[4] Bang Galih

114K 628 6
                                    

"Ini rumah kamu?" Galih mematikan mesin motornya di depan sebuah bangunan bercat putih gading bertingkat dengan pohon mangga besar yang tengah berbunga menyambut kedatangan mereka.

"Iya, Bang."

Naik susah, turun pun susah. Jennie tidak pernah bisa mahir untuk melewati tahap itu. Motor besar milik Galih terlalu tinggi untuk tubuhnya yang pendek. Peka akan situasi yang dihadapi Jennie, Galih mengulurkan tangan ke belakang sebagai pegangan perempuan itu untuk turun.

Jennie segera membuka helm, rambutnya sedikit lepek Karen keringat. Siang ini matahari bersinar sangat terik, tubuhnya mudah keringatan. "Terima kasih banyak, Bang Galih."

Galih menerima kembali helm yang dipinjam itu, ia memberikan seulas senyum. "Sama-sama."

"Bang Galih mau mampir?" tawar Jennie basa-basi, tetapi sebenarnya berharap lebih. Ia ingin lebih lama bersama pria tersebut.

"Ah, lain kali saja Jenn. Aku ada janji sama teman setelah ini."

Sudah mempersiapkan diri atas penolakan, tetapi hati kecil Jennie masih merasa kecewa. Meskipun begitu, ia tidak menunjukkannya, ia malah mengangguk. Melambaikan tangan kepada Galih yang akhirnya balik pergi.

Jadi begini. Mengapa Jennie bisa berinteraksi dengam Galih, laki-laki yang ia sukai di sekolah padahal selama ini Jennie hanya mengamati dari jauh.

Tadi pagi ia berencana menyisipkan surat ke laci meja Galih di kelasnya. Namun karena tidak teliti melihat situasi, ia ketahuan oleh kakak kelas yang sekelas dengan Galih.

Menurut informasi yang ia curi dengar dark beberapa mahasiswa. Kakak kelas bernama Mawar itu juga menyukai Galih, tetapi entah mengapa selama hampir tiga tahun dekat mereka masih saja tidak naik status menjadi pacaran.

Mawar kesal pada perbuatan Jennie yang mengusik gebetannya. Alhasil Jennie gagal menyisipkan surat cinta, naasnya malah mendapatkan musuh.

Mawar tidak membiarkan Jennie lolos begitu saja, ia dan gengnya pun melabrak Jennie sewaktu istirahat makan siang. Kericuhan itu sampai ada Galih.

Kalian tahu apa yang terjadi?

Galih membela Jennie dan menyelamatkan Jennie dari tindakan perundungan yang dilakukan mawar dan teman-temannya.

Nasib baik selalu muncul di tengah-tengah kemalangan. Karena merasa bersalah ada Jennie, Galih menawarkan untuk mengantar Jennie pulang, memastikan perempuan itu bisa balik dengan aman.

Jennie masuk ke rumah dan loncat ke tempat tidur, wajahnya memerah, senyumnya lebar. Tidak hanya dibela, diantar pulang. Satu hal lagi yang membuat Jennie berbunga-bunga kali ini adalah ia bertukar nomor telepon dengan Galih.

Bagaikan mimpi. Jennie menepuk-nepuk wajahnya tidak percaya.

"Ya ampun demi apa Bang Galih tahu aku hidup, tahu rumahku, sekarang kami saling menyimpan kontak. Aaa ya Tuhan ini sungguh luar biasa."

Jennie meraba kain berat yang ia pakai, itu jaket kulit milik Galih. Sewaktu tadi ia dipinjamkan agar Jennie tidak kepanasan.

Jennie membuka jaket itu, lalu mendekatkannya ke wajah, menghidu bau parfum yang melekat di sana. Bau Galih.

"Duhh enaknya. Baru jaket aja udah nyaman begini apalagi tubuh polosnya. Pasti enak banget."

Ia memeluk jaket itu sambil membayangkan tengah memeluk Galih.

Sudah di rumah, kini ia bebas dengan fantasi liarnya.

"Kalau begini, kayaknya enggak mustahil Bang Galih bisa jadi pacarku. Terus kami..."

Pikirkan kotor mulai memenuhi otaknya, ia rasa bagian tubuhnya di bawah sana sudah berkendut minta dipuaskan. Satu harian ini dekat dengan Galih membuat ia mempunyai banyak stok fantasi bahan halusinasi saat memuaskan nafsu sendiri.

Ia membuka bajunya dengan cepat tanpa menyisakan satu helai benang, lalu memulai aksinya. Pertama ia peluk jaket tersebut erat-erat, kemudian mengusap lengan jaket ke dadanya seolah itu tangan Galih yang sedang mengelus payudaranya. Elusan berubah menjadi remasan. "Mhhh enak, Bang Galih...."

Dada membusung saat ia meremas keduanya cukup keras, dalam bayangannya Galih yang melakukan semua itu.

Ia mencium kerah jaket sensual, menjulurkan lidahnya. "Ahh seandainya saja aku bisa beneran cipokan sama Bng Galih."

Jennie memilin kain itu dengan bibirnya, membayangkan bibirnya dan bibir galih saling membelit kasar. Itu menaikkan gairahnya semakin besar.

Ia merasakan liangnya sudah basah. Kini ia beralih pada bagian itu. Kali ini dengan akalnya yang sangat kreatif, ia memilin jaket itu sehingga seperti batang. Pelan-pelan ia memasukkan pada celahnya.

"Unghh ahhh," lenguhnya, berbeda dengan timun, sensasi yang ia rasakan kali ini lebih nikmat. Meskipun terasa kesat efek menggunakan kain. "Masukin aku bang Galih, uhhh. Maskin dalam," racaunya.

Ia mulai memaju mundurnya benda itu di kemaluannya dari tempo pelan hingga kencang tak beraturan. Beberapa saat kemudian tubuhnya belingsatan dan ia orgasme.

"AHHH enak banget." Ia melihat jaket itu telah basah oleh lendirnya. Ia tertawa. "Seandainya pakai punya bang Galih yang asli pasti jauhh lebih enak."

Jennie menetralkan napas, efek dari orgasme selalu saja membuat tubuhnya lemas. Meskipun begitu, rasanya begitu nagih, nikmat dan ingin terus ia lakukan.

Ia memejamkan mata berniat tidur untuk memulihkan energi, tetapi sebuah suara membuat Jennie bangkit terduduk, ia melihat ke arah pintunya yang ia biarkan terbuka.

Jantungnya serasa berhenti berdetak, matanya melebar dan tubuhnya membeku.

"Hebat sekali, kamu pintar melakukannya."

Jennie meraih selimut lalu menutupi tubuh polosnya. "Kenapa kamu di sini?!"

Tanu mengangkat kotak tempat kue tadi pagi, "Mau mengembalikan ini. Pintu tidak ditutup jadi aku masuk saja."

"Keluar sekarang!" Bentak Jennie panik.

Tanu menyeringai, meskipun Jennie mengusir dengan kasar ia tidak akan mau meninggalkan tempat itu. Baginya ini ada rejeki yang tidak boleh dilewatkan begitu saja, ia malah mendekati Jennie lalu menarik selimut itu membiarkan Jennie berteriak histeris.

"Aku suka suara desahan kamu," katanya sambil menatap tubuh Jennie, meskipun kedua tangan perempuan itu menutupi kedua bagian yang ia sukai. "Lakukan lagi sayang."

"Pergi atau aku teriak!" kata Jennie mengancam, ia sangat marah atas perbuatan Tanu. Sangat tidak sopan masuk rumah orang sembarangan tanpa izin.

Lebih buruknya lagi menarik selimut itu hingga kini tubuhya terekspos bebas.

"Kamu kenapa tidak bisa bersikap ramah padaku?" Tanu meletakkan kotak di atas nakas. "Aku ada salah?"

"Aku tidak menyukaimu! Sialan!"

"Bukan salahku mendengar desahan nyaringmu dua kali, kali ini ditambah bonus melihatnya secara langsung." Tanu terkekeh masih menatap tubuh Jennie, matanya tidak bisa berpaling barang satu detik pun. Menurutnya sayang rasanya melewatkan keindahan ini.

"Brengsek!!! Keluar kubilang keluar!"

"Mau aku bantu? Pakai penis asli rasanya lebih nikmat," tawar Tanu mengabaikan semua yang Jennie katakan.

"Aku tidak sudih, pergi sana!"

"Coba dulu, kalau tidak suka maka aku akan pergi."

Tanu menyingkirkan tangan yang menutup selangkangan Jennie, belum sempat Jennie berontak dua jarinya sudah ia masukkan dalam liang hangat itu.

Emang dasarnya tubuhnya binal, Jennie merasakan nikmat lagi. "Ahh hmm apa yang mau kau lakukan."

***

Jennie dan Mas Tetangga Where stories live. Discover now