[14] Khilaf Lagi

67.8K 440 8
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Jennie memaksa untuk menemaninya di kamar. Tanu sudah menolak keras, ia tahu bagaimana otak mesumnya bekerja jika berada di dekat perempuan, itu sebabnya ia lebih memilih menjaga jarak.

Tanu tidak bisa menolak untuk menemani Jennie malam ini. Wajah memelas yang ditunjukkan tadi itu membuat ia luluh. Memang sedikit membuat Tanu kesal tetapi ia akhirnya menerima.

Di sanalah ia sekarang.

Satu ruangan dengan Jennie, tetapi berbeda posisi.

Jennie di atas kasur empuk dan nyaman, sedangkan Tanu di bawah beralaskan ambal dan bantal serta selimut kecil.

"Maaf ya, Mas," kata Jennie sembari mulu menengok Tanu di bawah. Pria itu  sedang menekuri laptopnya.

"Iya."

"Duh, cuek banget Mas. Mas Tanu kenapa sih?" Jennie geram sendiri dengan respon Tanu yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Padahal ia merasa sudah meminta maaf yang artinya masalah mereka seharusnya sudah selesai. "Jennie ada salah ya?"

Tanu memijat pangkal hidungnya, kepalanya pusing semakin pusing mendengar celotehan Jennie. Ia tadi dihubungi rekan kerjanya tentang ada sedikit masalah di kantor.

Tanu memiliki usaha di bidang food and beverage atau sering disingkat F&B oleh kebanyakan orang. Usaha yang ia tekuni sendiri tanpa campur tangan keluarga, meskipun tidak bisa dipungkiri sebagian besar modalnya memang dari ibunya.

Ia punya cafe yang sudah memiliki enam cabang tersebut di pulau Jawa. Belum se-wah bisnis keluarganya tetapi sangat cukup menghasilkan pundi-pundi uang di rekeningnya.

Semenjak Ayi meninggal, ia juga meninggalkan banyak hal di hidupnya termasuk pekerjaannya. Ia kabur dari tanggung jawab, untung saja ia punya sohib yang bisa diandalkan dan masih mau memaafkannya.

Tanu menempelkan ponsel ke telinga. "Aku udah kirim file nya ke email kamu, Seno."

Jennie mendesah melihat Tanu mengabaikan dirinya. Ia meringis. Lalu membenarkan letak tidurnya. Berniat untuk tidur saja daripada terus mengganggu Tanu.

"Iya, juga beberapa rekomendasi nama orang yang aku pilih jadi modelnya." Tanu tertawa menanggapi lelucon dari temannya di seberang sana sebelum ia memutuskan sambungan.

MacBook-nya ia tutup, menyingkirkannya ke samping agar tidak terkena tindih nanti. Ia mendongak melihat Jennie sudah diam.

Ia sudah sempat merasa lega saat perempuan itu menjulurkan kepalanya lagi tiba-tiba. Tanu kaget ia terpekik menahan jerit.

Jennie dan Mas Tetangga Where stories live. Discover now