5. Pertemuan Kedua

38 2 0
                                    

"Cinta itu ibarat tanaman yang butuh dirawat dan disiram agar bisa tumbuh dengan baik. Begitu juga dengan cinta. Ia butuh dikasih sayang dan diperhatikan agar dia tidak layu. Begitu banyak yang awalnya cinta, namun menjadi sirna sebab diabaikan begitu saja. Dan begitu banyak yang awalnya benci menjadi cinta sebab diperhatikan sepenuh hatinya."

***

"Kalau Neng Kamelia merasa jenuh, coba deh ziarah makam wali terdekat lah. Sunan Kalijaga di Demak misalnya." Di tengah perjalanan, pak Karman memberikan solusi kepada majikan mudanya itu agar hidupnya bisa lebih tenang dan terarah.

"Iya Pak, makasih."

"Atau kalau Neng mau main ke rumah Bapak juga silahkan! Rumah Bapak adem banget suasananya. Selain karena memang di pedesaan, juga masih di wilayah pesantren kecil di daerah Bapak. Jadi ayem deh tiap hari dengar orang ngaji."

"Wah, betul juga Pak ya. Insyaallah deh kapan-kapan."

Ketika seru-serunya mereka mengobrol, tiba-tiba pak Karman ngerim mendadak. Saat itu mereka sudah mendapatkan setengah perjalanan. Mereka terhenti di jalan kecil, namun masih ramai kendaraan.

"Ada apa, Pak?" tanya Kamelia.

"Kayaknya bannya bocor Neng. Bapak cek dulu ya!"

Pak Karman pun keluar guna mengecek ban mobil. Sedangkan Kamelia terus melihat jam yang melingkar di pergelangan kirinya. Ia tampak sedikit gusar, karena sudah bisa dipastikan kalau dirinya bakalan terlambat sampai di Magelang.

"Gimana Pak?" Kamelia pun keluar dari mobil. Didapatinya sopir pribadi tersebut tengah mengecek bagian ban mobil.

"Wah, ini harus dibawa ke bengkel Neng. Bapak harus nyari bengkel terdekat."

"Aduh, lama nggak Pak?" Kamelia terlihat gusar.

"Gimana ya Neng. Maaf banget ya! Soalnya bengkelnya juga belum nemu. Ini lagi cari info dari teman bapak." ucap pak Karman sambil memencet handphone.

Selang satu menit kemudian, sebuah mobil yang tak dikenal melambat pada mereka. Pemilik pun keluar. Dan Kamelia sedikit kaget mengetahui si pemilik mobil.

"Ada apa Kamelia," tanya seorang pria yang baru saja kemarin ia kenal. Pria yang baru saja menolongnya dari pelecehan. Dia adalah Arya, Arya Binsar.

"Iya nih Kak, ban lagi bocor. Akunya lagi buru-buru mau ke Magelang," Kamelia menghormatinya sebagai kakak kelas.

"Ke Magelang? Malam-malam begini. Ngapain?"

"Mau rapat sama produserku. Soalnya mau ada perilisan album terbaru."

"Oh," Arya tidak terkejut karena memang ia telah tersohor sebagai penyanyi religi.

"Gimana Pak, udah nemu bengkel?" tanya Arya pada pak Karman.

"Alhamdulillah udah. Tapi sekali lagi maaf ya Neng, perbaikannya bakalan lama."

"Biar aku anterin Kamelia Pak!"

"DEG" Kamelia terkejut.

Ia tak menyangka akan mendapat tawaran dari kakak kelas yang baru saja ia kenal. Namun, pemikirannya tentang Arya belum berubah. Masih menganggap sama dengan pria lain.

Yaitu mencari celah untuk mendapatkan hatinya. Tapi, ia tak akan membiarkan itu terjadi. Ia sudah letih tersakiti dengan laki-laki. Ia memilih untuk menyendiri. Karena, dengan sendiri ia terbebas dari sakit hati.

"Nggak usah deh."

"Nggak apa-apa, Mel. Kamu tenang aja. Ada adik perempuanku di mobil."

Mendengar itu Kamelia teringat dengan Vidya. Ia tak habis pikir kalau teman dekatnya itu memiliki saudara laki-laki di kampus. Dan ia tak pernah cerita mengenai itu.

Sekali lagi ia melirik jam. Wajahnya semakin gusar. Mungkin ia akan menerima tawaran dari Arya.

"Tak apalah, lagian juga ada Vidya di mobil," pikirnya.

"Baiklah. Makasih Kak!"

Arya tersenyum lebar dan segera mempersilahkan Kamelia memasuki mobil miliknya. Kamelia begitu heran apa yang membuat hati pria tersebut senang sehingga memancarkan senyum begitu tulus.

"Aku pamit dulu ya Pak."

"Iya Neng hati-hati. Nanti kalau mobil udah bener, bapak segera jemput ke Magelang."

"Iya Pak, Makasih. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Kamelia terkejut melihat perempuan di mobil. Ia pun bertanya ketika  mobil mulai di jalankan,

"Loh, kirain Vidya."
Lagi-lagi Arya tersenyum.

"Ini adikku, Mel. Namanya Avira."

"Salam kenal Mbak," ucap Avira memperkenalkan diri yang duduk di sebelah Arya, sedangkan Kamelia di kursi tengah.

"Trus, Vidya adik nomor berapa?"

Kamelia merasa bingung, karena kali ini Arya tidak hanya tersenyum, namun tertawa sedikit keras. Anehnya lagi Avira juga ikut tertawa.

"Iya, Vidya itu memang saudaraku. Tapi, saudara jauh. Bukan kandung," jelasnya sehingga membuat Kamelia tersentak.

"Dasar tuh anak. Awas aja ya!" gerutunya itu dapat didengar oleh Arya, sehingga membuat dirinya tersenyum kembali.

Derita Asmara Tiga Hati (DATH) TERBIT✓ Where stories live. Discover now