13. Luka di Hati Vidya

36 2 0
                                    

"Pecinta sejati adalah seorang yang rela melihat kekasihnya bahagia dengan pilihannya sendiri, bukan harus dituntut mengikuti keinginan dirinya. Ibaratnya, manusia jika suka pada burung tertentu, ia akan mengurungnya dalam sangkar. Namun, Allah tidak, justru Dia akan membiarkannya bebas menjelajah alam."

***


Di hari libur ini, Vidya dan ayahnya berencana untuk silaturahim ke keluarganya Arya. Masih daerah Yogyakarta, namun perjalanan bisa ditempuh kurang lebih setengah jam menggunakan kendaraan pribadi. Itupun kalau tidak terkendala macet.

Perasaan Vidya sangat senang. Meskipun Arya masih belum bisa mencintai dirinya, setidaknya ia berusaha juga memperjuangkan cintanya, meskipun tahu ia akan kalah dengan cinta yang hadir lebih dahulu di hati Arya, yaitu sahabatnya, Kamelia. Setidaknya ia juga berusaha seperti sahabat Salman al-Farisi yang melamar si wanita meskipun akhirnya ditolak.

Vidya adalah sosok wanita tauladan di era modern. Meskipun tak bercadar, namun tingkah lakunya sangat sopan. Meskipun hatinya tersakiti, namun ia masih rela berkorban. Meskipun parasnya tak secantik Kamelia, namun hatinya lebih cantik dari Kamelia. Ia tegar. Tak mau memperlihatkan kesedihan di hadapan orang lain. Karena ia tak mau memberatkan pikiran orang lain hanya karena dirinya.

Vidya adalah keluarga berkecukupan, tidak kaya juga tidak miskin. Karena rasa cukup selalu tertanam di hati keluarganya.

Ayahnya memiliki TPQ yang kokoh di sebelah rumah. Sebagai penerus, Vidya juga harus bisa menemukan calon suami yang juga bisa meneruskan perjuangan ayahnya itu. Dan Arya masuk dalam kategori itu. Namun, entah dengan hasilnya. Ia hanya bisa pasrah. Toh juga laki-laki baik tidak hanya satu. Pandangan jangan terlalu sempit, yang hanya berpatokan pada satu orang saja. Itulah prinsipnya. Ia tidak mau sakit hati.

Mobil Avanza yang dikendarai oleh ayahnya sendiri, Pak Ali, tengah melaju diantara kerumunan di jalan raya. Ia duduk di samping ayahnya itu. Bukannya sang ibu tidak mau ikut, namun Vidya memanglah sudah piatu sejak ia tengah serius-seriusnya hendak khatam kitab alfiyah di pesantren.

Itu adalah cobaan baginya, karena harus kehilangan sosok ibu tercinta. Yang telah berperan penting dalam membangun moral dan akhlaknya sejak kecil. Ia begitu sedih. Namun, ia tahu kesedihannya tak boleh terlalu berlarut-larut.

"Abi, tolong mampir di toko baju koko pria dong," minta Vidya pada abinya.

"Buat Abi ya?" Sang Abi menggoda putri tunggalnya itu.

"Ah, Abi ini masak pakai nanya buat siapa," ucapnya dengan memanyunkan bibir. Ia begitu manja dengan Abinya. Ia begitu sayang dengan orang tua yang masih Allah anugrahkan kepadanya.

"Duh, soo sweetnya putri Abi." Sambil tersenyum manis.

Vidya pun juga tersenyum. Ia memilih baju Koko yang bagus dan bermerek di sana. Ia hanya mengira-ngira ukuran Arya sama dengan ukuran baju abinya. Karena postur tubuh yang hampir sama. Sebegitu perhatian dan telitinya Vidya dengan Arya. Karena begitulah hakikatnya cinta. Harus kenal dengan segala yang berhubungan dengan yang dicintai.

Ia juga membeli buah-buahan sebagai buah tangan. Sekira dirasa sudah cukup, Abi dan Vidya segera meluncur melanjutkan perjalanan. Sempat mereka terkendala macet, namun tak lama. Hingga perjalanan yang mestinya memakan waktu setengah jam, menjadi terlambat lima belas menit.

Sampailah mereka di depan rumah Arya. Ekonomi orang tua Arya yang lebih dari cukup, membuat Arya memiliki rumah yang mewah. Namun, tak terbesit di hati Arya perasaan sombong. Karena ia tahu semua hanyalah titipan dari Sang Maha Pencipta. Dan pada saatnya nanti, titipan itu akan diminta kembali oleh pemiliknya.

"Assalamualaikum," ucap Pak Ali sambil mengetuk pintu pelan.

Tak lama kemudian, daun pintu terbuka, menampakkan sosok perempuan muda yang masih menduduki bangku SMP.

"Wa'alaikumussalam. Loh, Kak Vidya." Avira heran dengan kedatangan mereka. Terkejut karena tak ada kabar tiba-tiba sudah di depan mata.

"Silahkan masuk Kak Vidya dan Pak Ali." Avira pun mempersilahkan masuk. Setelah itu dirinya segera memanggil kedua orang tuanya.

Sama dengan Avira, kedua orang tua Arya juga terkejut. Datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Bukan apa-apa, tapi yang ditakutkan ketika mereka datang, kedua orang tua Arya tidak ada di rumah. Dan untungnya ketakutan itu tak terjadi.

"Ya Allah, Pak Ali apa kabar," ucap Pak Danu, ayah Arya, sambil menjabat tangan Pak Ali.

"Alhamdulillah baik, Pak. Gimana kabar sekeluarga?"

"Alhamdulillah baik juga."

Bu Salmah pun datang memberi wejangan sepantasnya.

"Jadi, sebenarnya kami datang ke sini hanya bentuk silaturahim dan juga untuk membahas kelanjutan perjodohan anak kita." Pak Ali tersenyum.

Bu Salmah yang mendengar itu, hatinya sedikit gelisah. Beliau kebingungan hendak berkata setelah apa yang terjadi dengan Arya. Beliau memasrahkan sepenuhnya kepada sang anak. Tidak mau membebani sang anak.

Selang beberapa menit, Arya datang, namun tak untuk duduk. Pak Ali dan Vidya keheranan karena tampilan Arya yang rapi seperti hendak pergi. Arya juga sedikit terkejut dengan kehadiran Vidya dengan ayahnya itu. Karena memang tak ada rencana dari awal.

"Loh, kamu mau kemana, Nak?" tanya Pak Danu.

"Arya mau ke acara Award, Yah. Mau bantu support Kamelia."

Mendengar itu, Kamelia yang awalnya semangat menjadi lemas. Yang awalnya ceria menjadi kecewa. Namun, ia tak tunjukkan itu. Hanya dirinya saja yang tahu. Sejenak Vidya melihat baju Koko yang terbungkus dengan tasnya. Sedikit rasa kecewa yang dirasakan, namun ia segera bangkit.

"Ini ada Vidya dan Abinya ini gimana?" tanya Ayah.

Arya terdiam. Sejenak melihat Pak Ali. Sedangkan Vidya, didapatinya tengah menundukkan pandangan.

"Oh, nggak apa-apa Pak. Biarkan Mas Arya pergi. Kan udah prepare. Lagian kedatangan kami tak ada kabar sebelumnya." Vidya membela.

Bunda Salmah yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam menyaksikan. Tak bisa berkata apa-apa.

"Iya nggak apa-apa Arya. Kamu pergi aja," imbuh Pak Ali.

"Ya Allah, maaf ya Pak, Vid. Insyaallah lain kali aku main ke rumah Bapak," ucap Arya.

Vidya bertanya-tanya, dengan tujuan apakah Arya berkunjung? Untuk melamar kah? Atau hanya sekadar berkunjung? Padahal kedatangan Abinya kali untuk membahas perjodohan. Meskipun Vidya tahu itu hanya sia-sia.

Arya segera beranjak setelah berjabat tangan. Setelah beberapa langkah, dirinya mendengar Vidya terbatuk.

"Kamu sakit, Vidya?" tanya Bu Salmah.

"Wajahmu kelihatan pucat," imbuh Pak Danu.

"Nggak Pak, Bu. Hanya sedikit meriang. Kurang istirahat gara-gara tugas kuliah." Vidya beralasan.

Pak Ali was-was. "Apa mungkin Vidya kambuh?" pikirnya dalam hati.
.
.
.
.
.

Yang sabar ya Vid!😢
Kalo jodoh pasti akan bertemu. Yakin itu!

Derita Asmara Tiga Hati (DATH) TERBIT✓ Where stories live. Discover now