30

199 46 2
                                    

Dua hari telah berlalu semenjak Ryle melaksanakan tugas diplomasi. Sebenarnya, satu malam berlalu dan surat dari raja sendiri datang padanya yang memintanya untuk mengabaikan urusan diplomasi dan kembali ke istana secepat mungkin.

Walau dikuasai oleh keresahan dan kekhawatiran yang tak terhitung jumlahnya, Ryle menurut dan kembali ke istana. Ryle dibawa menuju aula singgasana tepat setelah kereta kudanya diparkirkan di pekarangan istana, tak membiarkan Ryle untuk berganti pakaian menjadi yang lebih pantas untuk bertemu dengan sang penguasa negara.

"Apakah ada yang salah?" tanya Ryle pada pelayan pria yang mengantarnya menuju ruang singgasana. Melihat sorot canggung pelayan itu membuat Ryle tak bisa berhenti merasa resah, bahkan semakin khawatir kala si pelayan bahkan tak mengucap sepatah kata untuk menjawab pertanyaan Ryle.

Isonoe yang turut mengekori juga merasa kebingungan, mengikis jaraknya dengan Ryle untuk berbisik, "Yang Mulia, suasana istana sangat kaku. Apakah Anda melakukan hal yang tak disukai Yang Mulia Raja?"

Ryle mengerutkan dahinya pada tuduhan Isonoe. "Apakah aku terlihat seperti melakukan hal yang tak disukai Ayah kecuali pemutusan pertunangan dengan Nona Claria?"

"Saya pikir tidak," balas Isonoe.

Ryle mengembuskan napasnya, tak membalas kalimat pelayannya lagi dan fokus pada perjalanan menuju aula singgasana. Setelah tiba di hadapan pintu setinggi lima meter yang diukir dengan tambahan emas serta berlian, kedua pengawal yang berjaga langsung membukakan pintu.

Sebuah suara pun menggema di aula singgasana seiringan dengan pintu ganda raksasa yang terbuka, "Yang Mulia Pangeran, Ryle Embrose, memasuki ruangan!"

Anehnya, kala Ryle memasuki aula singgasana yang dipenuhi oleh menteri dari berbagai kepala keluarga bangsawan, bisik-bisik memenuhi ruangan. Tepat kala Russell menepuk tangannya sekali, bisik-bisik lenyap.

Ryle kemudian diminta berlutut di hadapan takhta. Hanya saja, Ryle mengerutkan dahinya kala melihat tidak hanya ada raja dan ratu saja di atas takhta, tetapi ada pula Casssius. Perasaan Ryle tidak enak, perutnya tiba-tiba melilit dan terasa mual.

"Ryle Embrose," panggil Russell, bahkan nada dingin yang menggema membuat Ryle yakin bahwa ada hal tak beres yang telah terjadi.

"Pangeran kedua Embrose, Ryle Embrose, menghadap Yang Mulia Raja," balas Ryle tanpa menatap sepasang manik identik yang menurun padanya, tahu apabila Ryle mendongak, dia akan bergetar ketakutan.

"Mulai saat ini, kamu bukanlah pangeran lagi. Gelar Pangeran akan secara resmi ditanggalkan darimu!"

Ryle mendongak sambil membulatkan matanya. Apa? Pencabutan gelar? Mengapa tiba-tiba sekali? Ryle bahkan tak tahu apa yang membuat gelarnya dicabut, kejahatan apa yang membuat gelar berharga itu ditanggalkan dari sematan namanya.

Napas Ryle semakin berat, keringat dingin mengucur dari seluruh pori-pori tubuhnya, diiringi oleh keresahan yang tak tertahankan mulai memonopoli kendali tubuhnya.

"Y-Yang Mulia! Mengapa gelar saya tiba-tiba ditanggalkan? Apakah saya melakukan kesalahan yang tak mengenakan hati Anda? Saya akan membenahinya, Yang Mulia, tetapi mohon jangan tanggalkan gelar tersebut dari saya!"

Ryle bisa mendengar dengusan kasar dari Russell. "Kau yang menghancurkan Kerajaan Embrose, Ryle! Apakah gelar pangeran akan layak tersemat dalam namamu? Bahkan hanya dengan menyebutkan namamu saja membuatku muak setengah mati!"

Ryle tanpa sadar menegakkan tubuhnya dan menatap Russell dengan rasa bingung yang menjadi.

Sebenarnya, apa yang terjadi di sini? Mengapa Russell marah besar padanya, lantas mencabut gelar kehormatannya tanpa diskusi terlebih dahulu? Jika gelar kehormatannya dicabut, maka takhta tak akan berada di dalam genggamannya lagi. Tentu saja Ryle tak akan menerima hal ini begitu saja.

END | Flor de MuertosWhere stories live. Discover now