31

196 40 1
                                    

Pertemuan keduanya dimulai dari sebuah sarapan bersama dengan anggota keluarga kerajaan. Seharusnya, Cassius pikir hanya akan ada dirinya, Cassidy, dan Russell. Cassius tak pernah mengira akan terdapat salinan raja yang lain, seorang anak yang bahkan usianya tak mencapai lima.

Sosok yang memiliki helaian hitam dan bola mata biru, menurun dari figur Russell sepenuhnya. Meski begitu, wajah yang ditampilkannya adalah sorot manis yang ragu. Kedua bola matanya yang bulat menatap Cassius dengan sorot penasaran, tetapi pula takut karena Cassius memelototi anak itu sebelumnya.

"Cassius, lembutlah pada Ryle, ya. Dia adalah adik tirimu, usianya empat tahun, putra dari selir Elara."

Mau mendengarnya berapa kali pun, Cassius tetap saja merasa dadanya berat tak terkira. Mengenai pernyataan bahwa Cassidy merupakan orang yang diam-diam tak pernah mendukungnya, tak pernah membiarkan Cassius untuk meraih pengaruhnya sendiri, menekan pengaruhnya sehingga menjadikan Cassius sebagai putra mahkota tembus pandang. Sebab, Cassidy lebih memilih Ryle dibandingkan dengan dirinya sendiri.

Hari kedua Cassius bertemu dengan Ryle adalah di pekarangan istana putra mahkota. Cassius bahkan melihat Ryle dengan tatapan tajamnya, membuat tubuh mungil yang seakan-akan segera hancur itu menggigil kuat karena takut.

"K-Kakak," panggil Ryle dengan ragu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Cassius dengan dingin.

Ryle tersentak karena reaksi yang diberikan Cassius membuatnya ketakutan, tetapi Ryle teguh pada pendirian. Sebelumnya, Cassidy telah mengatakan bahwa Cassius hanyalah orang yang tidak dapat akrab dengan orang yang baru, sehingga Ryle harus mengenal Cassius terlebih dahulu agar keduanya bisa berteman baik.

"A-Aku kemari untuk mengunjungi Kakak," ujar Ryle dengan takut.

Reaksi Cassius makin menjadi, dia menatap Ryle dengan tatapan jijik. "Hah? Aku sibuk, Ryle. Aku harus mengunjungi pesta lainnya dengan Ibu."

Setelahnya, Cassius berlalu, meninggalkan Ryle di belakangnya, bahkan tanpa menoleh kembali.

Sayangnya, Ryle tak menyerah begitu saja. Menjadi akrab dengan Cassius adalah permintaan pribadi dari sang ratu, sosok yang begitu lembut padanya, mana mungkin Ryle hendak menolak, bukan? Maka esoknya, Ryle mengunjungi istana putra mahkota lagi.

Pertemuan ketiga keduanya adalah di taman istana. Ryle tahu apabila Cassius sedang mengunjungi taman dari para pelayan yang disogok olehnya dengan wajahnya yang manis.

Segera saja, Ryle bisa melihat helaian hitam milik Cassius di dekat labirin bunga, sedang mengelus beberapa kelopak mawar merah yang merambat. Seakan tengah menikmati wangi yang tak akan pernah Cassius lepas sebagai aroma dari tubuh sang ratu.

"Kak Cassius!" panggil Ryle, membuat Cassius menoleh dengan kerutan di dahi.

"Kau lagi?" Nada suara Cassius terdengar bosan dan malas, bahkan menatap Ryle dengan menyipitkan kedua matanya seolah jijik.

"Aku mengunjungi Kak Cassius lagi," balas Ryle yang berdiri di hadapan Cassius. Dia menekan segala rasa takutnya, lalu berdiri dengan percaya diri, menatap Cassius dengan mata bulatnya yang polos.

Cassius menghela napasnya. "Pergilah, aku tidak punya waktu untukmu." Cassius memutar tubuh, tetapi sebelum dia bisa meninggalkan Ryle lagi, lengannya dicekal oleh sepasang jemari mungil si anak berusia empat tahun.

Cassius menundukkan kepalanya hanya untuk bertabrakan dengan sepasang mata bulat sewarna langit yang lembut, tampak berkaca-kaca, tetapi pula menunjukkan rasa penasaran yang nyata.

"Apa maumu?" keluh Cassius, menepis kedua tangan Ryle dari lengannya.

"Mengapa Kakak tidak mau bermain denganku?" tanya Ryle, memiringkan sedikit kepalanya.

END | Flor de MuertosWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu