BIG SIN III - TwentyFour

192 14 12
                                    

Multimedia: Khumaira Azzahra dan Mauria Mahardika Sadewa.

*-----*

          Nurunnisa menyerahkan senyum manis pada gadis tomboy yang tengah membantunya mengambil kayu untuk bahan bakar kompor tungku semantara dirinya menenteng beberapa sayuran hasil petikannya di kebun.

Gadis tomboy itu sedari tadi banyak bertanya soal kehidupan lamanya di daerah ini dan alasan mengapa dia memiliki rasa dejavu tentang segalanya. Dika baru tahu kalau ia tinggal di sini semenjak ia bayi hingga berusia hampir dua tahun sebelum akhirnya ia diambil oleh Dipta dan tinggal di kota sejak itu.

Ibu Nur berkata kalau gadis yang kini tengah mengangkat kayu di pundaknya itu adalah anak yang memang tomboy sejak masih kecil. Beliau berkata bahwa Dika adalah anak yang hyper aktif di usia yang belia sementara Zahra adalah kebalikannya semata. Wanita senja itu terkadang tertawa renyah saat membandingkan tingkah laku kedua putrinya yang terikat oleh air susu "Iya?" ujar Dika sedikit tertawa saat mendengar kisah beliau.

Nurunnisa terkekeh kecil seraya mengulurkan tangan untuk membantu Dika menaruh kayu yang akan di jemur di pekarangan rumah Zahra "Iya. Kamu ituuu bandelnyaa bikin Ibu capek kerjar-kejar kamu. Zahra bahkan suka lihat kamu lari-lari sementara Zahra duduk dan nyamil di teras" Dika tertawa geli membayangkannya. Pasti wanita renta ini kelelahan mengurusnya.

Secara tiba-tiba, Ibu Nur mendekat dan mengusap rambut Dika yang terikat "Tuhan benar-benar punya jalan yang rumit untuk mempertemukan kita setelah bertahun-tahun lamanya" ujar wanita itu dengan nada lemah sambil disertai senyum kecil.

Dika terenyuh. Ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu sebelumnya dan sekarang ia mendapatkannya "Bu?" bisik Dika dengan suara gemetar "Hmm?" gumaman yang terdengar lucu itu membuat Dika tersenyum sedikit "Apa Ibu sangat menyayangiku seperti menyayangi Khumaira?"

Wanita senja itu sedikit menjauh dan menatap lurus pada iris mata si tomboy yang sedikit dihiasi kabut haru "Tentu saja. Kalian adalah anak-anakku" balasnya tanpa ragu.

Dika menggigit pipi dalamnya sesaat, merasa kaku saat ia akan berbicara "Bagaimana kalau aku mengecewakan Ibu?"

"Kamu tidak akan melakukannya"

Mengambil napas panjang dan dalam, Dika kemudian mendekat dan meraih tangan milik Ibu Nur dan menggenggamnya lembut "Aku.. berkencan dengan Khumaira"

Diam.

Satu.

Dua.

Tiga.

Empat.

Lima.

Sudah sekitar tiga puluh detik keduanya hanya mampu terdiam dan saling tatap satu sama lain, Dika bahkan tak bisa melihat sedikitpun perubahan dari ekspresi wanita senja yang ada dihadapannya. "Bu.." lirih Dika memulai membuat wanita senja itu menorehkan senyum sedikit, itu senyuman pahit. Dika tahu itu. "Bagaimana bisa?" suara wanita senja itu terdengar bergetar sedikit.

Dika menengadah sebentar "Seperti sebagaimana laki-laki dan perempuan yang memiliki rasa cinta terhadap satu sama lain" balas Dika seadanya "Tapi, kalian sama-sama perempuan. Bahkan adik kakak" Dika sedikit meneguk ludah gugup saat ia mendengar dua fakta itu diucapkan dengan mudah oleh Ibu Nur "Aku dan Khumaira sudah mencoba berhenti dan berpaling terhadap satu sama lain sebelumnya. Tapi itu tidak mudah. Aku begitu terkait dengan Khumaira maupun sebaliknya"

Dika bisa melihat Ibu Nur meliriknya dengan gerakan lambat, ia tampak tidak marah dan tidak senang pula. Dika bahkan kerampangan dengan ekspresi yang ditampilkan Ibu Nur terhadap perkataannya. "Kalian sudah dewasa, sudah seharusnya kalian menanggung resiko dari segala hal yang terjadi pada diri kalian masing-masing. Ibu tidak akan ikut campur dengan semuanya" seolah mendapatkan lampu hijau, Dika menorehkan senyum lebar sekarang.

"Apa itu artinya Ibu baik-baik saja dengan hubungan kami berdua?" tanya Dika antusias.

Wanita senja itu menggeleng "Tentu tidak. Ibu mana yang akan membiarkan anak sematawayangnya menjadi pecinta sesama jenis dan mengencani Kakaknya sendiri yang terikat oleh air susu? Siapapun tidak akan menerimanya" seolah ditampar oleh tangan tak kasat mata, senyum Dika hilang karenanya "Tapi Ibu tahu kalau kalian tidak akan berhenti meskipun Ibu mengultimatumkannya pada kalian. Ibu tidak akan membiarkan dan tidak akan melarang pada waktu yang bersamaan. Keputusan itu ada di tangan kalian. Tugas Ibu hanya mengingatkan bahwa itu adalah kesalahan, dan kalian tidak boleh terus-terusan melakukan kesalahan"



*--BIG SIN III 2023 By Riska Pramita Tobing--*



          Sambil terduduk di depan tungku api yang menyala, Zahra mengiris beberapa bengkuang yang sudah ia kupas. Gadis itu sesekali menyuapkannya pada dirinya atau pada Dika yang menerimanya dengan suka rela. Pemandangan itu terlihat cantik meskipun janggal di mata Nurunnisa yang sedari tadi memperhatikan keduanya. Melihat kedua putrinya yang dulu ia susui secara bersamaan saling mencintai selayaknya laki-laki dan perempuan adalah sebuah perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan.

Ada perasaan sakit dan tidak terima, tapi ada juga secercah perasaan senang karena melihat senyum keduanya begitu merekah ketika sedang bersama "Ibu mau?" ujar Dika menyodorkan potongan bengkuang. Ibu Nur memberikan sedikit senyum "Makan saja. Nanggung kalau cuma sedikit. Kasihan Adik kamu masih mau tuh"

Dika tersenyum pedih, gadis tomboy itu tahu kalau Nurunnisa sedang berusaha menyindirnya. "Oh iya, Ayah kirim salam pada Ibu dan memberikan ini" tangan si tomboy kini terulur menyerahkan satu buah wadah berbentuk persegi panjang berwarna hitam pada wanita senja yang kini mengerutkan kening karenanya "Apa ini?" tanpa menjawab, Dika menyerahkan saja bingkisan itu padanya.

Zahra mendekat penasaran pada Ibunya yang sedang membuka bingkisan. Ekspresi keduanya sekarang tiba-tiba berubah horor saat melihat isi dari hadiah yang diberikan Dipta tepat sebelum Dika menyusul Zahra ke kediaannya kemarin. "Ayah bilang, Dia tahu kalau dia tidak bisa membeli air susu yang sudah Ibu kasih ke aku. Tapi, mungkin itu bisa membantu kehidupan Ibu di sini"

"Kenapa kamu membuang-buang uangmu untuk Ibu?"

Sambil sedikit tersenyum, Dika mendekat "Uang Ayah. Hanya saja atas nama aku bu" gadis itu menjelaskan kala Ibu Nur menutup dan menyerahkan pembelian Dika terhadap gadis itu kembali "Simpanlah. Ibu tahu kamu membutuhkannya. Zahra pernah berkata kalau kemarin kamu hampir kehilangan restoran karena kebakaran, belum lagi kamu harus membiayai Zahra di kota dan membayar segala hal yang terjadi di  sana. Kamu lebih membutuhkannya dibanding Ibu"

Sambil sedikit tersenyum, Dika menyimpan benda itu di tengah-tengah ketiganya. Benda berisikan kertas check dan juga emas 20 gram berupa kalung "Kalau begitu, aku menyerahkannya atas permintaan restu pada Ibu untuk terus berkencan dengan Khumaira"

"Mauria?" Zahra tersentak sememtara Ibundanya justru menyerahkan senyum pada kedua putrinya yang terikat oleh air susu itu. "Kamu boleh mengencani Zahra setelah berbicara dengan Ayahnya"

"Ibu???"

*-----*

Riska Pramita Tobing.

Author note: One step closer... to be together forever.

BIG SIN III Where stories live. Discover now