G.S.K [Part 17]

10 7 0
                                    

Christine dan Aleksander sudah berada di dalam mobil bersama dengan Nuki. Sementara Zoey mengunci rumah dan memastikan sumber listrik sudah padam. Dia tidak ingin menambah pekerjaan dengan kebakaran atau korslet listrik.

Zoey menatap ke rumahnya lalu menghela napas panjang. "Hari yang melelahkan," gumamnya lalu berlari kecil ke dalam mobil.

Zoey berhenti dan  mengeluarkan plastik klip tadi, dia menunjukkan kepada Christine. "Hmm, mungkin nanti."

Begitu sampai di dalam mobil, Zoey segera menarik tali keledar, dia tetap harus mematuhi peraturan demi menjaga keselamatannya juga.

"Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Christine, dia sudah bersiap menjalankan mobilnya.

Zoey tersenyum tipis,"Sudah. Ayo kita jalan."

Perjalanan kali ini ditemani lantunan lagu berjudul Untukmu Aku Akan Bertahan yang dibawakan penyanyi Afgan Syahreza.

Lagu sendu ditemani rintik hujan, menambah kesedihan di hati Zoey. Kepalanya masih terasa nyeri, matanya pun terasa berat. Laju nafasnya lebih cepat dari biasanya, mungkin karena pengaruh emosi yang dirasakannya.

Christine meliriknya, pria itu tidak lepas dari perhatiannya. Dari dulu hingga sekarang, tetap sama. Sejauh apapun keadaan memisahkan, pada akhirnya dia akan kembali ke rumahnya, tempatnya berpulang dan berteduh.

Perlahan, tangannya terulur memegang dahi Zoey. Wajah mereka berdua memerah, pandangan Christine masih tetap tertuju pada jalan raya meskipun tangannya masih menempel dengan dahi Zoey. Sementara Zoey terkejut merasakan ada sentuhan dingin di dahinya, "Christine?" gumamnya pelan.

"Kamu demam. Istirahatlah sebentar," balasnya sambil menarik kembali tangannya dari dahi Zoey.

Zoey terdiam, dia tidak tahu harus merespon apa. Sebagian dari dirinya ingin segera memejamkan mata dan tertidur. Namun, sebagian lagi tidak rela meninggalkan Christine mengemudi sendirian. Di belakang Aleksander terlihat tidur dengan Nuki dipangkuannya.

"Nggak usah dipikirin terlalu dalam. Ini bukan perjalanan jauh, tapi ada baiknya kamu tidur sebentar. Jangan keras kepala, Zoey. Kamu bisa tumbang sewaktu-waktu," tegas Christine. Dia tahu apa yang ada dipikiran Zoey. Pengalaman di masa lalu membuatnya paham seperti apa Zoey, diluar dia terlihat menyebalkan dan penuh keisengan. Namun, dia tidak setangguh itu.

Senyumannya terukir di wajah ovalnya,"Oke. Paham. Maaf, Christine," ucapnya sebelum akhirnya tertidur.

Christine masih mengecek keadaanya sesekali, terutama saat mobil berhenti karena macet atau lampu merah.

"Kamu kecapean. Apa yang kamu kejar? Masih gila kerja rupanya, ya? Dasar ceroboh," umpatnya kesal.

"Dia orang yang kamu maksud, kan?" tanya Aleksander dari kursi belakang.

"Hah? Kamu masih bangun. Kukira udah tidur," sindirnya.

"Halah. Dia aja kamu suruh tidur. Giliran aku malah disindir kalau tidur," protesnya lagi.

"Ya, beda. Jangan bandingkan dua orang yang berbeda ya,"jawabnya sambil tersenyum simpul.

"Berbeda posisi di hati, sih, ya? Apa daya aku nggak ada artinya buat nona," godanya. Dari kaca di tengah, Aleksander bisa melihat wajah merah Christine. Menggodanya adalah kegiatan yang menyenangkan.

"Berhenti membual. Berisik kamu," omelnya sambil mengerucutkan bibir.

"Kalau memang dia orangnya, kejar Christine. Tetap berada di sisinya. Aku sudah kehabisan ide membuatmu tersenyum lagi. Baru tadi aku lihat perbedaan sikapmu, seperti waktu itu saat kalian masih bersama,"lanjutnya lagi.

"Hah? Kok kamu tahu? Bukannya kamu baru masuk ke tim dua tahun lalu?"

Aleksander mengulum senyum,"Kamu yang tidak sadar. Aku ada di sana, di tim yang berbeda. Aku sudah lama tahu tentang kalian."

Christine mengangguk paham, hujan mulai mereda begitu mereka masuk ke dalam halaman rumah sakit.

"Ya sudah kalau sudah tahu," jawabnya santai.

"Kamu sudah baca pesan dari mas Zhan dan nona Jian?"

Christine melirik ke tempat parkir yang kosong dan memundurkan mobilnya. "Sudah, ternyata ada hubungannya dengan kasus yang kita hadapi. Kasus Nuki,  kasus di kafe, dan beberapa kasus yang kita hadapi. Semua berhubungan—"

"—hmm, Christine? Kita udah sampai?" tanya Zoey sambil mengucek matanya.

Christine tidak melanjutkan percakapannya dengan Aleksander. Senyumnya mengembang, wajah bangun tidur Zoey terlihat menggemaskan. Kalau tidak ingat kondisi dan situasi, mungkin dia sudah mencubit pipi Zoey karena gemas.

"Sudah. Gimana keadaanmu?"

Zoey menegakkan sandarannya, lalu menatap ke belakang ke arah Nuki dengan cemas. "Bukan aku yang harus dikhawatirkan, tapi Nuki," jawab Zoey pelan.

"Terus aja kayak gitu. Nggak usah perduliin diri sendiri. Dari jaman batu sampai teknologi udah canggih, masih aja pikiranmu kayak gitu," omel Christine malas.

Zoey menghela napas panjang,"Aku baik-baik saja. Sudah mendingan," jawabnya sambil tertawa pelan. Zoey tidak mengira Christine akan semarah itu mendengar ucapannya.

Tidak pernah ada teman yang semarah itu setiap kali dia mengucapkan hal yang sama. Hanya Christine, dari dulu dia selalu marah jika Zoey menyepelekan kesehatannya.

"Kamu belum minum obat,kan? Makanan yang dibeli Aleksander belum dimakan, nanti makan dulu baru minum obat," jelas Christine sambil mematikan mesin mobil.

"Tapi, aku tidak bawa kotak obat, Christine."

Christine menatap Zoey dalam-dalam,"Aku sudah tahu. Ini ada obat di dalam tas. Kita turun sekarang, Nuki butuh di cek lebih lanjut," tukasnya menyudahi percakapan mereka untuk sementara.

Zoey dibuat kagum oleh tindakan dan perhatian yang Christine lakukan. Sikap baiknya kerap kali membuatnya merasa hubungan mereka lebih dari teman, tapi dia ragu. Tidak ada yang bisa menjamin hal itu. Dia juga tidak punya keberanian untuk menanyakan perihal perasaan.

Nuki ditangani dengan cepat di Instalasi Gawat Darurat. Dia memang sudah diberikan pertolongan pertama oleh Aleksander, tapi Zoey tidak bisa tenang. Apalagi dia tidak tahu kondisi kesehatan terbaru Nuki.

Selagi Nuki diberikan tindakan perawatan oleh tenaga kesehatan yang bertugas, Zoey dan Christine berdiri di tempat yang jauh.

Matanya menerawang jauh, matanya masih memancarkan kesedihan. "Zoey," panggil Christine sambil menyodorkan semangkuk pop mi kuah.

Dia tertegun menatap Christine lalu tertawa,"Kamu kayak punya kantong doraemon. Apa aja bisa kamu sediakan. Multitasking, multitalent. Cerdas dan perhatian. Aku beruntung punya kamu di sisiku," ujarnya dengan tulus.

Debaran dada Christine semakin kencang, wajahnya memerah. "Jangan sia-siakan usahaku. Jaga kesehatanmu. Makan ini biar perutmu hangat. Habis itu minum obat demam. Kamu butuh banyak istirahat."

"Christine, aku tidak punya banyak waktu untuk istirahat. Kita sama-sama kurang tidur. Jangan hanya aku yang diperhatikan, tapi kamu juga. Jangan jatuh sakit. Banyak orang yang membutuhkanmu,"ujarnya pelan.

Dia mendengkus kesal,"Aku bisa jaga diriku sendiri. Tapi, terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Ada kamar untuk penunggu. Kamu bisa istirahat di sana. Akan ada petugas yang berjaga di sini."

"Hah? Buat apa?"

"Buat keselamatanmu dan Nuki. Kamu pasti butuh keluar untuk mengerjakan kasus dan kamu harus tetap fokus dan tenang, karena itu kamu perlu Nuki tetap aman."

Dua orang pria berotot itu datang ke arah mereka. Zoey tidak asing dengan mereka. Mereka terlihat seperti pengawal Christine sejak ia kecil.

Golden Silent Killer (TERBIT)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu