungai terdekat di antar oleh Akagi sesuai dengan yang di arahkan oleh Kitashin. Suna membersihkan beras itu sampai air susunya tidak ada. Lalu dia kembali ke halaman rumahnya Kitashin yang tidak terlalu jauh dan memasak beras yang sebentar lagi akan menjadi nasi itu.
Dirasa nasinya sudah matang Suna segera memanggil Kitashin untuk melihat apakah nasi itu matang dengan sempurna atau tidak. Tapi ternyata realita tidak seindah ekspektasi. Padahal Suna sudah melakukannya dengan baik, tapi kenapa hasilnya sungguh sangat berbeda.
"Astaga. Kenapa nasinya gosong? " Tanya Kitashin terkejut. Dia tidak marah, tapi wajahnya memang terlihat sedikit mencekam akibat terkejut.
Suna ragu untuk menjawab. "Aku baru pertama kali membuat nasi. Jadi aku belum terbiasa melakukannya. "
Kitashin hanya menghela nafas sembari tersenyum tipis. "Tidak apa. Tidak masalah. Ini masih bisa di makan, hanya gosong sedikit di pinggirnya saja. "
"Maafkan aku. Apa ada hal lain yang bisa aku bantu selain memasak? " Suna linglung sembari merasa canggung tidak nyaman.
YOU ARE READING
UNIVERSE【 HAIKYUU】
Random"𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘣𝘢𝘸𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶. 𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘱𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘴𝘪𝘧𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘮𝘢𝘩𝘭𝘶𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢...