AI-13. Keputusan Pelik

104 14 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Jangan menganggap orang yang memberi nasehat padamu merupakan orang yang seluruh hidupnya digunakan untuk mengurusi hidup orang lain. Karena jika demikian prasangkamu, maka sebaik apapun nasehat yang terdengar akan terasa menyakitkan karena kamu merasa diatur oleh sesama makhluk yang masih berpotensi melakukan dosa. Namun sesekali, anggaplah nasehat itu sebagai pesan dari Tuhan lewat perkataan orang lain. Yang menginginkan hamba-Nya berubah menjadi lebih baik lagi. Maka dengan itu, sebuah nasehat akan lebih mudah diterima oleh hati dengan keadaan yang cukup lapang."

-Happy reading!-

☪️☪️☪️


"Kak Windi? Kakak lagi ngapain di sini?"

Dua orang yang sedang asik bermesraan tanpa tahu tempat dan entah sadar atau tidak bahwa perilakunya itu salah seketika menoleh terkejut. Mendapati seorang perempuan berpakaian muslimah yang dilengkapi dengan apron sebagaimana pramusaji kebanyakan berdiri di depan mereka sembari menatap bingung ke arahnya.

Genggaman tangan keduanya seketika terlepas.

"Z-zainab? K-kok kamu bisa ada di sini?" Windi malah bertanya balik. Sebisa mungkin ia berusaha bersikap normal agar adiknya itu tidak curiga. Sedangkan Hilmi beralih untuk memainkan ponsel.

Zainab kembali menyahut. "Aku kerja di sini, Kak."

Mendengar itu seketika mata terbalut softlens warna coklat terang membola.

Kerja di sini?

Di kafe ini?

Sepertinya Windi sudah salah menyarankan tempat bertemu dengan Hilmi. Lagi pula, ia benar-benar tidak tahu jika tempat yang didatangi atas dasar usulan dari temannya itu merupakan tempat sang adik mencari nafkah. Setahunya Zainab memang bekerja menjadi seorang waitress di sebuah kafe, tapi Windi tidak pernah bertanya lokasi pasti dari tempat tersebut.

Alhasil dirinya kini tertangkap basah. Wanita itu berusaha memutar otak. Namun tiba-tiba Zainab berkata.

"Tolong ikut aku sebentar, Kak."

Usai meletakkan nampan di atas meja, Zainab mengajak Windi pergi ke luar cafe. Di mana keadaannya cukup aman untuk berbicara berdua. Ada sesuatu yang mesti diselesaikan secepatnya. Namun sebelum itu, Zainab harus mencari tempat yang sekiranya pas untuk berbicara. Ia tidak mau mempermalukan Kakaknya dengan cara menasehati wanita itu di muka umum.

Tiba di ujung kafe bagian depan yang sepi, keduanya berdiri berhadapan. Zainab langsung bertanya to the point. "Apa ini alasan Kakak mau berpisah dengan Kak Rido? Karena Kakak lagi dekat dengan laki-laki itu?"

Wajah Zainab nampak serius. Begitu pula dengan Windi. Meskipun apa yang dikatakan Zainab tidaklah salah, akan tetapi wanita pemilik rambut panjang bergelombang tidak terima jika dirinya disudutkan seperti ini. Terlebih lagi Zainab langsung menyerangnya tanpa melontarkan kalimat basa-basi terlebih dahulu.

"Kamu nuduh Kakak berselingkuh, Zai?"

"Aku nggak nuduh Kak Windi berselingkuh. Aku hanya bertanya. Dan tujuan Kakak ngelakuin hal kayak tadi itu buat apa? Mesra-mesraan di depan umum? Bahkan sampai berpegangan tangan. Aku mohon. Jangan kayak gitu lagi ya, Kak. Ini demi kebaikan Kakak." Zainab mulai menurunkan nada bicaranya. Berusaha menasehati Windi secara baik-baik.

Namun perempuan itu terlanjur tersulut emosi. Segala nasehat baik yang terdengar ditepisnya begitu saja. Kini jemari lentik Windi beralih memegang dagu Zainab hingga kepala sang adik sedikit mendongak. Dia menatap remeh sembari menyunggingkan senyum. 

Assalamu'alaikum, IslamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz