5. Charfork Academy

19 6 15
                                    

Matahari menyorot terang tepat di atas kepala, tidak ada angin yang berembus, panas nan gerah dan rombongan Eirene baru menempuh setengah dari perjalanan ke akademi. Setelah Eirene yang berbelok arah ke dataran kosong beraura mistis yang mengusik, mereka kembali berhenti, singgah di desa Cyrillus untuk makan siang, dan mencarikan minuman herbal untuk Gemia yang mabuk darat.

Kini setelah dia tidak lagi mual dan membaik, mulutnya—kembali mengoceh di antara koak-koakkan burung di hutan. “Demi apa pun Eirene, aku sama sekali tidak pernah membayangkan apa aku akan betah bersekolah di akademi. Yah memang akademi itu di kelilingi pepohonan hutan belantara, tapi tetap saja entah seberapa panasnya tempat itu. Apa lagi harus tidur sekamar dengan beberapa murid di sana.”

“Tch, apa bedanya dengan AI? Kau yang sudah pernah bersekolah di sana pasti tahu jika sekolah para bangsawan pun ada sistem asrama.” Entah kenapa Eirene malah menyahutinya, padahal tahu membalas ocehan Gemia malah tidak akan ada habisnya. Ia merutuki itu, didiamkan pun gadis itu tidak akan berhenti.

“Tentu saja berbeda, para putri yang sekamar denganku punya tata krama. Sedangkan mereka? Aku tidak tahan jika mereka jorok. Pasti tempat tidurnya tidak sebesar milikku di istana. Lalu bagaimana dengan makanannya? Apa higienis dan bersih? Terus mandinya? Aku selalu mandi dengan air hangat dan bunga, aku pasti tidak akan mendapatkannya di sana. Aaahhh, aku pasti akan mati dalam waktu seminggu, astaga!” keluhnya disertai teriakan-teriakan histeris. Jika saja ada opsi tuli sementara, Eirene ingin tidak punya telinga sehingga tidak harus mendengar ocehan Gemia yang berlebihan.

Sang pangeran beralih mengajak bicara sosok pria tegap yang mengendarai kuda coklat dan mengawalnya; dengan begitu, Gemia akan terdiam karena merasa ocehannya sama sekali tak ia dengarkan. “Emm, paman.. CA itu tempat seperti apa? Sejauh yang kutahu hanya seputar citra baik dan sistem pengajaran di sana, belum memiliki gambaran seperti apa suasananya.”

Pria itu menyejajarkan langkah kudanya dengan kuda putih yang Eirene tunggangi. “Sulit menjelaskannya jika Anda tidak mengetahuinya sendiri, yang mulia. Sesampainya Anda di sana, kalian akan disambut oleh salah seorang senior yang bertugas menjadi duta yang mengenalkan kalian lokasi CA dan tugas-tugas rutinitas kalian sebagai murid. Mungkin akan ada satu hari untuk masa orientasi pengenalan sekolah. Kalau dari segi latihan dan pembelajaran, atau mengenai adanya pembagian murid berdasarkan murid biasa atau memiliki soleil—kau bisa tanyakan lebih lanjut pada Jov.”

“Nah persis seperti julukannya sebagai ‘tanah perdamaian,’ akademi dengan terbuka menampung murid dari kalangan semua ras Creatures, mereka hidup berdampingan dengan manusia. Sebagian Elf, ada pula Werewolf, mermaid, Demigod, dan entahlah. Yang jelas bukan kaum vampir, penyihir hitam, atau iblis.”

“Itu berarti ada monster juga?! Ya ampun, kenapa orang tuaku tega mengirimku ke sana?!” pekik Gemia, lagi.

“Tch.. Jangan dengarkan dia paman, lalu bagaimana jika salah seorang dari tiga kaum terlarang itu menyerang CA atau menyusup ke dalam?” sela Eirene, tak mengidahkan jeritan Gemia. Membuat gadis itu cemberut sebal.

“Itu tidak akan pernah terjadi yang mulia, CA dikelilingi barier perisai magis tak kasat mata yang mampu membakar dan menghempaskan orang-orang yang sengaja berniat buruk ke sana. Anda mungkin belum pernah mendengar ceritanya, tapi dulu; Dewa Zeus sendirilah yang menciptakan perisai itu karena putrinya meninggal terbunuh oleh monster mitologi utusan iblis yang berusaha menghancurkan CA semasa tempat itu awal dibangun. Putrinya tidak selamat, namun sejak saat itu ia memberikan anugerah pada setiap keturunan dewa yang meninggal karena pertarungan atau perang; maka rohnya akan langsung bereinkarnasi pada setiap bayi yang lahir di hari yang sama dengan kematiannya.”

Heir Of FireWhere stories live. Discover now