22. Jangan Jatuh Cinta Padaku

1.8K 230 13
                                    

Satu hari telah berlalu. Adel bisa melewati hari pertamanya bersekolah dengan damai. Meski ada sedikit masalah yang datang. Kini, di jam istirahat, Adel pergi ke kantin untuk mengisi perutnya yang kosong.

"Ramon, kau mau makan apa?" Adel masuk ke dalam antrian. Ramon yang mengikuti dari belakang, tak menyahut. Karena penasran, Adel menoleh ke belakang.

Gadis itu menghela napas lelah. Sudah sehari Ramon mendiamkan diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Adel tahu bahwa Ramon masih dilanda rasa bersalah tentang kejadian kemarin.

"Ramon, sudah kubilang itu bukan salahmu."

Ramon memalingkan wajahnya. "Aku tidak perlu dihibur seperti itu, Anaya. Aku tahu aku salah."

Untuk sekian kalinya, Adel menghela napas. Tidak merespon, Adel maju saat tiba gilirannya memesan makanan. Adel dan Ramon meneliti sekitar kantin, mencari tempat duduk untuk mereka berdua.

Namun, Adel terkejut saat Lupin berlari dari pintu kantin menuju ke arahnya. Tak pandang bulu, Lupin melempar nampan di tangan Adel hingga makanan itu berserakan.

Prang!

Kegaduhan itu mengundang atensi semua orang untuk melihat ke arah sumber kekacauan. Lupin dengan wajah menahan amarah, mencengkram kerah seragam Adel.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADA KELUARGAKU, SIALAN?!"

Ramon tak tinggal diam. Laki-laki itu langsung melempar nampan di tangannya ke lantai, meraih tangan Lupin dan hendak meninju laki-laki itu. Tapi pergerakan Ramon terhenti saat Adel bersuara.

"Ramon, jangan."

Ramon mengeraskan rahangnya. "Kenapa? Kenapa aku tidak boleh memukulnya? Bukankah dia bertindak kasar padamu?!"

Adel tetap menggeleng. Wajah gadis itu terlihat tenang. "Mari kita selesaikan tanpa adanya kekerasan."

Cengkeraman di tangan Lupin mengerat. Dengan tidak ikhlas, Ramon menghempaskan tangan Lupin. "Aku akan membiarkanmu, sialan."

Lupin menatap Ramon ngeri. Ia mengusap pergelangan tangannya yang memerah. Sial, cengkeraman Ramon begitu kuat, hingga meninggalkan bekas kemerahan. "Kau siapa? Apa kau simpanan dia, hah? Kenapa kau melindunginya?"

Emosi Ramon kembali tersulut. "KAU—"

"Ramon, kubilang hentikan!" Adel berteriak lantang. Gadis itu menghampiri Ramon, memukul kepala Ramon kesal. "Sekarang kau berani membantahku, heh?"

Ramon cemberut. Laki-laki itu mengusap kepalanya. "Kenapa kau tenang sekali? Setidaknya berikan dia balasan karena menghinamu!"

"Dia tidak menghinaku. Malahan dia menghinamu, loh."

"Persetan dengan itu. Setidaknya biarkan aku memberinya pelajaran."

Adel tak menggubris ucapan Ramon. Gadis itu menatap Lupin dengan tajam. "Jadi, apa masalahmu kali ini? Datang-datang bukannya mengucapkan salam, kau malah melemparkan makananku yang berharga."

Tatapan tajam Adel membuat Lupin gentar. Namun, laki-laki itu tetap dengan kemarahannya. "Kau pura-pura tidak tahu, hah?!"

Adel memiringkan kepalanya heran. "Katakan padaku, apa itu? Bagaimana aku bisa tahu kalau kau saja tidak memberitahuku?"

"Jangan sok polos kau jadi orang! Semua orang di sini tahu kelakuanmu. Kau benar-benar antagonis!" Amarah Lupin terlihat jelas dari tatapan matanya yang berkobar. Laki-laki itu mengepalkan tangannya. "Kau selalu saja berbuat sesukamu karena latar belakangmu. Memangnya aku takut kalau kau anak Duke?"

Adel makin dibuat bingung. "Tunggu, apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Langsung ke intinya, bisa?"

"Keluargaku... Karena kau, keluargaku bangkrut!"

SISTEM : Antagonist HaremWhere stories live. Discover now