17. Minus Pengalaman.

3.7K 378 65
                                    

Chapter ini setenang air danau

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter ini setenang air danau. Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.

Selamat membaca dan terimakasih

____________________

Memang benar, saat sebagian besar orang mengatakan kalau uang adalah elemen penting dalam kehidupan, itu bukan sekedar bualan. Di dunia ini, sepertinya lebih banyak orang yang masuk ke daftar serba kekurangan daripada mereka yang lahir dalam keadaan berkecukupan.

Contoh kecilnya Ares dan Migel. Mereka lahir di tengah keluarga yang sudah bergelimang harta, tidak perlu menunggu tanggal gajian untung menuruti kemauan mereka karena dua manusia yang dipilih jadi orang tuanya sudah ada dalam lingkaran keluarga berada.

Kehidupan mereka selalu dielu-elukan, tidak jarang mengundang banyak decakan kagum sekaligus iri saat dua anak itu mulai memamerkan materi yang mereka miliki. Namun, ternyata tidak banyak orang yang sadar ketika uang berperan penting menunjang kebutuhan, kasih sayang pun tidak kalah penting untuk membentuk karakter seorang anak dalam rumah.

Ares dan Migel memang beruntung. Lahir dengan sendok perak di mulutnya, selalu difasilitasi barang-barang mewah, serta dikelilingi keamanan yang ketat layaknya keturunan para ningrat. Akan tetapi, semua keberuntungan itu membutakan mata yang melihat kalau karakter baik yang harusnya ditanam dalam jiwa seorang anak sudah lama rusak.

Secara fisik, mereka memang tumbuh dengan baik. Hanya saja bersama luka batin yang membuat jiwanya sekarat hingga tidak dapat dihindari menciptakan karakter yang rusak.

Sangat berbeda jauh dengan Ozge.

"Ayah?"

Pria itu tersenyum setelah menyapa, lalu bangun dari kursi kerja saat ayah mertuanya berkunjung tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

"Kenapa tidak memberi kabar jika ingin datang?" Ozge memberikan gestur tangan menyuruh pria tua yang hari ini memakai celana panjang berwarna abu-abu dipadu baju berbahan rajut tebal, untuk lebih dulu duduk di sofa panjangnya.

"Kenapa, kamu masih sibuk, Oz?" Antama sudah duduk tenang. Meski hanya berpenampilan sederhana, percayalah sorot mata yang kerap mengintimidasi lawan bisnisnya sama sekali tidak membuatnya seperti pria biasa.

"Tidak terlalu. Untung saja Ayah datang sore hari, tadi pagi aku masih di pelabuhan." Bersamaan dengan itu, sekretaris Ozge masuk menyajikan minuman serta beberapa camilan dalam stoples ke hadapan mereka.

"Oh, ya. Ares bilang kamu ada masalah. Masalah besar, ya, sampai harus bolak balik ke pelabuhan?"

Ozge mengangguk pendek. "Lima kargo yang sedang mengantar furniture ke Batam kena razia petugas KSOP. Ada obat-obatan terlarang yang disinyalir diselundupkan oleh beberapa oknum."

Mata Antama sedikit melebar. "Wow! Bagaimana pelakunya? Sudah tertangkap. Kamu tidak sampai berurusan dengan hukum, kan?"

"Sudah diurus. Mereka orang luar yang memang bekerja dengan beberapa tender proyek di pelabuhan. Kemarin pihak KSOP hanya meminta keterangan dari perusahaan kargo kami dan aku yang memilih datang. Mereka sedikit curang, mengancam dengan membawa pengadilan. Tapi syukurlah, semua sudah diurus di jalan hukum tanpa merugikan pihak perusahaan."

Let's Fall In Love!✔️ Where stories live. Discover now