37

320 49 10
                                    

Sejarah baru di Kerajaan Embrose terbentuk, bahwa terdapat satu raja yang memiliki masa pemerintahan paling sebentar, yakni kurang dari satu jam.

Cassius kini terjebak di balik jeruji besi, menunggu takdir berupa kematian yang akan menyambutnya.

Cassius pikir, mungkin kehadirannya di sini merupakan sebuah karma karena telah berusaha menyeret sosok yang tak berdosa ke dalam kubangan dosa. Kini, Cassius menuai apa yang dia tabur.

Kelemahan Cassius sendiri membuat dirinya terjebak dalam situasi yang sama, yakni dia yang hanya akan fokus pada tujuannya dan melupakan fakta penting lainnya. Cassius ingin menjadi seorang raja, impiannya tercapai, tetapi rupanya neraka paling dalam telah lebih dulu menenggelamkannya karena Cassius lengah.

Selama Cassius berada di jeruji, dia dikelilingi oleh suasana yang suram. Begitu banyak pula penjahat lain yang berada di jeruji yang berbeda dengan milik Cassius. Pandangan mereka seakan mencemooh dan mengejek, bahkan ada yang tertawa secara terang-terangan.

Namun, Cassius mengabaikan segalanya dengan menunjukkan wajah yang dingin.

Di hari kedua Cassius terjebak dalam jeruji, Camery mengunjunginya. Namun, Cassius tak ingin beramah-tamah dengan sosok yang telah melemparkannya ke dalam tempat ini.

"Bagaimana keadaanmu, Tuan Cassius?" tanya Camery, menanggalkan gelar kehormatan Cassius, bahkan berhenti bicara dengan nada formal.

Cassius mendengus. "Bukan urusanmu, Nona Camery."

Camery memaksakan senyuman di bibirnya. "Apakah kamu membutuhkan sesuatu di sini?"

"Bisakah kamu enyah dari pandanganku?"

Camery terdiam.

Cassius mengerutkan keningnya, matanya menyorot dingin. "Beraninya kamu, orang yang telah mendorongku ke dalam neraka, berusaha untuk rendah hati padaku? Apakah kamu sedang mengejekku?"

"Mana mungkin, Tuan Cassius!" jawab Camery dengan cepat agar Cassius tak salah paham pada Camery.

Cassius menghela napas panjang. "Apakah alasan kamu memintaku untuk memercayaimu saat itu adalah untuk membawaku menuju jurang dan menjatuhkanku seperti ini?"

Camery menggigit bibir. "Sudah aku katakan, bukan? Aku pernah mencari tahu mengenai identitas korban dan keadaan tubuh korban setelah dibunuh? Aku sendiri telah berusaha memecahkan kasus ini, sehingga kamu harus tahu jika benang merah tertuju padamu. Pada awalnya, aku tidak bisa memercayaimu karena aku pikir kamulah sang tersangka. Namun, semakin aku bekerja bersamamu, persepsiku malah mengarah pada Tuan Ryle."

Cassius tertawa sarkastik. "Kamu ingin aku memercayaimu supaya aku tidak melakukan hal yang di luar terkaanmu, bukan?"

"Tepat, Tuan Cassius."

Cassius bertepuk tangan, tetapi pandangannya tetap menyorot beku. "Kamu sangat hebat, Nona Camery. Hebat sekali, tetapi itu adalah pandangan orang lain terhadapmu. Pandanganku padamu yang saat ini adalah aku yang ingin mencekik lehermu dan membunuhmu. Aku telah membunuh banyak orang, menambah satu tidak akan mengubah banyak hal."

Camery tidak menunjukkan sorot ketakutan walaupun Cassius mengancamnya secara terang-terangan. Sebaliknya, sorot sendu yang menutupi sepasang manik emas cantik itu. Lagi, sorot kesedihan dan kekecewaan rupanya begitu kentara dalam ekspresi wajahnya yang pecah.

"Aku sendiri ingin memercayaimu, Tuan Cassius. Walaupun kecurigaan awalku ada padamu, tetapi bekerja bersamamu membuatku mendapatkan pandangan baru terhadapmu. Kamu yang tulus pada rakyat, kamu yang baik hati pada anak-anak, kamu yang tekun dalam pekerjaan, kamu yang tidak pernah menyerah dalam menggapai mimpimu."

END | Flor de MuertosWhere stories live. Discover now