G.S.K [Part 20]

7 4 0
                                    

Berada di keadaan yang serupa namun berbeda membuatnya paham semengerikan apa perasaan yang dirasakan Zoey saat itu. Tangisannya semakin kencang, dia seakan lupa dengan apa yang harus dia lakukan. Aleksander segera memanggil tenaga kesehatan untuk menolong Zoey, sementara Christine masih terpaku dan menangis.

Wajahnya semakin memucat, tidak ada lagi rona merah di pipinya, tidak pula hadir binar di manik matanya. Napasnya semakin pelan, Zoey bernapas satu-satu. Semakin lama semakin berat untuk menarik napas.

Melihat mirisnya keadaan Zoey membuatnya terisak semakin kencang. Christine dilanda ketakutan, dia takut kehilangan Zoey untuk kedua kalinya.

"Zoey bangun, kumohon," pinta Christine. Dia meratapi nasibnya, menyesalkan kenapa harus berujung ke situasi seperti ini. Kenapa Zoey harus terluka?

"Zoey, please. Buka matamu, aku di sini. Aku di sini,"bisiknya lagi.

Zoey masih tidak bergeming, Christine melihat ke arah pintu dan memekik keras. "Mana dokternya? Mana perawatnya? Zoey sekarat! Tolong dia! Cepat!" pekiknya sambil menangis. Tangisan yang menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Aleksander sudah pergi dari tadi mencari pertolongan, sementara pak Adi dan pak Guo tetap di sini berjaga-jaga. Mereka menatap miris ke arah Christine, tidak pernah mereka melihatnya semiris ini, begitu menyesakkan dada. Pak Adi tersentak begitu melihat air mata yang mengalir di pipi Nuki. Seakan-akan tahu kakaknya sedang berjuang hidup dan mati.

Dia menangis tersedu-sedu, mengusap pipi Zoey. Air matanya jatuh ke wajah pria itu. Membuatnya mengerjapkan mata dan tersenyum lemah.

"Christine, ja-jangan nangis," ucapnya pelan. Zoey membuka matanya dan tersenyum kaku.

Christine tersentak, matanya berbinar begitu mendengar suara Zoey. Namun, tangisnya kembali pecah.

Pria itu tidak pernah terlihat selemah ini, dia tidak pernah terlihat seperti bisa menghembuskan napas terakhir kapan saja. Christine mengepalkan tangan, berdoa dalam hati meminta Zoey diberi kesempatan untuk hidup lebih lama lagi.

"Zoey! Bodoh! Kenapa nekat kayak tadi, sih?" Suara Christine menyesakkan dada Zoey. Dia terkekeh pelan,"Aku tidak apa-apa, Christine," ujarnya sambil menarik napas panjang. Menarik napas menjadi pekerjaan sulit, Zoey seperti kehabisan napas.

Jemarinya menarik ujung baju Christine dan menunjuk ke arah saku celananya dan tersenyum. Air matanya mengalir bersamaan dengan matanya terpejam.

Christine melirik ke arah saku celananya, degup jantungnya semakin kencang. Tangannya terulur ke sana, seakan hendak menaruh telapak tangan di sana, tetapi dia sebenarnya ingin merasakan apa ada benda yang ingin Zoey kasih kepadanya.

Namun, begitu Christine melirik kembali ke Zoey membuat napasnya tercekat. Dia seperti kehabisan oksigen, cahayanya redup. Matanya tidak lagi melihatnya, matanya terpejam sempurna.

"Zoey!" pekik Christine histeris. Bersamaan dengan itu, petugas kesehatan datang dan mulai menangani Zoey. Baju Christine terdapat bercak merah, noda darah karena memangku Zoey.

Aleksander menghela napas panjang, dia kembali melihat Christine yang terpuruk. Ekspresinya mirip saat dia terbangun dulu dari komanya dan menyadari Zoey tidak lagi berada di sisinya.

Sayangnya, ini jauh lebih miris dari dulu. Wanita itu membuatnya menyesali kebodohannya, membiarkan kelelahan menguasainya dan tidak menyadari ada jebakan yang mengintai mereka.

Aleksander segera merengkuh Christine. Menopangnya untuk berdiri dan keluar dari ruangan, membiarkan petugas kesehatan menolong Zoey.

Christine terus terisak, dia tidak bisa menghentikan tangisannya. Dadanya begitu sesak, Zoey yang terbaring di sana membuatnya ikut melemah.

Dari balik pintu kaca, Christine mengusap kaca dengan tatapan sendu. "Zoey, kumohon. Tolong jangan pergi, tolong tetaplah hidup," bisiknya pelan.

"Christine, duduklah. Sudah berapa lama kita berdiri di sini," ujar Aleksander lagi.

Dia tidak bergeming, membiarkan Aleksander berbicara sendiri. Jantungnya masih berdetak, tapi dia kehilangan semangatnya.

Christine terus menatap ruangan Nuki. Zoey sudah tidak ada di sana, dia dipindahkan ke ruang intensif. Kondisinya memburuk, pukulan yang keras membuatnya kehilangan banyak darah, belum lagi mereka berencana melakukan CT-scan untuk melihat apakah ada kerusakan di otaknya.

Beruntung masih ada stok darah untuk golongan darah milik Zoey. Golongan darah Zoey dan Christine sama, yaitu golongan darah B. Christine sudah mengajukan diri untuk mendonorkan darah, tapi dokter menjawab dengan tenang kalau hal itu belum perlu dilakukan sebab masih ada stok darah untuk Zoey, lagipula Christine tidak terlihat sedang sehat.

Christine termenung, sebelum Zoey ditolong oleh mereka, Christine sempat mengambil barang dari saku celana Zoey dan menyimpan di saku celananya.

Tangannya terulur ke saku celana, merogoh benda itu dan menghela napas panjang.

"Aleksander," panggilnya pelan. Dia masih tidak bersemangat.

"Apa?" Setelah bersikap seperti mayat hidup sedari tadi, baru ini Christine mengajaknya berbicara.

"Kita pergi sekarang. Pake mobilku."

Setelah itu Christine pergi ke tempat parkir. Sebelum itu, dia pergi mendekati pak Adi dan pak Guo.

"Nona, ada yang bisa kami bantu?" tanya mereka bersamaan. Binar mata mereka menunjukkan rasa menyesal yang teramat dalam. Kelalaian yang mendukakan hati Christine.

Christine tersenyum tipis,"Tolong jaga Nuki dan Zoey. Saya ada urusan di luar. Apapun yang terjadi, tetaplah bersama mereka, tetaplah berada di dekat mereka. Pastikan mereka ada dalam pantauan kalian. Bisa ya?"

"Bisa, nona."

"Kalau ada sesuatu, segera lapor ke saya. As soon as possible, okay? Am i clear?"

"Yes, these subordinates understand very well."

"Good then. See you again."

Selepas itu Christine menengok sebentar ke arah Nuki dan bergumam pelan. "Nuki, kakak pergi sebentar. Lekaslah sadar, kakakmu butuh kamu."

Christine mendengkus kesal, dia hanya bisa melihat dari balik kaca, Zoey berada di dalam. Matanya masih terpejam, kepalanya diperban membuatnya ingin menangis lagi.

"Zoey, aku pergi sebentar. Bangun Zoey, kumohon tetaplah hidup. Tetaplah bernafas," bisiknya dengan suara bergetar.

"Christine? Mau kemana, sih?" tanya Aleksander heran.

Christine menoleh dan meliriknya sebentar,"Ikut aku."

Tidak banyak pembicaraan yang dilakukan, mereka berjalan dalam diam menuju ke tempat parkir.

Mereka sudah masuk ke dalam mobil milik Christine. Sebelum masuk, Christine melalukan pemeriksaan untuk memastikan mereka tidak sedang disadap atau diikuti.

Setelah memastikan semua aman, Christine menyalakan mobil dan mengendarainya keluar dari pekarangan rumah sakit.

Aleksander melirik Christine dan jalan di depan secara bergantian, menunggu Christine memulai pembicaraan.

Christine menyadari lirikan Aleksander dan menghela napas panjang.

"Aku tidak yakin untuk membahas ini di sana. Takut ada yang masih mengikuti atau menyadap pembicaraan."

Aleksander mengangguk paham. "I know. No need for us to discuss in there. No guarantee, anyway."

"Oke, mari langsung ke intinya. Ini soal Zoey. Orang brengsek yang melukai Zoey, orang yang mau menculik Nuki, dan orang yang mendukung rencana Zoya Mecca adalah orang yang sama," bisiknya. Kilat di matanya memancarkan kemarahan.

"Hah? Darimana kamu tahu?" bisiknya lagi.

-Bersambung-

Golden Silent Killer (TERBIT)Where stories live. Discover now