5. Ambivalen

216 98 481
                                    

Dua bayangan laki-laki dan perempuan tampak berjalan beriringan di bawah lentera gang sempit yang remang-remang dan kawanan laron berterbangan di sekitar.

Hanny menggosok kedua lengan karena dinginnya angin malam, melirik Tristan, berharap laki-laki itu peka dan menyelimutkan jaket ke pundaknya.

Sepertinya telepati Hanny tersampaikan. Laki-laki dengan tubuh tegap itu membuka jaket. Hanny merapatkan bibir dan memalingkan wajah, menyembunyikan senyum, mencicit pelan. "Kamu nggak perlu repot-repot, Tristan," ucapnya sambil tersipu.

Meong.

Salah sangka. Tristan melepas jaket bukan untuk diberikan pada Hanny, melainkan untuk menyelimuti seekor kucing berwarna abu-abu yang tampak lusuh dan terluka, diambil dari pinggir jalan.

"Bajingan mana yang nabrak kamu, Ken." Begitulah Tristan menamai kucing dengan pergelangan kaki terluka yang baru ditemuinya tersebut.

Hanny meniup poni, hidungnya mengembang, laki-laki tidak peka itu melenggang begitu saja di depannya.

Langkah Tristan terhenti. Ia berbalik, mendekat pada gadis yang masih bergeming di belakang. "Hampir lupa," ucapnya lalu menunjuk tepat di wajah Hanny. "Jangan sampai kamu kasih tau bunda tentang pekerjaanku!"

"Bunda nggak tau kalau kamu pembunuh?"

Tristan menyipitkan mata dan membekap mulut kecil Hanny. Gadis itu terdiam dan mengangguk paham.

Tak berselang lama melewati perjalanan yang didominasi keheningan antar keduanya, mereka pun sampai di pekarangan rumah sederhana dengan tanaman berbagai macam bunga menghiasi halaman.

Rumah tampak sepi, berarti Ibunda Tristan sudah tidur. Melegakan, sebab dengan begini tak perlu ada kebohongan untuk mendapatkan izin agar Hanny dapat menginap.

"Aku mau siapkan tempat tidurmu, sana mandi duluan," suruh Tristan sambil melemparkan handuk dan mendarat sempurna menutupi seluruh kepala Hanny.

"Ish!" Gadis duyung itu berdesis, menarik handuk di kepalanya dengan kasar. Ia segera menuju kamar mandi. Melihat isi dalamnya membuat Hanny menutup pintu dan kembali menghampiri Tristan.

Tanpa mengetuk, Hanny langsung membuka pintu kamar. "Gimana caranya--"

Kelopak mata Hanny terbuka lebar, tubuh atletis Tristan membuatnya berdiri di ambang pintu tak bergeming ketika melihat laki-laki itu hanya bertelanjang dada.

Tristan mengambil kaos bergambar one piece dari lemari lalu menoleh. "Apa?"

Hanny tersadar dan memalingkan wajah. "A-anu, k-kamu tau, kan, kalau kakiku basah nanti berubah jadi ekor dan aku harus mandi dengan posisi duduk. Tapi tanganku jadi nggak sampai untuk ambil air di bak--"

Nafas Hanny tertahan, tatapannya makin melebar, laki-laki yang sempat membuatnya terpana itu berdiri sangat dekat di depannya. Ia menelan saliva dan mengerjap kala berhadapan dengan otot rectus obdominis di perut Tristan.

"P-pakai bajumu!" cicit Hanny terpejam. Didorongnya dada bidang tanpa sehelai kain yang menutupi itu dengan telunjuknya.

Salah satu sudut bibir Tristan terangkat lalu mengenakan baju yang sudah diambilnya. "Trus apa? Mau kumandikan?"

"B-bukan begitu!" sanggah Hanny lalu membalikkan badan, membelakangi Tristan. "Apa aku boleh langsung berendam di dalam bak mandimu itu?" ucapnya pelan sambil memainkan kedua jari telunjuk.

"Boros air, bodoh. Perkara mandi aja ribet banget." Tristan menggenggam pergelangan tangan Hanny, membawanya ke kamar mandi lalu mengunci pintu.

"Tristan! Tristan!" Hanny menahan langkah tapi tarikan laki-laki itu lebih kuat hingga membuatnya berjalan terseret-seret.

Love Between Mermaid and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang