13. Pembunuhnya Bukan Aku

2.1K 297 8
                                    

Adel memutar-mutar ikat rambut di jari telunjuknya. Berdiri di dekat jendela, menikmati semilir angin malam yang masuk menerpa wajahnya. Suara burung hantu tak membuatnya takut sedikitpun.

Ingatan gadis itu terngiang saat kejadian tadi siang. Melihat raut ketakutan di wajah datar Noah, membuat Adel merasa puas. Ia menyimpan kelemahan seorang Noah. Siapa sangka kedatangannya ke kamar Duchess, membuatnya menemukan sebuah fakta yang begitu menarik?

"Aku tak menyangka dia anak tiri. Tapi fisiknya sama persis dengan Duke." Adel mendongak menatap rembulan, rambut hitamnya tergerai indah. Netra merah darahnya berkilau tatkala terpantul cahaya bulan.

"Atau jangan-jangan dia memang anak kandung Duke, tapi beda ibu. Kalau begitu... Apa Tuan Duke selingkuh?" Adel tertawa jahat seraya menyeringai bak hantu yang mendapat mangsanya. "Kalau itu benar... Aku menyimpan kartu As untuk membalaskan dendam Anaya."

Sampai saat ini, tidak ada di antara Duke dan anak-anaknya yang mengetahui fakta bahwa Noah bukan anak dari mendiang Duchess. Bahkan Noah sendiri tidak mengetahuinya. Yang mengetahui fakta itu hanya ajudan Duchess, Jack.

Ajudan yang tiba-tiba mengundurkan diri setelah kepergian mendiang Duchess dan mengasingkan diri ke pelososk desa. Adel menatap tangan kanannya, dia sudah berjanji akan membalaskan dendam Anaya yang diabaikan oleh keluarganya.

Rencana pembalasan dendam sudah tersusun begitu rapi di otak Adel. Gadis itu akan menuntaskannya kali ini. Bayangan wajah Noam yang memasang ekspresi kecewa, Theo yang merasa dikhianati, dan Duke... yang akan memasang wajah penuh penyesalan dan rasa bersalah.

Rasanya puas hanya dengan membayangkan itu.

"Sudah aku katakan bukan..." Adel mengepalkan tangannya, kemudian menyeringai. "Pembunuhnya bukan aku, Noam."

***

Seseorang menutup pintu kamar dengan pelan. Di tangannya terdapat lilin untuk menerangi jalannya. Setelah melihat sekeliling dan tidak ada penjaga, ia berjalan mengendap-endap melewati koridor mansion Yvaine.

Ekspresinya terlihat kaku. Terlalu banyak emosi yang saat ini ia rasakan, sehingga sulit untuk mengekspresikan perasaannya kali ini. Sebuah fakta menerjangnya, merubuhkan pertahanan yang selama ini ia bangun.

"Apa yang kau lakukan—"

Tubuh laki-laki itu menegang tatkala mendengar suara familiar yang mengalun di telinga.

"—Noah?"

Noah membalikkan badan, jantungnya berdetak lebih cepat melihat siapa pelakunya. "Bukankah aku yang bertanya seperti itu—"

Lawan bicaranya bersedekap dada. Di situasi ini, entah mengapa Noah melihat tatapan yang sangat tenang di mata gadis itu. "—Anaya?"

Adel tersenyum miring. "Ah... Aku sudah menduga kau akan melakukan ini, Noah."

Adel mematri langkahnya mendekati Noah. Laki-laki itu sontak mundur tatkala Adel mendekat. "A-Apa maksudmu?"

"Bukankah kau terlalu licik? Saat malam, kau berniat keluar secara diam-diam untuk menemui dia, kan?" Adel berdecak sinis. "Ingatlah, Noah. Hanya aku yang mengetahui fakta bahwa kau bukan lahir di rahim ibu yang sama denganku. Jika kau bertemu dengan Jack karena ingin membuatnya tutup mulut, ingat masih ada diriku dan bukti-bukti yang ada di tanganku."

Adel tertawa puas saat melihat raut bingung Noah. Laki-laki itu memang memasang wajah datar, namun Adel tahu bahwa dia sulit mengekspresikan perasaannya sendiri. Terlebih di situasi yang menimpanya saat ini.

"Maka dari itu..." Adel mengulurkan tangannya ke hadapan Noah, tersenyum penuh arti. "Mari kita pergi bersama menemui Jack, kakak tiri."

Noah terdiam memandangi rambut hitam Adel yang bergoyang tertiup angin. Saat melihat jubah yang dikenakan gadis itu, Noah menjadi yakin bahwa Adel sudah memprediksi apa yang akan dia lakukan.

SISTEM : Antagonist HaremWhere stories live. Discover now