Bab 50 Ancaman

442 39 5
                                    

Dua minggu berlalu. Semua berjalan dengan baik dan bahagia. Kini gadis itu tengah fokus belajar untuk bisa melanjutkan studinya ke jenjang S2.

Dari mulut pintu seorang laki-laki berjalan mendekat sambil memegang segelas air di tangannya. Ia heran melihat wajah istrinya tampak suntuk entah kenapa.

“Senyum dong masa wajah ditekuk gitu. Kenapa? Hm?” tanya Delfano meletakkan gelas itu di meja.

“Airnya rembes.” jawabnya ketus.

“Rembes?” heran Fano lalu mendekat pada Anisha.

Dengan wajah malu gadis itu memperlihatkan baju bagian dadanya basah karena rembesan air dari payudaranya.

Melihatnya, lelaki itu terdiam lalu duduk di samping Anisha. “Jangan panik, ya. Tenang ini hal normal, kok.”

"Normal? Tapi, aku malu kalau misal keluar rumah kayak gini.”

Delfano mengelus kepala Anisha dengan lembut kemudian berjalan menuju lemari mengambil sesuatu.

“Apa itu?” heran Anisha melihat suaminya mengambil kardus kecil.

“Aku sudah menduga ini akan terjadi. Jadi, aku belikan ini untukmu. Cara kerjanya sama seperti pembalut, kamu paham, kan?” ucap Delfano menyerahkan kardus itu.

“Bagaimana kamu tau hal ini?”

“Mamah yang memberitahukan. Dia bilang jangan heran bila kejadian ini terjadi. Soalnya sebentar lagi kan kamu akan melahirkan.” jelasnya.

Anisha mengangguk paham lalu mengambil barang tersebut. Ia terdiam cukup lama kemudian menatap Delfano dengan tajam.

“Apa yang kamu tunggu? Pergilah, aku mau pakai ini.”

“Kenapa harus pergi? Hm?” balas Delfano tersenyum.

“Ih Fano!!” kesalnya melemparkan bantal ke wajah laki-laki itu.

“Iya-iya aku keluar.” balasnya.

Setelah menutup pintu kamar, tiba-tiba seorang pelayan datang dengan tergesa-gesa seolah membawa berita penting.

“Maaf tuan muda, sebaiknya tuan ikut saya sebentar. A-ada sesuatu yang terjadi.” ujarnya.

Delfano mengangguk lalu mengikuti langkah pelayan itu menuju halaman belakang. Sesampainya di sana ia heran melihat banyak para pelayan dan tukang kebun berkumpul di sana.

“Ada apa?” tanya Fano.

“Tuan muda, kami menemukan kertas ini terlempar bersama bata ini.” jawab pelayan.

Dalam hati Delfano menebak pasti itu salah satu bentuk ancaman lain dari orang tak dikenal. Saat dibuka benar saja terdapat kalimat yang terkesan mengancam.

“Hentikan proyek itu atau keluargamu yang menjadi taruhannya.”

Delfano terdiam mencerna maksud kalimat tersebut. Proye apa yang dimaksud kalimat tersebut? Entahlah lelaki itu juga tidak tau.

“Di mana Papah?” tanya Fano.

“Tuan besar sedang ada di ruang baca, tuan.” Jawab pelayan itu.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Delfano segera pergi menemui Papahnya.


***


Pintu di dobrak mengagetkan beberapa pelayan yang tengah membersihkan ruangan tersebut.

“Proyek apa yang sedang Papah kerjakan?” tanyanya dengan tatapan dingin.

“Hah... Jadi kamu sudah tau, ya? Itu adalah proyek terbesar yang pernah Papah buat.” jawabnya.

“Papah tau tentang ini?” Delfano kembali bertanya seraya memberikan lembaran kertas tersebut.

Dalam Dekapan Luka Where stories live. Discover now