G.S.K [Part 23]

4 3 0
                                    

Christine tertawa pelan,"Masih perlu dijawab? Kamu sudah tahu jawabannya."

"Oke. Oh iya, kita harusnya ke kantor buat cek data bukti dari kasus sebelumnya," sahut Aleksander lagi. Mereka sudah tidak perlu membahas lebih lanjut terkait hubungan Zoey dan Christine, semua sudah jelas.

"Iya, mau gimana lagi? Kita nggak bisa menunda panggilan dari bos besar. Cuman, ini unik, sih."

"Kenapa?" tanya Aleksander sambil menggosok hidungnya. Terlihat memerah di ujung, pria itu sudah bersin- bersin sedari tadi.

Christine melirik sekilas lalu kembali fokus pada jalan raya. "Kamu sakit. Sudah dari kapan?"

"Hmm? Dari semalam, dingin banget. Mungkin alergiku kambuh juga," jawabnya sambil mengambil vicks inhaler. Salah satu penolong untuk menyelamatkan pernafasannya.

"Kamu bawa makanan, kan?" tanya Christine sambil melirik dari kaca tengah, melihat dua bungkus makanan di kantong plastik.

Aleksander mengurut keningnya, rasa pusing kembali menyerangnya. "Aku biasanya minum Noza, tapi pas kosong di kotak obatku. Kamu ada obat flu, nggak?"

"Flu dan pilek itu beda, loh. Aku ada obat pilek, ambil aja Demacolin tablet. Makan dulu, jangan sampai perutmu jadi nggak enak karena minum obat sebelum makan."

Manik mata Aleksander membola, dia jarang melihat sisi perhatian Christine. Dia cenderung cuek dan tegas saat bersama-sama, baik dalam pekerjaan maupun saat berbincang santai.

"Minum berapa kali, nih?" tanya Aleksander sambil mengambil kotak obat di dashboard Christine.

"Bisa untuk demam, pilek. Minum tiga kali sehari, tiap delapan jam. Kalau masih ada keluhan aja baru minum, kalau udah nggak ada keluhan nggak usah diminum."

Aleksander baru selesai berdoa makan, lalu segera menyantap makanan yang dipangkunya. Dibawakan nasi campur dengan empal, makanan kesukaannya.

"Dia perhatian, ya. Ngasih makanan favoritmu," ujar Christine sambil tersenyum.

"Tentu saja. Dia tahu aku kecapean dan butuh moodbooster. Tenang, dia beli dua, kok. Ada bagianmu juga. Ambillah waktu buat makan, jangan sampai kamu ikutan sakit. Bisa nambah pusing."

"Iya, tenang. Kamu udah selidiki rumah yang dimaksud Zoey? Ada info apa?" tanya Christine penasaran.

"Rumah itu sudah lama ditinggali seorang nenek tua, namanya Rozé. Dari pengamatan warga, dia sering dikunjungi seorang wanita dan anak kecil. Tapi, mereka tidak tahu mereka siapa. Kamu tahu? Ternyata Rozé tidak punya anak ataupun sanak saudara, mereka semua sudah lama tiada. You know what i mean?"

"No. Tell me."

"Kasus yang kamu dan Zoey hadapi, penculikan dan kebakaran rumah. Tidak ada yang selamat, malah kamu ikut terluka karena dijadikan sandera."

Degup jantungnya semakin kencang, mengingat kejadian itu membangkitkan memori lama yang ingin dia lupakan.

Suara teriakan warga, suara minta tolong yang perlahan meredup berganti dengan tangisan dan ratapan.

Christine mengeratkan genggamannya pada stir mobil. "Kenapa?" tanya Aleksander, dia merasa ada yang berbeda dari rekan kerjanya.

"Kalau bisa aku tidak mau menghadapi kasus itu. Seharusnya aku tidak keras kepala dan mengikuti saran Zoey. Pada akhirnya dia yang menanggung semua, pergi meninggalkanku. Sialan," desisnya dengan suara bergetar.

"You know, he never mad at you. Not even once. He always cheris you. Don't be sad. Both of you have though mind, he will be okay. If the past did not happen, you will not be this strong, right?"

"How did you know he did not mad at me?"

"The easiest thing is ask him by yourself."

"Hmm. Iya, nanti. Terus, hubungannya sama kasus itu apa?"

"Ingat nona muda yang menangis dan pergi ke dalam, dia awalnya jadi sandera dan diculik, kan? Dalam kondisi terluka dan setengah sadar, lalu kamu yang menggantikannya menjadi sandera. Kita bawa dia ke rumah sakit, cuman dia tidak pernah ditemukan lagi keesokan harinya. Menghilang tanpa jejak, dia menghindari CCTV. Anak semuda itu, luar biasa memang."

"Hubungannya nona dan nenek apa?"

"Orang yang dia cari itu nenek Rozé. Nona itu tidak tahu orang tuanya sudah menitipkannya ke tempat penitipan orang tua. Dia selamat karena itu, lalu pindah ke rumah kosong karena tidak ada supply dana lagi. Itu rumah lama orang tua nona, sebelum mereka pindah."

Wajah Christine memucat, tidak menyangka kasus ini berhubungan. Matanya membola, dia mengingat sesuatu.

"Oh iya, kamu sudah mencari Nayla? Bukankah dia dirawat di rumah sakit tempat Zoey dirawat?" ujar Christine penasaran. Tanpa sepengetahuan Zoey, Christine sudah menyelidiki kasus yang dikerjakan Zoey. Dengan bantuan Nuki, mudah baginya untuk masuk ke kantor tempat Zoey bekerja.

Ada hal-hal yang dibahas bersama Nuki saat mereka bertemu lagi di kafe, tentang Zoey dan masalah yang dia hadapi. Sayang, Nuki tidak lagi bisa menjadi sumber informasinya karena dia masih terbaring di rumah sakit.

"Ah, Nayla. Dia sudah lama pergi dari sana. Dia menandatangani surat pulang paksa. Entah kenapa dia terburu-buru, padahal dia baru sadar semalam sebelumnya, saat ada visite dari dokter, dia segera meminta untuk pulang karena alasan mendesak. Di meja kerja Zoey juga ada surat pengajuan cuti," jelas Aleksander lalu membungkus wadah makanannya, membuka botol minum dan meneguk air putih hingga tinggal setengah botol.

"Nomor teleponnya aktif?"

"Nope. Dia mungkin ganti nomor. Tidak ada jejak, sosial medianya dinonaktifkan. Rumahnya kosong. Aneh, sih."

"Hmm. Ini terlalu unik untuk disebut kebetulan. Feelingku ada benang merah untuk setiap kejadian."

Aleksander mengangguk sembari membuka bungkus obat dan meminumnya. "Tentu saja. Lalu, kasus ini juga unik. Tempatnya adalah kali di mulyosari, tempat ditemukan korban dekat dengan rumah yang dilaporkan oleh pelapor pada kasus yang ditangani Zoey. Kurasa kali ini pun ada hubungannya dengan kasus yang lain."

"Iya, dari tim penyelidik juga menemukan bulu emas di saku celana korban, Nadine. Ada juga bulu emas di korban pada kasus kita sebelumnya. Pelaku yang masuk ke rumah Nuki, apakah mereka sudah diperiksa?" tanya Aleksander penasaran.

Christine teridam, dia merasa ada sesuatu yang janggal di sini. Ada hal yang tidak seharusnya mereka bahas, tapi malah terbahas. Namun, Christine tidak tahu apa itu dan kenapa tidak seharusnya mereka bahas?

Wanita ini memelankan laju mobil, mereka ada di lampu merah. Dengan cekatan Christine mengambil sisir di laci mobilnya dan melirik ke arah kaca yang ada di tengah mobil. Rambutnya berantakan, wajahnya benar-benar kusut meskipun dia sudah mandi. Sepertinya memang mereka butuh tidur. Daya fokusnya sudah menurun perlahan-lahan.

"Hmm. Kita ke sana aja dulu," ujarnya lagi. Tidak berselang lama lampu merah pun berganti dengan lampu hijau. Christine melajukan mobilnya tanpa mengajak Aleksander berbicara. Perasaannya mengatakan ada hal yang tidak beres di sini.

Golden Silent Killer (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang