19. Hari Pertama

1.8K 217 12
                                    

Adel telah siap dengan seragam resmi di tubuhnya. Hari ini adalah hari pertama dia memasuki kelas. Netra merah gadis itu melirik Ramon, yang juga mengenakan seragam yang sama dengan dirinya. Mereka berdua saat ini berada di kamar asrama Adel.

Terlihat binar antusias di mata laki-laki itu. Ramon menatap Adel dengan tatapan memuja. "A-Aku kira aku hanya akan menjadi pelayan di sini. Tapi... Kenapa aku juga mengenakan seragam akademi?!"

Adel tersenyum tipis. "Seorang pelayan tidak boleh memasuki kelas. Nanti kalau terjadi apa-apa deganku di dalam kelas, apa kau bisa melindungiku?"

"Memangnya siapa yang akan berbuat jahat kepada Putri Duke?" tanya Ramon heran, seraya memiringkan kepalanya.

Adel terkekeh pelan mendengar penuturan polos itu. "Meski aku Putri Duke, reputasiku buruk karena menjadi pelaku pengkhianatan terhadap kerajaan."

"Peng...khianatan?" Ramon terkejut bukan main. Ia meneliti tubuh Adel dari atas sampai bawah, lalu memandang Adel aneh. "Gadis kecil yang terlihat rapuh sepertimu, memangnya bisa melakukan pengkhianatan?"

Itu masalahnya. Adel juga masih bertanya-tanya, tidak mungkin gadis seperti Anaya yang hanya punya dirinya sendiri bisa melakukan hal sejauh itu. Pasti ada seseorang yang membantunya melakukan pengkhianatan. Masalahnya, siapa itu?

Selama ini, Adel hanya mendapat setengah dari ingatan Anaya, karena dirinya belum sepenuhnya terhubung dengan tubuh Anaya.

"Jadi kau memandangku lemah?" Adel tersentum miring, menatap Ramon tajam. Ramon tersentak, lantas mengusap tengkuknya seraya menyengir lebar.

"Kalau kau tidak lemah, untuk apa kau memintaku melindungimu dengan cara menjadi pelayan?"

Tatapan Adel langsung tertuju ke lantai. Sorot matanya terlihat sendu. "Aku... Hanya ingin punya seseorang untuk menemaniku."

Deg.

Tubuh Ramon terbeku. Ia jadi teringat masa-masa dirinya yang polos, bodoh, dan sendirian di istana tanpa seorang pun yang mendukung dan menemaninya. Kembali, Ramon merasakan sesak yang luar biasa di hatinya.

"Aku... Juga kesepian."

Adel melirik Ramon dari ujung mata. Sepertinya aktingku berhasil, huh?

Ramon menunduk, menautkan kedua tangannya. Ia tersenyum kecut. "Selama aku hidup, aku tidak pernah berpikir akan memiliki teman. Tapi... Saat berada di dekatmu, aku merasa tidak sendirian lagi."

Adel menyeringai dalam diam. "Benar, aku juga saat membawamu ke mansion, aku jadi tidak sendirian lagi. Jadi, Ramon..."

Adel mematri langkahnya mendekati Ramon, menggenggam telapak tangan laki-laki itu dengan binar mata penuh harap. "Lindungi aku, agar kau tidak kesepian lagi. Apapun yang terjadi, kau harus rela mengorbankan nyawamu untukku. Anggap saja kau melindungi duniamu. Mengerti?"

Ramon tertegun. Dunia? Apa Anaya... Duniaku sekarang?

Ramon selalu hidup tanpa tujuan. Di otaknya yang tidak mendapatkan pendidikan, Ramon tidak tahu apa yang harus dilakukan selain memberikan makan dan tempat dinggal untuk adik-adiknya. Apa sekarang, dia menemukan tujuan hidupnya?

"Anaya... Apa aku boleh menjadikanmu duniaku?"

Adel memandang netra ungu Ramon, lantas tersenyum penuh arti. "Tentu."

Senyum merekah di wajah Ramon. Adel menatap wajah polos itu dengan tatapan bersalah. Namun, dia cepat-cepat menepis rasa itu.

Sialan, aku harus bertahan hidup. Untuk itu, aku harus rela membekukan hatiku. Tatapan Adel berubah dingin. Dia masih terpikir tentang bagaimana kehidupannya setelah ini. Apa jawabannya untuk Anaya yang ingin kembali ke kehidupannya.

SISTEM : Antagonist HaremOù les histoires vivent. Découvrez maintenant