Ignite : Damiel dan dua pengkhianat

680 141 62
                                    

"Aku mencium bau Aiur. Mungkin kemarin mereka sudah lewat sini."

Doyoung seolah berucap kepada tembok, karena lawan bicaranya justru berjongkok dipinggir sungai. Hanya menatap aliran tenang dan pantulan dirinya disana, Yedam tidak memperhatikan wajah kesal Doyoung.

"Kita harus cepat mencapai bukit itu. Kalau kita sampai sebelum soreㅡ"

"Air punya ingatan, Rao." Yedam memotong kalimat Doyoung, mendengar langkah Doyoung yang mendekat, Yedam mendongak. "Air merekam semua hal yang nggak bisa kita ingat."

"Apa maksud ocehanmu ini?"

Yedam memasukan satu tangannya ke dalam air. "Ben membawa Aiur melalui teleportasi." Yedam berdiri, menatap wajah marah Doyoung. "Dua hari yang lalu... Artinya, mungkin Aiur sudah dekat dengan rumah Peramal itu."

"Dan kamu mengoceh begini? Membuang waktu, kamu tau?" Sinis Doyoung.

"Aku berusaha membuatmu sadar. Bahwa kepergian kita mungkin nggak akan bisa menyusul mereka."

Doyoung terkekeh sinis melihat raut wajah datar yang Yedam berikan. "Kalimatmu terdengar sendu, namun wajahmu angkuh. Inilah kenapa aku benci manusia, rendahan tapi sok tau dalam banyak hal."

"Sejujurnya lebih baik kamu mulai berhenti menekan dirimu buat benci sama manusia, Rao."

"Why? Nggak ada juga alasan bagus untuk aku nggak membenci manusia!"

Yedam menghela nafas kasar. "Masa depan itu lucu, Rao. Mutlak, tapi berbayang. Hanya karena masa depan dikata mutlak, bukan berarti kamu bisa mengucapkan segala hal seolah kamu tau semuanya."

"Berkaca, Logan. Dari awal kita bertemu kamu lah yang memulai semuanya. Kamu dan keluargamu... Pelahap maut mengincar mereka dan dirimu." Tunjuk Doyoung tepat didepan wajah Yedam.

Dengan cepat Yedam menepis tangan Doyoung. "Setidaknya berterimakasih lah kepada orang tuaku. Karena mereka menjamin keselamatan Aiur malam itu."

"Orang lemah layaknya mereka memang patut di korbankan."

Yedam habis kesabaran. "Kamu sebut kamu adalah calon penerus Pack?"

"Aku memimpin kaum ku, bukan kaum rendahan seperti kamu dan keluargamu itu!"

Doyoung memundurkan diri selangkah. Menatap raut kecewa yang luar biasa terlihat dimata Yedam. Memang hanya sekilas, namun sangat jelas. Dengan cepat Yedam mengembalikan wajah kakunya, namun sorot matanya sudah berbeda.

"Aku harap keturunanmu nggak mencontoh hal buruk yang sedang kamu banggakan kepadaku saat ini." Gumam Yedam lirih sekali.

Sebuah sindiran yang anehnya membuat Doyoung membeku. Tidak mampu membalas ucapan yang terkesan menghina kepada dirinya.

Satu matanya berubah kuning pastel. Sam dan Doyoung berkomunikasi, sesekali Yedam bisa lihat raut wajah Doyoung yang semakin tidak nyaman dipandang. Yedam memutuskan untuk pergi, menjauh sejenak seolah memberikan waktu untuk Doyoung dan Sam berkomunikasi.

Yedam tidak pernah masalah menjauh dari Doyoung. Toh anak itu memang membenci Yedam sejak awal, Doyoung dan perangai nya. Kalau saja anak itu kenal Pelahap maut lebih awal, Yedam penasaran apakah Doyoung akan bergabung dengan para penganut darah suci itu.

Langkah Yedam memberat. Matanya perlahan menatap fokus ke arah pepohonan pinus di seberang lembah yang ada di kanan nya. Yedam berbalik dan menemukan Doyoung yang kini matanya berubah kuning pastel keduanya.

"Sam?" Panggil Yedam.

Doyoung menoleh. "Bersembunyi lah dibalik pohon itu. Jangan keluar apapun yang terjadi."

IGNITE | binhoon ft. dodamWhere stories live. Discover now