5. F*ck life

536 73 8
                                    

Semuanya sudah terlambat, ibu sudah pergi, orang gila itu diamankan, kini Parish kembali pada ruangan yang sama beserta Juni yang kini ada bersamanya. Katanya Juni mendapatkan beberapa jahitan di kepala, mata rubah itu menangkap beberapa memar di tubuh adiknya.

Sudah dapat dipastikan Juni mengalami shocked atas apa yang di alami selama Parish berada di rumah sakit ini, garis berbekas di leher Juni mengingatkan Parish pada bekas miliknya di tempat yang sama.

Kembali tangan penuh selang itu mengusap lehernya, mungkin bekasnya sudah hilang. Dapat dia bayangkan bagaimana menderitanya Juni, kelopaknya terbuka dan menatap yang lebih tua.

Juni tersenyum. "Kakak tidak terluka kan?"

Sangat, hanya tak dapat dilihat. Lukanya tak pernah bisa kering, terus basah dan perih. Parish menggeleng. "Kakak baik-baik saja"

Juni bisa merasakan kebohongan dari mata yang mulai melengkung seiring senyum palsu itu mekar, Parish selalu identik dengan kepalsuan. Juni berharap Kakaknya mau mengeluh padanya, tidak diam dengan senyuman bodoh itu.

Namun sepertinya semesta belum menunjukkan sisi baiknya, karena tanpa sadar Juni juga mulai tersenyum bodoh mengikuti kakaknya. Tersenyum pada hidup yang perlahan menggerogoti ini, satu impian Juni. Ingin melihat Kakak tersenyum senang, tanpa kepura-puraan.

"Kakak kemana aja?"

"Maaf, kakak sudah buat kamu nunggu lama"

Juni menoleh kearah lain, menutupi tangis yang tak bisa ditahan. Dia teringat jika ibu sudah tak lagi ada di sisinya, kepiluan Juni diketahui Parish sebab isakan itu hampir mustahil tidak terdengar di ruangan luas ini. Bahu yang bergetar dan suara napas yang tercekat, tak mengerti mengapa Juni yang baru menginjak umur 14 tahun sudah dihadapi dengan kehancuran keluarga.

Seharusnya Juni bisa fokus sekolah dan belajar, mengembangkan bakat yang dia bisa. Tidak seperti ini, tidak kehilangan siapapun di hidupnya.

"it's okay, just take it out. Here only your older sister knows you cry" Ingin memeluk, tapi kini Parish tak ingin ikut menangis.

+++


Jimmy masih tak bisa membayangkan jika kejadiannya sebegini parah, seharusnya dia paham mengapa Parish selalu bersikeras untuk pergi mencari adik dan ibunya. Seharusnya dia sudah bertindak lebih jauh, persetan dengan protokol sebelumnya. Jimmy sangat merasa bersalah.

"Aku ingin melihat keduanya" July ingin tau keadaan keduanya.

"Jangan dulu, mereka masih butuh waktu untuk bicara berdua" Haidar tak begitu paham keadaan ini, dia juga terkejut mendengar berita yang dibawa istri dari Direkrut Namjoon. Namun dia tau harus bertindak seperti apa, keduanya dalam masa berkabung. Semakin tercekik saat tau si pembunuh adalah orang dekat lainnya.

"Lalu dimana Shaka?" Jade kini bertanya sebab pria itu tak melihat sosok Dokter tinggi itu sedari tadi.

Semuanya menggeleng, tak ada yang tau keberadaan Shaka. Sementara yang dibicarakan kini berbaring tak tenang di kasur paling nyaman, bahkan bantal empuk itu tak membantu Sunghoon pergi ke dalam mimpi malamnya.

"Apa aku salah telah menyelamatkannya malam itu" Berbicara sendiri menatap langit-langit kamar, ingin sekali disahut.

Gadis itu sudah memperlihatkan betapa hancur dunianya lewat mata yang lebih tajam itu, namun Shaka tak yakin. Seakan tau ada hal baik di lain waktu selain malam itu, dia begitu yakin gadis itu tak pantas mati.

Saat melihat sosok lain di lokasi tadi, melihat bagaimana gadis bernama Parish itu merengkuh sosok muda itu membuat Shaka sangat yakin gadis itu harus hidup lebih lama.

Pathetic - SunsunWhere stories live. Discover now