18. Hati yang Diuji

33 2 2
                                    

"Ujian cinta itu selalu datang menguji dua insan yang saling mencintai. Apakah dia akan bertahan atau malah kandas di tengah jalan. Tapi, siapapun dia yang akan menang, merupakan ketetapan Tuhan sejak zaman Azali. Hanya saja prosesnya saja yang terkadang menyakitkan."

***

Tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kamelia dikejutkan dengan kedatangan seorang tamu yang tak ia kenal. Papa Dharma dan Mama Aster tiba-tiba saja memanggil dirinya untuk bersama-sama menemui tamu tersebut.

Seorang lelaki dengan didampingi oleh kedua orang tuanya itu tampak asing baginya. Penampilan yang serba orang kantoran dengan dasi yang menggantung di lehernya, membuat Kamelia bisa menebak sifat-sifat lelaki tersebut.

"Nak, ini Aditya. Lelaki yang pernah Mama ceritakan."

Kamelia langsung mengerti maksud kedatangan mereka. Ia tak habis pikir, apakah orang tuanya masih belum berubah seratus persen. Hingga ingin ia menikah dengan orang yang tak ia cintai. Pikirnya tentang kedua orang tuanya mulai negatif. Namun segera ia menampik pikiran tersebut. Ternyata perjuangan ia selama di pesantren tidak sia-sia. Setidaknya ia memiliki bekal untuk bersikap yang baik kepada orang tua.

"Memang kenapa Ma?"

"Kamelia, kamu tahu? Mama dan Papa ingin sekali memiliki menantu. Kami udah tua. Udah saatnya menggendong cucu."

Memang Kamelia adalah putri tunggal dan usianya masih sekitar dua puluh atau dua puluh satu. Tapi, sebenarnya orang tua Kamelia tidak lagi muda hanya karena memiliki satu putri. Mereka menikah lama. Dan baru diberi anak ketika usia tiga puluhan.

"Dan maksud kedatangan mereka ke sini untuk meminang kamu."

Seketika hati Kamelia serasa dihantam oleh ombak. Apa yang dia khawatirkan terjadi. Seketika semua kenangannya dengan Arya mulai terputar di otak. Orang yang diharap-harapkan datang ke sini ternyata berbeda. Tidak sesuai harapan.

Saat itu ia begitu bimbang. Ia tak akan seenaknya lagi membantah permintaan orang tua seperti dulu. Karena selain dirinya menuntut agar orang tuanya tak egois, dirinya juga harus bisa untuk tak egois. Kamelia mengerti itu karena ia belajar tentang psikolog.

"Perkenalkan, nama saya Aditya." Sambil mengulurkan tangan hendak berjabat tangan.

Kamelia tersenyum, namun tak menyambut. Hanya memberi isyarat saja. Karena hal tersebut juga ia dapatkan ketika mengikuti pesantren kilat.

Begitu detailnya ayah dari Aditya menjelaskan latar belakang dari anaknya itu. Mulai dari pendidikan hingga suksesnya karir pemilik restoran terkenal di Bandung.
Namun, Kamelia hanya tersenyum menanggapi.

"Maaf Pak, Bu, dan Nak Aditya. Jawaban akhir tetap kami serahkan kepada Kamelia. Karena dia yang menjalani," terang Papa Dharma.

Seketika hati Kamelia gembira. Ternyata orang tuanya tidak memaksakan kehendak. Hanya saja, keinginan mereka berdua adalah agar ia segera menikah.

Ia tengah berpikir. Ia tak langsung menerima juga tak langsung menolak. Itulah adabnya. Terlebih lagi, keluarga Aditya adalah teman dari kedua orang tuanya.

"Kamelia minta waktu buat istikharah ya Pak, Bu!" minta Kamelia.

Mereka semua tersenyum mendengar jawaban dari Kamelia. Begitu juga Aditya. Ia termanggut, tampak mengerti keinginan Kamelia.

"Iya Nak. Tidak harus langsung dijawab. Justru kedatangan kami ke sini untuk saling kenal dulu," jelas Ibu dari Aditya.

Terlihat jelas sekali dari penampilan, bahwa keluarga dari Aditya tak berbasis agama. Terlihat sekali, dari ibunya yang berpenampilan terbuka, ayahnya yang seperti pejabat, dan Aditya yang berpenampilan ala orang kantoran.

Sebenarnya hati Kamelia menolak. Ia berharap dengan adanya istikharah, ia bisa menolak secara halus tanpa harus menyakiti perasaan orang lain dan meyakinkan hati Papa dan Mama. Juga memberi peluang untuk mengharapkan kehadiran Arya di rumahnya.
.
.
.
.
.

Hai teman readers! Boleh nggak aku minta follow, vote, komen? Biar aku semangat gitu🤭
Biar nggak sepi lah😂

Derita Asmara Tiga Hati (DATH) TERBIT✓ Where stories live. Discover now