Part 32 : Menjadi bulan

Mulai dari awal
                                    

Anak yang tadi bertanya lantas tertawa canggung, "Kalau Adit agak takut, Bu" ujarnya.

"Dia kan Abang kamu, kenapa takut?" tanya balik sang Ibu.

Aditya tidak menjawab dan hanya tersenyum. Ia kembali fokus pada jalanan, menyalakan lampu saat sinar matahari mulai terhalang oleh rindangnya pepohonan.

"Semoga Es juga membawa kita ke makam yang selama bertahun-tahun di sembunyikan dari kita" ucap Bu Hana penuh harap.

"Ibu masih ingat rumahnya?" tanya Aditya yang sedikit ragu dengan jalanan yang tengah mereka lewati ini.

Bu Hana mengangguk, "Kamu tenang aja, bener ini kok jalannya".

"Dulu yang bawa mobil kan Ibu, jadi Adit gak terlalu ingat" balas laki-laki itu diakhiri tawa kecil.

Terharu rasanya melihat senyum dari anak yang dia besarkan dengan penuh kasih sayang, andai hal itu juga terjadi pada putra sulungnya.

"Jam segini Es udah pulang sekolah kan ya" ujar Bu Hana kembali melihat ke luar jendela.

Sinaran jingga telah pudar berganti dengan langit malam berhias kelip bintang, di teras rumah seorang Ibu tengah khawatir menunggu anaknya yang tak kunjung pulang.

Saat sedang melihat kesana-kemari mencari keberadaan sang anak, sorot lampu dari sebuah kendaraan melaju mendekat.

Mobil hitam itu menepi dan berhenti di depan rumahnya, Asih mengerutkan dahinya tidak mengenali kendaraan ini.

Seorang wanita keluar dari bangku penumpang membuat Asih merasa tak asing.

"Asih!" sapa wanita itu.

Si pemilik nama pun tersenyum membalas sapaan itu, tak lama seorang pemuda pun ikut keluar dari mobil kemudian menyalami Asih dengan sopan.

"Kayaknya Budhe lupa sama kita, Bu" ujar pemuda itu setelah menyalami tangan Asih.

"Saya Hana, Ibunya Chandra".

Asih menutup mulutnya terkejut, "MasyaAllah!" perlahan Asih menarik lengan Bu Hana ke dalam pelukannya, "Ibu guru".

Bu Hana membalas pelukan itu, "Saya sudah hampir pensiun, Asih" ucapnya bergurau.

Asih melepas pelukannya, "Ma-mau ketemu Nduk Aesa ya?" tanyanya diangguki oleh Bu Hana.

"Aduh, anak-anak belum pada pulang" balas Asih, "Masuk dulu ya, saya buatin minum".

"Enggak usah, Asih" Bu Hana menahan lengan Asih yang hendak masuk ke rumah, "Kira-kira kamu tau kemana anak-anak biasanya main?".

Asih berpikir keras mengingat-ingat kemana biasanya Indah dan Aesa pergi, terlintas satu tempat di pikirannya namun apa benar mereka semua datang ke sana?.

Wanita itu terlihat ragu untuk memberi tahu. "Saya mohon, Asih" ucap Bu Hana, "Biarkan saya bertemu Aesa, saya ingin bertemu dengan anak saya".

"Mungkin mereka pergi ke danau" Asih akhirnya memberi tahu karena iba melihat seorang yang berprofesi memohon sampai seperti ini.

"Danau?" beo Aditya, "Di sini ada danau, Budhe?".

"Iya, di dalam hutan" jawab Asih, "Mari saya antar, sebelum hujan turun".

Aditya mengunci mobil sebelum berlari kecil mengusul Ibunya dan Asih yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gelapnya pepohonan.

Bersama suara gemuruh dari awan mendung yang siap menjatuhkan rintik air mereka bergegas. Asih tak menyangka akan melakukan ini, sepanjang jalan ia bergumam meminta ijin pada sang Ibu untuk membiarkan keluarga Chandra mengetahui makam anak itu.

My Lovely Ghost | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang