12. Cruccio

399 68 5
                                    

Banyaknya makanan yang dipesan July kini hampir memenuhi dua meja yang di jadikan satu itu, Harua dan Jo juga ada disana. Sepasang kekasih Dokter residen itu tak mau kalah menebar kemesraan seperti pasutri dihadapan mereka, Jade menghela. "Oke, hanya aku yang jomblo di sini" Gumam nya kemudian memakan dua odeng gemuk itu dengan satu suapan.

"Yya! Jade, jangan habiskan odengnya" July frustrasi jika tidak menyantap satu odeng di setiap harinya.

Jade dan July adalah dua manusia yang akan bertengkar jika makanan sedikit, dan akan bersatu untuk makanan banyak. Semua orang tau keduanya adalah pemakan yang baik, Bisa dibilang satu rumah sakit yang pernah makan bersama keduanya mendapatkan bukti nyata. 

Haidar hanya bisa tertawa melihat tingkah keduanya. "Wae? untuk 8 jam kedepan aku menghabiskan waktu di ruang operasi. Tidak bisakah kamu membiarkan ku menghabiskan separuh makanan" Benar, hari ini adalah operasi terakhirnya dari jadwal padat yang ia lewati. Paginya dia sudah bisa pulang dan beristirahat di rumah, ah Jade tak bisa membayangkan betapa rindunya kasur di rumah padanya. 

July menoleh pada Haidar dengan wajah memelas meminta pembelaan. "Baiklah" Haidar mengerti harus melakukan apa, sedetik kemudian merebut nakji bokkembap milik Jade untuk dia berikan pada istrinya.

"Eeeeh? apa maksudnya ini" Jade mengikuti tangan Haidar yang menyeret seporsi makanan nya yang lain.

"Aih lihatlah, kamu sudah menghabiskan eomuknya. Kami belum sempat merasakan nya dan yang tersisa hanya kuah saja, Jade kamu keterlaluan" Nada penuh canda itu membuat bahu si empunya nama melorot.

"Hyung deul, kamu berubah. Kamu menghancurkan 9 tahun persahabatan kita karena eomuk" Sungut Jade menarik tawa semua orang.

Tangan Shaka mendorong porsi miliknya. "Si tukang makan ini akan merasa kiamat kalau takaran makanan harian nya berkurang" Hanya untuk kali ini rela bagiannya menjadi milik Jade.

Jade menggerutu sebentar kemudian segera menampilkan sederet gigi rapinya pada Shaka. "Hanya Shaka yang mengerti diriku"

Shaka mengerutkan hidungnya, merinding dengan nada bicara Jade. Shaka bangkit dari duduknya, dia rasa sudah terlalu lama meninggalkan Kuki bersama Parish. Lagipula sudah terlalu malam untuknya berada di rumah sakit, sebelumnya mungkin di jam yang hampir menunjuk pukul satu malam ini wajar bagi Shaka jika belum tidur. Namun setelah cuti dirinya banyak mengubah jadwal tidurnya, lebih bisa dibilang teratur, dalam makan pun begitu. 

Sama saja sih, tak banyak yang berubah. Dulu saat sibuk di rumah sakit maupun kini yang hanya bisa mengunjungi sesekali, aktivitasnya sama. 

Kakinya berhenti melangkah, tepat di depan ruangan VVIP itu. Shaka mendengar alunan indah permainan kalimba yang pelan, berpadu dengan suara lembut yang terdengar seperti suara Parish. Dengan menatap jalanan yang tak berhenti sibuk, Parish bergerak pelan meninabobokan Kuki yang dirasa sudah mendapatkan tempat ternyamannya untuk terlelap. Tersenyum melihat dua mata bulat yang Parish pikir sedikit mirip dengan mata Juni, mendengar dengkuran halus si buntalan semanis permen kapas. Bibir kecil merah muda serta gigi kelinci yang menjadi ciri khasnya.

Apa semua ibu akan merasa bangga setelah berhasil menidurkan anaknya, sebab kini Parish merasakan hal itu. Tadinya pria mungil itu masih sibuk bermain dengan Juni namun tak lama terdengar rengekan yang berulang, Parish mengambil alih degan membawa Kuki ke dalam pelukannya. Dia paham bocah itu sudah harus tertidur, dari inisiatifnya menyanyikan lagu asal dengan iringan permainan kalimba Juni membuahkan hasil. Kuki dengan mudah masuk ke alam mimpi.

Pintu kamar itu terbuka perlahan, menampilkan sosok Shaka yang berusaha memelankan langkah kakinya. Parish dengan tenang membawa Kuki kearah Shaka. "Apa sudah akan pulang?" Suara kecil Parish hampir tak terdengar Shaka.

Pathetic - SunsunWhere stories live. Discover now