Masa Depan

60 8 0
                                    

Tamara Aurelia Salim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tamara Aurelia Salim


-

Bayu Pradana Biantoro

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bayu Pradana Biantoro


-
-
-
-
-
-
-

Edinburgh, December 31

Aurel tidak pernah menyangka malam tahun barunya kali ini akan disibukkan dengan mengemas barang-barangnya. Aurel akhirnya luluh dan setuju untuk pulang sejenak ke negara dimana dia dilahirkan setelah sepuluh tahun menetap seorang diri di Skotlandia.

Aurel setuju untuk tinggal lama, tapi tidak berniat benar-benar pindah karena bagaimana pun dia sudah terlanjur menata hidupnya di kota bersejarah bernama Edinburgh itu. Aurel tidak bisa seenaknya pergi meninggalkan sekolah musik yang sudah dia bangun dengan jerih payahnya sendiri.

"Kau tidak ingin menikah, nak?"

Suara sang Ibunda masih saja terngiang di telinga Aurel. Ya, Aurel tahu betul alasan orang tuanya meminta dia untuk kembali. Pasti masalah pernikahan.

Jika Aurel bisa menjawab pertanyaan itu sesukanya, maka dia akan menjawab, "Tidak, Ibu, Aurel tidak mau siapapun masuk dalam kehidupan Aurel"

Namun Aurel masih punya hati. Rasanya keputusannya untuk pergi merantau sepuluh tahun lalu sudah cukup melukai hati orang tuanya, dia tidak ingin menambah luka lainnya lagi.

Maka dari itu, saat matahari belum terbit bahkan sisa-sisa pesta tahun baru belum dibereskan, Aurel melangkah cepat di Airport sambil menarik koper kabinnya. Sejak dulu Aurel tahu dia akan selalu kembali ke tempat yang sama, ke tempat dimana dia berasal, yaitu Jakarta.

-
-
-

Jakarta, January 1

"Nggak nyangka libur nataru ku aku pakai buat jemput kamu di bandara" oceh seorang pria sesaat setelah sosok Aurel muncul di hadapannya

Aurel mendecak, "Adiknya baru sampai bukannya disambut malah protes aja" balas Aurel

Si pria berkacamata itu terkekeh pelan, "Iya, iya, sini peluk"

Aurel menempelkan tubuhnya pada tubuh tegap pria itu, dia mendekapnya lama, biarpun sering bertengkar, Aurel sangat merindukan kakaknya.

"Merry Christmas ya!" ucap pria itu sambil memeluk Aurel

"Kemarin kan udah ngucapin di telfon" balas Aurel

"Ya udah, nggak jadi ngucapin"

Aurel terkekeh geli, lalu melepaskan pelukannya. Kemudian dia melingkarkan tangannya di lengan sang kakak dan berjalan beriringan menuju tempat parkir.

"Flora udah bisa apa, Bang?" tanya Aurel sesaat setelah keduanya sampai di mobil

"Udah bisa main piano, Rel" jawab Tama

Aurel menoleh dengan terkejut, "Really?"

"Hm, persis kayak kamu. Ya mungkin karena sering dititipin ke mama kali ya" balas Tama tetap konsentrasi menyetir

Aurel tertawa simpul, tak menyangka keponakannya yang bahkan baru lancar bicara sudah bisa bermain piano. Yah, tidak heran jika memang sering dititipkan pada neneknya. Aurel tahu betul, awal mula kecintaannya pada musik adalah karena sang ibu.

"Kamu tahu kan, nanti sore kita berangkat ke Puncak?" tanya Tama serius

Aurel mengangguk, "Tahu. Makanya aku bingung, biasanya kalau nataru kan perginya agak jauhan, ini tumben"

"Nggak sadar diri nih anak" sindir Tama

"Maksudnya?"

"Ya kamu abis terbang belasan jam emang mau langsung terbang lagi?" balas Tama

"Iya juga sih"

"Aurel, Aurel, banyak banget yang pengen abang omongin, tapi rasanya abang nggak berhak buat ikut campur" keluh Tama tiba-tiba serius

Aurel menoleh ke samping, "I know and I'm sorry kalau terlalu egois, Bang"

Suasana menjadi sedikit canggung. Iya, Tama ingin sekali memberi Aurel nasihat tentang orang tuanya yang sudah semakin tua dan butuh ditemani, juga tentang Aurel yang sudah menginjak duapuluh tujuh tahun tapi tak kunjung mengenalkan laki-laki.

Keinginan orang tua mereka sebenarnya sederhana, mereka ingin anak-anaknya selalu dalam jangkauan, sehingga apapun lebih mudah.

"Abang percaya sama kamu, abang yakin kamu bisa ambil keputusan terbaik" ucap Tama menutup percakapan

Aurel menunduk, dia tahu keadaannya, sangat tahu. Namun, keegoisan dalam dirinya belum berhasil dia runtuhkan. Aurel adalah wanita yang berambisi, dia akan melakukan apapun demi cita-citanya tercapai. Jadi, rasanya tidak mungkin jika Aurel menyerah begitu saja.

"Sekolah di sana gimana? Siapa yang handle?" tanya Tama mengganti topik

"Ada asisten sama sekretaris aku"

"Aman kan?"

Aurel mengangguk, "Aku minta mereka untuk laporan tiap malam, aku tetap kontrol dari jauh"

Tama mengangguk-angguk. Percakapan sensitif apapun harus segera diakhiri, karena mobilnya kini sudah memasuki komplek perumahan mewah. Keluarga Salim juga sudah heboh menyambut kedatangan mereka di teras rumah.

Tbc

Tristan Aditama Salim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tristan Aditama Salim

Book of UsWhere stories live. Discover now