Ignite ; diskusi sepihak

246 54 15
                                    

"Miel?"

Mata Yedam terbuka. Setelah menghela nafas panjang akhirnya Yedam membalik badan, berhadapan dengan Jihoon yang wajahnya mengantuk namun matanya masih terjaga. Keduanya menatap cukup lama, sampai akhirnya Jihoon membenarkan posisinya agar lebih nyamam bicara dengan Yedam.

"Sudah mendingan?"

Yedam mengangguk. "Maaf."

Kemudian Jihoon balas dengan menggeleng. "Cuma penasaran aja. Selama kenal kamu, baru kali ini kamu nangis, bahkan separah ini." Suara Jihoon agak serak.

Lawan bicara tidak ingin menanggapi. Karena sejujurnya Yedam lelah, dan tidak tau harus menjawab apa atas ucapan Jihoon barusan. Yang pasti perbuatan Sungchan sudah mengacaukan segalanya.

Perlahan tanpa Yedam sadari air mata kembali mengalir. Membuat helaan nafas berat terdengar, Jihoon mengusap pipi Yedam, namun lagi-lagi air matanya terus mengalir.

"Apa kepergian Ame bikin kamu sedih?"

Yedam menggeleng, "Aku bahkan mengenalnya baru empat hari."

"Soalnya waktunya pas banget."

"Aiur, kamu benci Rao?" Tanya Yedam tiba-tiba.

Jihoon mengangguk polos. "Si brengsek cerewet."

Yedam terkekeh ditengah isak tangisnya. Meskipun dia tau Jihoon bercanda, tapi jawaban itu mungkin jujur dan Yedam tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

"Terlepas dari... Rao mencampuri urusanmu dengan Ben. Dengan... Nenek Olle, maksudku... Ini soal kamu dan Pack. Martabat, harga diri dan... You know
.." Yedam terhenti sejenak karena terisak.

Jihoon menangkap sesuatu yang ganjal dari percakapan ini. "Terlepas dari semua. Rao terlahir setelah aku, dia kembaranku. Seberapa bencinya aku, Miel... Nggak akan mengubah fakta kami ini kembar hampir identik. Sedarah, sekeluarga... Dengan takdir yang jomplang."

Anggukan Jihoon terima. Yedam meraih tangan Jihoon untuk digenggam, kemudian menabur sebuah senyum simpul.

"Terimakasih mau tidur denganku malam ini."

"Aku yang terimakasih." Jihoon bertengkar dengan Yoonbin, mana mungkin mereka tidur satu tenda malam ini. "Ayo tidur, aku mengantuk."

"Aiur..." Jihoon menoleh sekali lagi. "Jika saja... Suatu hari, Rao melakukan sesuatu yang mungkin akan mengecewakanmu... Apakah kamu akan memaafkan dia?" Satu lagi pertanyaan yang membuat Jihoon si mengantuk harus berpikir.

"Seperti?"

Yedam menggeleng. "Intinya yang sangat mengecewakan..."

"Seperti... Dia memilih latihan dengan Ayah timbang main game bersamaku?" Jihoon menyerngit, Yedam lagi-lagi kelihatan akan menangis. "...Ku maafkan. Asalkan jangan meninggalkan aku ditengah game lalu aku kalah."

Hening.

Jihoon menggeram pelan kemudian tersenyum. "Selamat tidur, Damiel."

Sedangkan Yedam, termenung.

Perumpamaan yang sangat tidak lucu.









































Sudah satu minggu empat orang itu habiskan di belanatara. Dihari ketujuh, mereka menyusun strategi meskipun dengan banyak keluhan dan alasan yang terkesan dibuat-buat oleh Doyoung. Pemuda itu masih menganggap rencana mereka menemui nenek Olle adalah hal konyol, dan seharusnya mereka kembali ke Pack sekarang.

Namun sekarang bahkan Yedam sudah mengatakan bahwa dia akan membawa Jihoon ke nenek Olle. Secepatnya, dan hal tersebut tentu saja membuat Doyoung marah.

"Tetap saja ada Pelahap Maut didepan sana." Semua rencana Yoonbin dibantah sekali tahap oleh Doyoung. "Aku nggak akan mengambil resiko membawa Aiur kesana dalam keadaan begitu."

Yoonbin menghela nafas gusar. "Mereka adalah anak-anak usia kita. Kita bisa mengalahkan mereka."

"Usia nggak menutup fakta bahwa mereka berjumlah lebih dari empat, dan jika kamu lupa Damiel dan Aiur nggak bertarung." Jawab Doyoung sengit.

Beda dengan Yedam yang membenarkan ucapan Doyoung kali ini. Jihoon terdiam saja dengan pikiran nya sendiri, mendengar kata tidak bertarung membuatnya kembali bertanya-tanya mengapa Jun tidak pernah mau diajak latihan selama ini.

Jihoon pernah berhadapan dengan penyihir muda saat sekolah dasar, dan Jun bahkan tidak muncul dan lawan. Jihoon benar-benar babak belur saat itu, untungnya Doyoung entah bagaimana punya firasat buruk mengenai kakaknya tersebut. Para penyihir itu habis dibalas oleh Doyoung.

Ketika Yoonbin akan menyerangnya, bahkan dua kali pun Jun tidak berniat melawan sama sekali. Jika dipikir-pikir Jun hanya keluar di minta oleh Jihoon, atau... Jun keluar sendiri juga pernah, namun semua nya terjadi pada saat dirinya aman-aman saja.

Jun juga jarang mau diminta berubah wujud. Jihoon pikir selama ini Jun hanyalah Serigala betina pemalas, tapi bahkan beberapa kali nyawa Jihoon terancam... Jun, tidak melindunginya.

"Aiur!"

Jihoon menoleh. "Ya?"

Ketiga lainnya menatap Jihoon bingung, begitupun yang sedang dijadikan atensi juga kebingungan dengan situasi yang tiba-tiba hening.

"Bagaimana menurutmu rencanaku?" Yedam bertanya sekali lagi.

Jihoon berpikir sejenak, namun dia jelas tidak mendengarkan percakapan tiga orang itu dan sibuk memikirkan Jun sedari tadi. "Apa rencanamu?"

"Aku pernah kerumah nenek Olle. Disana, ada pelindung yang melarang orang dengan niat jahat masuk. Bentley bisa teleportasi, jadi aku rasa ada baiknya aku dan Bentley kesana lebih dulu, lalu Bentley akan membawamu dan Rao kemudian." Jelas Yedam panjang lebar. "Tapi Rao ingin lebih dulu kesana juga karena ingin memastikan tempatnya aman."

Tentu saja Jihoon tidak tau harus memilih rencana yang bagaimana. Dirinya sedang tidak fokus, bahkan tatapan Yoonbin ia abaikan sejak tadi. Oh iya, mereka juga belum berbaikan dan tidak bertegur sapa selama dua hari. Hal yang cukup bagus untuk Doyoung, mereka berdua tampak mengabaikan satu sama lain.

"Kalaupun kamu pergi, kalian berdua nggak tau rumah nenek Olle." Yedam berucap lagi.

"Gimana kalau aku sendiri yang mencari." Yoonbin kembali berujar. "Nggak aman juga kalau Rao pergi, Pelahap Maut sedang mencari penerus Pack. Dan kamu, Damiel... Aku rasa kamu nggak akan mau bertemu Pelahap Maut juga kan?"

Yedam terkejut, dia segera menatap Jihoon dan Doyoung bergantian. Dua anak kembar itu kurang paham apa maksud dari Yoonbin barusan.

"Bentleyㅡ"

"Aku bisa kembali segera kesini jika memang aku rasa bahaya. Mereka nggak akan bisa mengejar atau mencariku." Bantah Yoonbin sebelum Yedam mengucapkan apapun lebih jauh. "Semakin banyak yang disisi Aiur, semakin bagus."

Keempatnya hening. Yedam yang pertama mengangguk setuju, diikuti Doyoung. Namun hingga beberapa saat Jihoon tidak menyetujui rencana itu, meskipun pada akhir mereka bertiga mengambil keputusan bahwa Yoonbin yang akan pergi.

Pendapat Jihoon saat ini tidak begitu didengar pastinya. Jadi Jihoon memilih diam, dan mengikuti apa yang ketiga orang itu inginkan.









•••

...ya kek mana mau up, setiap buka draft buku ini bawaannya mau nangis:)

thanks to him, buku ini bakal dilanjut.

IGNITE | binhoon ft. dodamWhere stories live. Discover now