AI-41. Menjadi Bagian Darimu

124 14 6
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dia memang bukan pilihan hatiku, tapi sudah jelas dia lelaki pilihan Allah.

-Happy reading!-

☪️☪️☪️

Masjid Al Fath Bandung menjadi pilihan terakhir Arzan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada pagi ini. Setelah sebelumnya berniat melaksanakannya di Masjid Raya Bandung, akan tetapi setelah mendapat masukan dari teman Ibunya yang turut menjadi bagian dari pengurus mesjid tersebut, pada akhirnya Ibu dan anak itu sepakat untuk merubah lokasi sebelumnya menjadi di sana. Meskipun letak mesjid itu cukup jauh. Nyaris satu jam dari rumah jika ditempuh menggunakan mobil dan tanpa melalui jalan tol.

Sambil menunggu yang lain tiba, mereka berdiri di pelataran mesjid. Menikmati hangatnya sinar matahari yang belum terlalu garang mengingat saat ini masih pukul delapan pagi.

Beberapa orang yang sama mempunyai urusan di mesjid swadaya masyarakat tersebut pun nampak hilir mudik. Sesekali mereka tersenyum ramah pada Arzan dan Fatin yang tidak mereka kenali. Namun hal tersebut tidak serta merta membuat mereka berhenti bersedekah meski hanya melalui segurat senyuman di bibir.

"Kamu terlihat tampan sekali, Nak."

Fatin memandangi wajah putranya yang memakai pakaian taqwa umat islam. Peci hitam, koko warna putih polos lengan panjang, serta sarung kotak-kotak menjadikan Arzan terlihat seperti seorang muslim sejati. Meskipun butuh waktu sekitar beberapa saat lagi untuk dirinya mengucap syahadat dan meresmikan keyakinannya tersebut.

Wajah berseri Arzan semakin terlihat jelas saat dia tersenyum hingga lesung pipinya terlihat.

"Terima kasih banyak, Bu."

Fatin mengulas senyum. Senyuman yang mampu menenangkan hati putranya yang semula sedu.

Dikarenakan dalam momen bahagia ini, sang Ayah tidak bisa turut mendampingi dirinya di sana. Bukan tidak mau, melainkan akibat kejadian kemarin, terjadi pertengkaran hebat antara Edwin dengan Rowena. Rowena tidak terima jika Arzan harus ikut dengan Fatin apalagi sampai pindah kepercayaan. Maka dari itu, Edwin berniat untuk menyelesaikan masalah itu terlebih dahulu sebelum Rowena bertindak nekad untuk mengganggalkan rencana keislamannya Arzan.

Setelah beberapa saat, dari arah utara, ia melihat kedatangan seorang perempuan yang menjadi wasilah dirinya bisa berdiri di tempat suci saat ini. Yang menjadi alasan berbagai macam warna pelangi hadir di hidupnya membuat indah.

Dia Zainab.

"Zai ..."

"Bu Fatin, Mas Arzan. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Perempuan yang memakai dresscode serba putih hanya bisa menundukan kepala saat sadar pandangan Arzan sejak tadi senantiasa terarah kepadanya.

Fatin yang mendapati putranya lalai dalam menjaga pandangan langsung mengusap punggung Arzan guna mengingatkan.

"Nak."

"Astaghfirullah." Arzan mengusap wajahnya dengan kasar. Bisa-bisanya ia berbuat buruk di tempat yang suci seperti ini. Buru-buru ia meminta ampun kepada Allah Tuhan yang sudah ia yakini hanya pada-Nya lah ia menyembah dan meminta ampun.

Guna menghempaskan bisikan setan yang senantiasa mengarahkannya pada hal yang tidak baik, Arzan memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Orang tua kamu ke mana, Zai? Mereka ikut ke sini juga, kan?" tanya Arzan saat menyadari Zainab datang hanya dengan Aira saja. Terlebih berjalan kaki.

Assalamu'alaikum, IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang