Chapter 13

95 20 2
                                    




"Lagi-lagi Seokjin jadi korbannya"

Kalimat itu terus terngiang di kepala Namjoon.

Ia berdiri tertunduk di bawah kucuran shower setelah menemani Seokjin hingga tertidur di kamarnya.

Lewat tengah malam dan Namjoon belum juga merasakan kantuk. Ia duduk di bangku samping tempat tidur Seokjin. Memperhatikan gerakan kelopak matanya yang mulai terbuka.


"Namjoonie?"

"Hey....."

"Bagaimana keadaanmu?" Namjoon mengusap pipi Seokjin.

"Badanku sakit" Ia tertawa kecil lalu duduk di sisi tempat tidurnya.

"Kuambilkan air ya...tunggu sebentar...."

Namjoon berjalan menuju dapur yang gelap.

Langkahnya terhenti. Ia menopang tubuhnya pada kursi di depan meja makan dan menunduk.


"Ada apa Namjoonie?"

Ia sedikit tersentak ketika Seokjin sudah berada di belakangnya.

"Kau tidak bicara sepatah katapun sejak kita meninggalkan tempat itu"

Namjoon tidak menjawabnya. Hanya menggeleng pelan tanpa menoleh.


"K-kau.....Namjoon kan?"
"M-maaf aku hanya...takut jika kau ternyata bukan........"

"Ini aku.....ini aku sayang....maaf...." Namjoon dengan cepat berbalik dan mengusap kedua lengannya lembut.


"Namjoonie.....jangan menangis......"
Seokjin sontak memeluknya ketika melihat wajah Namjoon yang sudah basah dengan air mata.

"Aku baik-baik saja Namjoonie....."
"Hey lihat aku...."

Namjoon menggeleng dan memeluknya lebih erat.

"Aku gagal melindungimu sayang...."
"Aku gagal!" Ia terisak keras. Tubuhnya bergetar.

Seokjin mengusap punggung besar itu dan mengecup pucuk kepalanya. Ia pun tak kuasa menahan air matanya.





Matahari baru menampakkan sinarnya melalui jendela kamar yang sedikit terbuka. Semilir angin dan harum dedaunan menyelinap masuk.

Namjoon mengganti perban di pergelangan tangan Seokjin. Menatapnya sebentar untuk memastikan ia baik-baik saja kemudian mengecup lembut bibirnya.

Jemarinya beralih pada bahu kirinya. Perlahan ia membuka perban yang melekat.

Tatapannya sendu, sesekali ia menggeleng pelan saat membersihkan luka dan mengganti perbannya. Jari telunjuknya menyentuh permukaan kain putih itu lembut.

"Seharusnya aku tahu jika menyakiti penyihir itu berarti menyakitimu juga...." Ucapnya lirih.

"Sssssttt.....jangan dibahas lagi okay...."
Seokjin menempelkan jari telunjuknya ke bibir Namjoon lalu mengecupnya lambat dan dalam.

Kedua mata Namjoon masih terpejam ketika tautan mereka mulai berpisah.

Ia berkedip lalu menelusuri tubuh polos pria itu dengan jari-jarinya dan kembali menyentuh bibir tak terkatup itu dengan bibirnya. Pelan dan lama.

"Kau akan terlambat bekerja Namjoonie..." Seokjin tersenyum melepas ciuman itu dan mendorong dada bidangnya menjauh.

"Damn...." Seolah tersadar, Namjoon mengerjapkan matanya dan mengacak rambutnya kasar.

"Mandi dan berpakaianlah....aku akan menyiapkan sarapan..." Seokjin mengambil kimono tidur dan memakainya.





"Harum sekali...."
Namjoon memeluk pinggang ramping Seokjin yang sedang menata sarapan mereka di atas piring.

Ia terkekeh geli ketika napas pria itu menyapu leher jenjangnya.

"Bahaya.....I could get used to this..." Suara beratnya bergumam di bahunya yang lebar.

"Aku membuatkan sarapan?" Seokjin memiringkan senyumnya.

"Melihat wajahmu saat membuka mata..."
"Mendengar suara napasmu saat kau tidur di sampingku..."
"Menikmati sarapan bersamamu tiap pagi..."
"Pulang ke tempat yang sama denganmu setiap hari..."


"Well, stay then...."
"Jangan pergi lagi..." Setengah berbisik Seokjin berhenti menata piring-piring itu dan terdiam menunduk.

"Ingin....ingin sekali...."
"Tapi....."


"Kau takut aku akan ikut menanggung beban pekerjaanmu?"

Seokjin mendengus kasar dan meletakkan garpunya di samping piring berisi makanan yang baru tercicipi setengahnya.

"Seokjinnie....kita pernah membahas ini..." Namjoon menghabiskan potongan terakhir rotinya.
"Aku tidak ingin kau menjadi korban dari para buruanku"

"Kukira kau serius dengan angan-anganmu tadi" Seokjin menatapnya kecewa.

...

Suara pecahan kaca itu membuat Namjoon berlari lebih cepat menuju pintu rumahnya.

Sebuah botol kaca berisi bensin dan sumbu kain yang terbakar itu menembus jendela samping ruang tamunya dengan Seokjin yang masih berada di dalam.

Tak lama ia keluar bersamaan dengan Namjoon yang menangkap tubuhnya dan berlari menjauhi api yang mulai meledak-ledak.

Buronan yang mengira bahwa Namjoon berada di dalam rumah itu menghabisi tempat tinggalnya.

Sejak saat itu Seokjin dan Namjoon tidak lagi tinggal bersama.
Ia pindah ke apartemen yang hanya berjarak beberapa kilometer dari kantor kepolisian tempat ia bekerja sekarang.

...

Namjoon mengusap wajahnya, menghilangkan kenangan buruk yang kembali terlintas di kepalanya.

"Suatu hari....kuharap suatu hari akan ada waktunya kita bisa seperti itu Seokjinnie...."
"Untuk sekarang....aku hanya ingin mengungkapkan keinginanku...."

"Please don't....."
"Itu hanya akan membuatku berharap dan kecewa saja..."

Seokjin berdiri membawa piring mereka lalu membuang sisa makanannya.

"Sayang....kuharap kau mengerti....."

"Pergilah....kau akan terlambat"

Ia berucap datar dan tak menoleh hingga suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

I Am YouWhere stories live. Discover now