Hitam - 38 - Sudut yang Berbeda

ابدأ من البداية
                                    

Ada lantunan ayat Al Qur'an kudengar samar bersamaan ketika kesadaranku kembali. Suara yang kurindukan. Sudah berapa lama aku tak mendengarnya bermurojah seperti ini?

Kali ini, tubuhku sudah terasa mendingan. Kubuka mata perlahan. Hal yang pertama kurasa adalah genggaman hangat di tangan kananku.

"Sudah bangun?"

Tepat ketika pandanganku mampu menangkap semua hal yang terpampang di hadapan, wajahnya leganya terlihat nyata. Ia berdiri sejenak, menekan tombol panggilan dan kembali duduk di sampingku. Al Qur'an mungilnya kini sudah terletak di nakas.

Aku ingin bersuara, tapi kerongkonganku terasa begitu kering.

"Nanti kamu cerita ke dokter apa yang kamu rasakan, ya. Kamu pasti sembuh. Aku sudah pilihkan rumah sakit terbaik untukmu," bisiknya sembari membelai kepalaku.

"Be-berapa lama aku pingsan?" Akhirnya aku bisa bersuara. Serak dan parau.

Mas Radi menoleh ke arah jam dinding sejenak. "Sekitar satu jam."

"Apa asmaku kambuh?" Aku kadang masih merasakan sesak mengimpit dada. "Tapi, sudah lama sekali tidak kambuh."

Mas Radi tak menjawab dan justru membelai pipiku lembut dengan tangan kiri, sementara jemari kanannya menggenggam tanganku. Ada kesunyian menyenangkan di sini. Hanya ada aku, dia, dan rasa hangat itu.

"Semoga bukan hal serius." Kalimat itu akhirnya keluar dari mulutnya.

Aku hanya mengangguk lemah.

Kali ini, aku bisa merasakan tatapannya melembut. "Apa kamu stres karena aku kehilangan pekerjaan? Ndak usah dipikirin, aku kan sudah diterima di tempat baru. Memang ada masa percobaan tiga bulan. Tapi, pasti lolos. Aku ndak akan minta tinggi-tinggi. Asal diterima sudah bagus. Kemarin aku sibuk karena tesnya banyak sekali. Bahkan sampai direktur dan pemilik perusahaan sendiri yang mewawancara. Kamu ndak usah pusing lagi, ya. Cepat sehat."

Genggamannya menguat. Aku ingin mengungkapkan semuanya. Mengungkapkan semua ganjalan di hatiku. Penyebabku bisa stres beberapa bulan terakhir.

"Mas, aku ...."

Suara pintu yang terbuka terdengar. Kalimatku kembali tertahan dan melesak kembali ke dada.

Seorang dokter wanita paruh baya tersenyum ramah kepadaku. Dia melakukan pemeriksaan rutin sembari menanyakan banyak hal.

Aku pun menjawab sebisaku. Tentang rasa sesak yang tiba-tiba datang, penyakit asma yang dulu pernah menyerang, juga pertanyaan apa penyakit asmaku ada kemungkinan kambuh?

Dia mengatakan harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Belum sempat aku menjawab, aku merasakan dadaku seperti diinjak gajah berkekuatan besar. Aku bahkan tak mampu berkata apa-apa kecuali menggelepar seperti ikan yang diangkat ke daratan.

Setelah itu, semuanya kembali gelap.

Setelah itu, semuanya kembali gelap

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
END Rahim untuk Suamikuحيث تعيش القصص. اكتشف الآن