17. Bibliotek Lektur

9 6 13
                                    

“Yah, pantas saja tuan temperamental itu bertingkah aneh dari sejak beberapa bulan terakhir; ternyata asumsi nona benar, dia—menemukan seorang mate yang tidak lain merupakan salah satu dari siswi angkatan baru yang diterima di Akademi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yah, pantas saja tuan temperamental itu bertingkah aneh dari sejak beberapa bulan terakhir; ternyata asumsi nona benar, dia—menemukan seorang mate yang tidak lain merupakan salah satu dari siswi angkatan baru yang diterima di Akademi. Hanya saja nona belum tahu siapa orangnya.” Renung seorang Shapeshifter dalam wujud seekor burung berbulu seputih salju yang terbang santai mengudara laksana deru angin yang tenang, menjadi figur kontras di antara pekatnya bentang dirgantara malam tak berbintang.

Netra bulat keemasan itu sedikit menyipit menelisik dari kejauhan—jendela kamar yang dia tuju tampak terbuka lebar disertai nyala temaram lilin yang masih menyala. “Sudah selarut ini, nona—belum tidur?” ia mengernyit, sontak mengepakkan sayapnya yang lebar—menambah lajunya terbang.

Burung itu mendaratkan mulus kedua cakar kakinya yang mencengkeram besi pagar pembatas balkon, lalu bertransformasi dalam wujud bocah laki-laki tanpa diketahui siapa pun, baru kemudian menapakkan kedua kakinya untuk masuk ke dalam kamar sang nona tanpa bersuara—mengantisipasi agar eksistensinya tidak mengganggu keseriusan fokus seorang gadis yang tengah duduk tertunduk di sudut ruangan.

Entah apa yang menjadi beban pikiran sang nona hingga ia terjaga semalaman, tangan kanannya menggenggam pena—sedang tangan yang lain memijat pelipis yang berdenyut ngilu. Tepat di atas meja yang berhadapan dengan tempatnya duduk, terdapat tumpukan belasan berkas-berkas riwayat misi, beberapa berkas terbaru masih terbuka lebar di sela-sela buku catatan yang kertasnya menguning.

Kedua netranya mengedar menatap sekeliling; bukan hal baru yang diherankan bocah itu, untuk skala kamar yang selalu gelap setiap harinya ini—jarang-jarang belasan lilin memang sengaja dinyalakan untuk sebuah alasan, bahkan meski hanya di level terang remang-remang, setidaknya ruangan hening berpenghuni itu tidaklah terlalu terkesan suram. Daya tariknya jatuh pada bentang papan tulis kapur yang—penuh ditempeli belasan lembaran secarik kertas catatan, dihiasi garis panah-panah yang saling memiliki keterkaitan laksana skema, dengan sketsa sederhana sebuah desa sebagai pusatnya.

“Nona master, apa—semua ini?” anak itu memberanikan diri bertanya, sedang yang ditanya justru bergeming. Sepertinya saking letihnya, nalar gadis ini telah buntu memecahkan konspirasi yang ternyata jauh lebih rumit dari yang diperkirakan.

“Dyviel, psikopat itu membuatku kehilangan akal.” Racau Darka setelah beberapa saat terdiam bungkam dengan kedua sorot mata yang kosong.

“Psikopat?” Sepasang alis Dyviel terangkat bersamaan, ia menggertakkan giginya. “Apa ada seseorang yang sedang mengancam, nona?! Perlukah nona bantuanku?”

Darka mengangkat kepalanya yang terkulai, lalu menggeleng pelan. Pandangannya berubah serius menatap Dyviel yang sedikit tergugah amarah tidak terima kalau ada seseorang yang berniat buruk padanya. “Kau ingat seseorang yang tidak sengaja bertabrakan denganku ketika berpapasan di keramaian pasar Desa Canla kala itu?”

“Kita tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa wajahnya kan? Tapi nona mencurigainya karena bergerak-gerik mencurigakan lantaran terjadi kebakaran tidak berselang lama setelah kepergiannya dari arah lokasi tempat kejadian perkara. Apa—orang itu yang mengancam nona? Apa dilatarbelakangi motif karena nona diasumsikan—sebagai saksi?”

Heir Of FireWhere stories live. Discover now