Chapter 30

23K 1.2K 18
                                    

SELAMAT PAGI!

Terima kasih untuk yang sudah vote dichapter sebelumnya💕

Yuk vote dan ramein komen, kalau perlu setiap paragraf komen

SELAMAT MEMBACA!


♥️Happy Reading♥️

¥¥¥¥¥

Cahaya lampu redup yang mengerjap sedikit menerangi Marella dalam gelap. Rambut panjangnya menyesuaikan irama angin yang berhembus lembut memberikan ketenangan dalam indahnya malam.

Marella sekarang sedang duduk di balkon kamarnya sambil membaca buku dalam diam, sesekali ia akan menyampirkan rambut ke sisi telinganya. Mata tajam dengan bulu mata lentik, hidung mancung, bibir ceri merah alami kontras dengan kulitnya yang seputih pulm.

Setelah selesai membaca ia menutup bukunya, kini atensinya beralih menatap bulan yang bersinar dengan terang didampingi oleh sang bintang yang berkelap-kelip seolah ingin menemani sang bulan agar tidak kesepian.

"Gue rindu bik inah" Gumamnya dengan nada sedih, walaupun ia bahagia disini namun tak menampik kalau ia sangat rindu dengan wanita berkepala lima itu, wanita yang turut membesarkannya, memberikan perhatian dan kasih sayang ketika kedua orang tuanya telah tiada.

"Gimana kabar mereka, apa gue masih bisa kembali?" Pertanyaan itulah yang selalu terngiang-ngiang di otaknya, apakah ia bisa kembali ke dalam tubuh aslinya? Dan bagaimana dengan tubuh ini ketika ia kembali? Apakah akan mati? Dan jika ia tidak bisa kembali bagaimana dengan kenangannya dirumahnya dulu, kenangan itulah yang selalu mengingatkannya dengan kedua orang tuanya, ia tak rela jika ia kehilangan kenangan itu begitu saja.

Sibuk dengan pikirannya tanpa sadar susut matanya terasa basah, buru-buru ia menghapusnya dengan cepat. Ia beranjak dari duduknya memasuki kamar namun tak lama kemudian ia kembali ke tempat duduknya sambil membawa sebuah gitar ditangannya.

"Ehem" ia berdehem pelan guna mengetes suaranya, perlahan jari-jarinya memetik senar gitar menciptakan melodi yang menenangkan.

Ia memutuskan untuk menyanyikan lagu yang ada dikehidupannya dulu, yang berjudul heart attack.

"But you make me wanna act like a girl" suara merdu dan juga halus itu terdengar ketika Marella mulai membuka suara.

"Paint my nails and wear high heels"

"Yes, you make me so nervous that I just can't hold. your hand"

"You make me glow"

"But I cover up, won't let it show"

"So I'm putting my defenses up"

"'Cause I don't wanna fall in love"

"If I ever did that, I think I'd have a heart attack" Ia menutup matanya, menghayati setiap makna dari kata yang tengah ia nyanyikan

"I think I'd have a heart attack"

"I think I'd have a heart attack"

Marella mengakhiri lagunya dengan satu tarikan nafas, ia membuka matanya kembali ketika lagu itu telah selesai ia nyanyikan.

(Aku mau taro video nya di atas tapi nggak tau caranya gimana🥲)

Angin yang berhembus semakin kencang membuat Marella mengusap lengannya, ia beranjak dari duduknya berniat masuk kedalam kamarnya tak lupa mengunci pintu balkon kembali agar angin tak memasuki kamarnya.

Selesai mengunci pintu, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, menarik selimut hingga sebatas dada dan mulai menutup mata.

♡♡♥️♡♡

Sedangkan disisi lain, di mansion mewah bergaya Eropa sebuah keluarga sedang melaksanakan makan malam. Hanya ada suara hening diantara ketiganya karena memang itu sudah peraturan bahwa ketika makan dilarang berbicara.

Tak lama mereka telah selesai, piring-piring dan gelas kotor dengan sigap segera dibersihkan oleh para maid yang ada disana.

Sang kepala keluarga melirik kearah putra semata wayangnya, "bagaimana dengan sekolah mu boy?" Tanyanya hangat namun berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya yang menampilkan wajah datar.

"Baik" jawab sang putra dengan singkat, hal itu membuat satu-satunya wanita yang ada disana menghela nafas lelah.

"Kalian ini ya, berbicara hanya sepatah dua patah kata. Dan anehnya kenapa kalian saling mengerti padahal mama saja bingung apa yang kalian bicarakan" ucapnya bingung, anak sama ayah sama saja pikirnya.

Abraham mengelus kepala sang istri dengan sayang, senyum tipis juga terpatri di bibirnya. "Pasti faham lah ma, kan dia keturunan papa" ucapnya yang dibalas dengusan malas oleh istrinya.

"Oh ya, sayang kapan kamu bawa pacar kamu...dari kemarin mama tanyain jawabanmu besok besok aja" ucap Ranum lembut.

Sedangkan pemuda yang ditanyai hanya mendengus malas, "kenapa sih ma tanya itu Mulu, besok aku bawa kok mama tenang aja" ucap Dewa malas. Ya pemuda itu adalah dewa, sosok pemuda dingin, kejam, dan irit bicara. Tapi itu ketika ia diluar saja, nyatanya jika dengan keluarganya ia akan bersikap hangat apalagi dengan sang mama.

Ranum memutar matanya malas, "ya besok besok itu kapan dewa, mama capek deh nunggu. Usia kamu itu udah seharusnya memiliki kekasih. Atau jangan-jangan....." Ranum menjeda ucapannya memandang sang putra dengan tatapan curiga, "kamu gay?"

Dewa membelalakkan matanya mendengar penuturan sang mama, "aku normal kok seratus persen normal, nggak belok kanan kiri. mama kok ngomong gitu sih" ucapnya kesal.

Mendengar itu, Ranum mengendikkan bahunya acuh, "ya habisnya kamu nggak pernah Deket cewek mama kan jadi curiga"

"Atau mama kenalin sama anak temen mama, mereka cantik-cantik loh" lanjutnya memberikan tawaran.

Dengan tegas dewa menolak, "Nggak deh ma, dewa bisa cari sendiri"

"Oke, mama beri waktu satu Minggu jika kamu tidak berhasil membawa seorang gadis maka kamu harus nurut apa kata mama" ucap Ranum tegas.

"Ma...."

"Ettt nggak boleh bantah, keputusan mama udah bulat" sebelum dewa menyela ranum terlebih dahulu berucap.

"Tap...." Dewa menelan kata-kata protesnya ketika bersitatap dengan mata sang papa yang memandangnya tajam seolah memperingatkannya agar menurut kepada sang mama. Dengan pasrah ia menghela nafas panjang lalu mengganguk pelan yang membuat Ranum tersenyum puas.

"Kalau gitu dewa kekamar dulu" ucapnya lesu, bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan meja makan untuk menuju kearah lift yang akan membawanya kelantai tiga tempat kamarnya berada.

"Jangan lupa ya sayang, seminggu loh!" Ucap Ranum dengan sedikit berteriak agar dapat didengar oleh dewa.

Sepeninggal putranya, Abraham menatap sang istri, "ma kenapa kamu ngotot banget sih?"

Ranum yang mendengar itu tersenyum, "biar putra kita nggak jomblo lagi, masa umur segitu belum punya pacar sedangkan anak temen-temen mama ada yang udah punya cucu, mama kan pengen juga" jawabnya santai sambil menopang dagu, membayangkan jika suatu saat nanti ia menggendong cucu yang lucu-lucu.

Abraham hanya menghela nafas, apa yang dikatakan oleh istrinya memang benar tapi ia juga tak ingin terlalu mengekang putranya, biarlah putranya memilih kebahagiaannya sendiri.

______________________________________

TBC







#Tolong vote ya
#Tandai cerita atau bagian yang terdapat typo
#Terimakasih

~08 Juli 2023~

Who is the Antagonist?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang