Ignite ; Great Apple

261 43 7
                                    

"Bicara soal usia! Bukankah usia Bentley lebih matang untuk menikah ketimbang Louis?"

Suasana semakin canggung karena ucapan Sang Raja. Seluruh keluarga Black menghentikan kegiatan dan beberapa tanpa disadari berusaha melihat raut muka Yoonbin yang tidak pernah ramah dikalangan para penghisap darah.

Guanlin tersenyum canggung sebelum berujar, "Aku bukan anak Sulung, Yang Mulia. Aku tidak memiliki tanggungan dan hanya kebetulan bertemu dengan Soulmate ku lebih cepat."

"Tentu, tentu saja." Sang Raja berjalan menuju dua bersaudara itu. Tangannya memegang segelas darah, ia julurkan meminta sebuah tos dari Yoonbin. "Black akan selalu di terima disini."

Yoonbin memberikan apa yang Raja mau, meski tidak puas dengan wajah angkuh Yoonbin. Sang Raja kembali berkata-kata. "Kau menikmati pestaku?"

"Mengingat betapa banyak nya nyawa yang melayang diluar sana dan kau memutuskan untuk mengundang kalangan ningrat berpesta disini? Aku menemukan diriku menikmati tiap tetes darah yang kau berikan, Yang Mulia." Jawab Yoonbin sarkas.

"Aku hanya ingin menjaga peradaban kita sejahtera, Bentley."

Yoonbin sempat terkekeh. Meremehkan setiap ucapan sang Raja. "Aku sempat berpikir kau dan Orion telah bekerja sama. Tapi kemudian aku mengingatnya..."

"Ingat apa?" Raja tampak ragu.

Dan Yoonbin memberikan sebuah senyuman miringnya. "Bahwa tahta mu saat ini terancam, dan betapa mudahnya mengambil tahta itu mengingat kalangan Penghisap darah mengikuti yang terkuat. Bukan Ningrat."

























•••
















Cklk!



Yedam berbalik. Menemukan Doyoung yang masuk ke dalam kamar membawa senampan makanan dan beberapa obat.

"Aku mendengar suara Aiur." Yedam bersuara. Namun sayang, Doyoung tidak menghiraukannya. "Bagaimana kondisinya?"

Doyoung mengalihkan pandangan. "Ini bukan waktu yang tepat kamu memikirkan Aiurㅡ"

"Kamu nggak bisa kurung aku selama nya disini."

"Lalu apa? Beritahu Aiur segalanya?" Doyoung memotong dengan sedikit membentak.

Yedam menggeleng keheranan. Anak itu duduk di atas kasur dengan wajah penuh keputusasaan. Dan kemudian Doyoung ikut duduk disebelahnya, keduanya hanya terbengong meratapi nasib yang entah bagaimana bisa menjadi seberantakan ini.

Sudah hampir seminggu Yedam di kamar itu dan dirinya hampir gila karena khawatir dengan banyak hal. Namun keadaannya saat ini sangat tidak memungkinkan dirinya keluar, juga ada Nenek Olle dan Doyoung yang melarangnya bertemu Aiur.

"Nenek Olle akan buka suara. Aku yakin." Yedam berseru.

Doyoung menggeleng. "Kamu salah. Aiur bertanya soal Jun, dan Nenek Olle membawanya pergi."

"Jun?" Yedam menghela nafas berat. "Aku nggak nyangka semuanya bakal terungkap secepat ini."

"Apakah keputusan kita membawa Aiur ke sini sudah benar?" Doyoung bertanya dengan nada sendu.

Yedam menggeleng. "Setidaknya kita sampai dengan selamat. Dan kamu harus berusaha mengendalikan diri sekuat mungkin, Rao."

"Kenapa kamu nggak beritahu sejak awal?ㅡ"

"Apa kita akan bertengkar lagi dengan topik yang sama?" Yedam berdiri dengan wajah marah. "Kamu tau kita nggak akan dapat penyelesaian atas apa yang kita debatkan!"

Doyoung tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Dan memilih pergi, meninggalkan Yedam dengan penuh keraguan dan kekecewaan.

Ada perasaan kalut dan putus asa disana. Doyoung tidak pernah merasa begitu bersalah seperti sekarang ini. Dan yang hanya bisa lakukan hanyalah menjaga Jihoon lebih dari yang harus dia lakukan setiap hari.




















•••













Jihoon kenal dirinya.

Dirinya yang begitu ayu, wanita cantik dengan rambut panjang ituㅡ Tentu saja dirinya familier di benak dan mata Jihoon.

"Jun?"

Jihoon melihat jelas bagaimana rupa Jun kala dirinya masih seorang goddes. Seorang dewi alam yang amat sangat menawan mengingat dirinya adalah dewi kecantikan. Jihoon melihat segalanya, bagaimana Jun tumbuh dan mengetahui bahwa nama asli Jun adalah Jules.

Jules sang dewi alam, kesuburan dan kemakmuran.

Semua makhluk mengagumi dan menghormati nya. Bahkan para hewan di hutan selalu mengikuti kemana dirinya pergi karena sosok nya benar-benar menarik perhatian, juga perhatian Jihoon.

Namun kejadian itu juga tidak luput dari pandangan Jihoon.

Jules menyelinap ke Kebun Hesperides dan dengan mudah mengelabui Drakon Ladon dengan pesona nya. Sesuatu yang sangat terhina karena Jules memberikan dirinya dengan suka rela. Disanalah Drakon Ladon lengah, dan Jules mencurinya...

The Great Apple milik Dewi Idun yang seharusnya tidak diperuntukan kepada siapapun. Jun mencurinya.

Dia menjadi Dewi yang dikutuk menjadi Roh Serigala. Dan takdir membawanya kepada Jihoon.

Jihoon merasa tercekat. Selama ini dirinya berpikir Great Apple adalah pemberian Moon Goddes namun kenyataannya, Great Apple adalah barang curian yang dengan sial nya masuk ke tubuh Jihoon hanya karena kecerobohan Jules.

'Maafkan aku, Aiur. Aku tidak bermaksud untuk melukaimu.'

Kini Jihoon berdiri disana, ditempat sepenuhnya kosong dan serba putih. Disana Jun berdiri dengan derai air mata yang tidak ada habisnya. Menularkan nya kepada Jihoon, hingga anak itu ikut menangis karena merasa iba dengan dirinya yang tertimpa kemalangan ini.

'Kau egois. Kau tidak pernah membela ku bahkan saat Ben hampir melukaiku. Kau memang berniat membunuhku.'

Jun menggeleng. 'Aku mencintaimu, Aiur. Apple ini membuatmu awet muda.'

'Aku tidak membutuhkan Apple sialan itu! Dan berhenti mengatakan kau mencintaiku. Kau hanya pengecut yang bersembunyi di badanku agar kau bisa menikmati Apple sialanmu itu sendirian!'

Jihoon menggelengkan kepalanya ketika tangan Jun ingin meraihnya. 'Aku benar-benar membencimu, Jun. Aku harap kau tidak pernah menjadi Serigalaku.'













Jihoon bangun dengan kepala berdenyut. Ia sesegukan dalam larut dalam tangisnya, ia tidak sanggup menahan rasa kecewa dan kemarahan yang ada dihatinya.

Nenek Olle hanya bisa mengusap kepala Jihoon yang menangis memeluk dirinya sendiri di atas dipan disebelahnya tersebut. Bagaimanapun juga, Jihoon lah yang meminta jawaban dan Nenek Olle hanya memberikan apa yang Jihoon minta.

Meskipun Nenek Olle tau, Jihoon pasti akan sangat terluka dengan fakta yang memang terasa sangat mengkhianati dirinya.

"Aku ingin bebas, Nenek. Tolong lah aku." Rintih Jihoon.

"Bukan wewenangku, Sayang."

Jihoon bangun, duduk dihadapan Nenek Olle masih dengan wajah sembab dan air mata berderai. "Apakah Great Apple akan sangat berbahaya untukku?"

Dengan sangat amat terpaksa, Nenek Olle menjawab; "Jika Great Apple diambil dari tubuhmu... Kau akan mati, Aiur."























•••

hai epribadi❤️

IGNITE | binhoon ft. dodamWhere stories live. Discover now