BAGIAN 17 - Pernah Dekat Di Masa Lalu

Começar do início
                                    

"Reyhan. Namanya Reyhan."

Anak itu mengangguk.

"Kamu kenal?"

Dia mengangguk lagi. "Mas Reyhan itu kakakku."

"Astaga, jadi kamu adiknya Reyhan?" segera saja Kenan mengacak puncak kepala anak itu. Dia gemas menyadari kebetulan yang baru saja terjadi.

"Aku, Hendra." Kenan memperkenalkan diri menggunakan nama panggilannya di sekolah. Dia pun tampak mengingat-ingat. "Apa kamu... Andin?"

Anak itu tertegun sejenak, lalu dia menghilangkan keraguan yang sedari tadi menyerang dan menjawab, "Iya, Mas Hendra. Aku Andin."

Sejak pertemuan itu, kehadiran Kenan setiap kali berkunjung ke rumahnya selalu Andin tunggu. Entah sekadar mengantar jemput sang kakak ke sekolah karena motornya sedang diservis lalu lanjut pulang tanpa singgah terlebih dahulu. Atau ikut masuk rumah dan menunggu Reyhan berganti pakaian lalu pergi lagi untuk ekskul dan les. Atau memang sengaja menghabiskan waktu berlama-lama main di rumah serta bergantian dengan Reyhan mengusili Andin hingga menangis. Atau menggantikan dengan sukarela serta sabar mengajari Andin yang kebingungan mengerjakan PR ketika Reyhan sibuk membantu di toko ATK. Rasanya, dalam waktu seminggu bisa dihitung dengan jari dia tak bertemu sosok Kenan. Andin jadi terbiasa dengan kehadiran Kenan. Andin pun nyaman atas keberadaan sahabat kakaknya tersebut.

Hingga suatu hari, seminggu setelah acara kelulusan SMA, pertemuan itu terjadi. Kenan yang diantar oleh sopir, berpamitan pada Pak Wahab dan Bu Astrid. Dia pun berpelukan erat dengan Reyhan.

"Awas aja kalau lo lupain gue semisal udah betah di Amrik sana." Itu yang Andin dengar ketika pelukan Kenan dan Reyhan mengurai. "Lagian masih banyak kampus bagus di sini, tapi kenapa harus ke New York sih, lo, Dra!"

Kenan hanya mengedikkan bahu lalu tersenyum getir. "Lo juga, banyak kampus bagus di sini, tapi kenapa harus kuliah ke Semarang?"

Mereka berpandangan sesaat lalu tertawa meski kesedihan melingkupi ekspresi keduanya dan berpelukan lagi.

"Kabarin gue kalau lo mudik." Suara Reyhan teredam di pundak Kenan.

"Lo juga." Jawabnya dan menepuk-nepuk punggung Reyhan.

Yang Andin ingat setelah itu, dia memilih untuk tak keluar kamar lalu menangis di balik bantal. Melihat kepergian mobil Kenan menjauh meninggalkan rumahnya dari balik jendela kamar.

# # #

Andin duduk mematung menghadap bayangan dirinya di cermin. Dia sudah berada di kamarnya sendiri. Setengah jam lalu, Arion berhasil mengantarnya pulang tepat waktu. Tidak lebih dari pukul sepuluh malam sesuai kesepakatan dengan Pak Wahab. Seperti mengerti kalau sang putri tak ingin diganggu, meski rasa penasaran melingkupi, Bu Astrid mengajak Pak Wahab untuk meninggalkan putrinya seorang diri.

Adegan-adegan saat makan malam kini terulang di benak Andin. Beberapa saat seusai makan, dia, Arion, dan Kenan berkumpul di ruang tengah. Bermacam hal serta topik mereka bahas. Kenan yang semula tak banyak bicara selama sesi makan malam, berubah seratus delapan puluh derajat ketika membicarakan pekerjaan. Arion pun mendengarkan saja cerita kakaknya sembari menanggapi bila perlu. Mereka terlihat saling melengkapi meski beda karakter.

Sementara itu, Andin yang semula berniat membantu menyiapkan kudapan tak diizinkan oleh Bu Lidya. Wanita itu menyuruh Andin duduk saja. Sebagai gantinya, beliau menyuruh Pak Adinata untuk menemani. Maka dari itu, Andin pun hanya menyimak obrolan kedua kakak beradik itu. Andin jadi tahu bagaimana hubungan antar anggota keluarga Parviz ketika melihat interaksi yang terjadi di hadapannya. Meski sibuk, mereka tetap rajin berkomunikasi serta saling bertanya kabar. Tak ada kecanggungan antara anak-orang tua, terutama kakak dan adik.

A-KU & A-MUOnde histórias criam vida. Descubra agora