26 (b)

9.9K 1.5K 138
                                    

Holllaaaa.....

Masih ada yg nungguin, kan?

Bintangnya mana?

Suaranya mana?

Karena bintangnya sudah memenuhi target, akhirnya bab ini muncul juga, ya. Yuk, ah ramaikan lagi, biar bab berikutnya juga segera nyusul setelah bintangnya 1250 🤣🤣🤣🤣

Btw mampir juga ke 13 cerita tamat saya, ya.

Happy reading.

###

Setelah menikmati makan siang dan beristirahat beberapa saat, Kirana pun kembali bergabung bersama Nazril dan timnya. Narendra melepas kepergian gadis itu dengan rasa tak nyaman---lagi. Apalagi secara kebetulan mobil yang mengangkut mereka penuh, sehingga Kirana akhirnya berboncengan dengan Nazril menggunakan sepeda motor menuju titik awal keberangkatan river tubing.

Setelah semua rombongan lenyap dari pandangan matanya, Narendra berjalan menuju area camping. Dari sana ia nantinya akan berkeliling sejenak menuju area restoran terbuka dan petik sayur sambil mengecek situasi di area itu hingga kemudian ia bisa berhenti di titik akhir tubing.

Sapaan beberapa pekerja yang kebetulan berpapasan dengannya hanya ia balas dengan anggukan seadaanya.

Derai tawa seorang gadis yang berayun di ayunan yang menjulang mengalihkan perhatiannya. Dari kejauhan aura bahagia terlihat dengan begitu jelas. Mengingatkan Narendra pada derai tawa yang sama yang ia lihat saat Kirana berayun pada ayunan itu ketika pengambilan foto dan video untuk promosi spot baru Riverside beberapa waktu yang lalu.

Senyum lebar Kirana benar-benar terlihat. Tak ada raut sendu juga wajah kaku yang selalu ditunjukkan gadis itu sejak kedatangannya di Riverside. Sama halnya satu jam lalu saat gadis itu naik dari sungai bersama Nazril dan rekan-rekannya. Senyuman berbinar itu seolah enggan pergi dari wajah cantiknya. Namun, seketika lenyap saat Narendra menghampiri.

Sebegitu bencikah gadis itu kepada dirinya? Hal yang sangat wajar mengingat betapa pengecut sikapnya selama ini.

Satu jam kemudian, suara-suara teriakan suka cita terdengar dari sungai tak jauh dari bangku kayu yang Narendra duduki. Narendra menebah semua pikirannya yang berhamburan lalu memfokuskan pandangan pada sungai di bawahnya.

Satu persatu para penikmat tubing bermunculan dari arah hulu sungai lalu berhenti di titik akhir river tubing. Tempat yang semula tak terlalu ramai itu kini perlahan riuh. Sejumlah orang tak segera beranjak dari sungai. Mereka masih asyik mengambil foto di sungai berbatu, sebagian lagi menceburkan diri dan berenang di tempat-tempat yang lebih luas dan tak terlalu dangkal di antara bebatuan.

Setelah semua peserta tiba, sosok Kirana akhirnya terlihat. Gadis itu berteriak kegirangan di atas ban tubing  yang mengapungkan tubuhnya sambil memegang tongkat stabilizer yang di bagian ujung terselip ponselnya. Rupanya gadis itu merekam kegiatannya. Tepat di belakangnya, Nazril pun melakukan hal yang sama. Sepertinya pria itu merekam Kirana yang bergerak mengikuti arus di depannya.

Tak hanya sampai di sana. Kedua orang itu juga ikut keriuhan dengan menceburkan diri di air yang jernih bersama para peserta tubing setelah sebelumnya meletakkan ban juga perlengkapan pelindung tubuh dan helm masing-masing di titik akhir tubing. Gelak tawa suka cita itu terdengar jelas. Tawa lebar itu juga terlihat jelas di mata Narendra. Membuat darah yang sejak tadi mulai bergejolak kini perlahan memanas.

Bukan, bukannya ia tidak suka saat Kirana terlihat begitu bahagia, terlihat melebarkan senyumannya, terlihat begitu menikmati kegiatannya di tempat ini. Bukan.

Siapa yang menjadi penyebab tawa itu dan dengan siapa gadis itu tertawalah yang membuat hatinya merasa tak tak rela. Apalagi saat dilihatnya gadis itu juga tak membatasi gerak tubuhnya. Ia begitu bebas bersentuhan dengan Nazril. Memukuli pria itu sambil terbahak lalu menarik dan mendorongnya ke sungai kemudian ia pun menyusul setelahnya. Tak ketinggalan mereka juga saling serang dengan menggunakan air ke wajah masing-masing dan lagi-lagi hal itu dilakukan dengan teriakan dan tawa keras yang seolah tak akan berhenti terdengar.

Narendra menarik napas berat. Ia masih duduk diam di tempatnya tanpa mengalihkan pandangan. Namun, setelah menit demi menit berlalu dan seolah objek yang menjadi fokusnya masih tak berkeinginan untuk berhenti. Ia pun seketika bangkit dari bangku yang sudah ia duduki sejak sekitar satu jam lalu. Ia pergi. Pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.

***

"Makasih banyak, ya, Mas. Hari ini benar-benar menyenangkan," ucap Kirana saat ia akhirnya berpisah di area camping dengan Nazril. Pria itu akan melanjutkan langkah ke arah ruang ganti pekerja yang bersebelahan dengan dapur restoran. Sedangkan Kirana menuju bungalo Narendra. Mereka sama-sama basah dan harus segera mandi untuk membersihkan diri.

"Ngapain pakai makasih. Justru aku yang seharusnya bilang makasih karena kamu sudah banyak membantu." Pria itu mengedipkan matanya jahil.

"Aku bukan membantu, Mas. Tapi justru ngerepotin. Cuma main-main aja dari tadi. Ngikut tamu," balas Kirana sambil tersenyum menahan malu. Ia memang tidak banyak membantu. Malah justru merepotkan semua rekan-rekan Nazril. Ia yang seharusnya mengawal para peserta tubing malah justru ikut ambil bagian bersama mereka. Nazril menyarankan hal itu karena pagi tadi Kirana sudah membantu. Saat trip kedua siang ini, Nazril menyuruhnya untuk ikut tubing bersama para peserta saja. Lagi pula ia juga telah menyiapkan ban tubing melebihi jumlah peserta. Namun, tentu saja ia harus berada di belakang, setelah semua peserta mengarungi sungai sambil memastikan semua aman terkendali. Tak cukup sampai di sana, pria itu juga menawarkan untuk merekam semua kegiatan yang dilakukan Kirana. Tentu saja Kirana menerimanya dengan suka cita.

"Sama saja. Kamu juga sudah membantu. Oh ya, foto dan videonya akan aku kirim setelah aku edit terlebih dulu. Jangan lupa kirim juga yang ada di ponsel kamu agar aku bisa memilih hasil yang lebih bagus."

Kirana mengangguk mantap sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Sana cepat balik dan mandi. Nanti dicari Pak Rendra. Aku nggak mau disalahin karena sudah bikin kamu gatal-gatal dan batuk pilek karena terlalu banyak menelan air sungai."

Tawa Kirana kembali terdengar saat kalimat itu terlontar dari mulut Nazril. Setelahnya mereka pun memisahkan diri. Mereka berjalan menuju tujuan masing-masing.

***

"Sepertinya kamu begitu menikmati kegiatan di sungai." Kalimat itu seketika terdengar begitu Kirana membuka pintu bungalo. Gadis itu seketika menatap pria yang duduk dengan menyilangkan satu kaki pada kaki lainnya itu. Tatapan pria itu tajam, kalimat yang terlontar pun pelan. Namun, entah kenapa terasa begitu dingin dan menakutkan bagi Kirana.

Kirana menutup pintu di belakangnya lalu kembali memfokuskan pandangan pada pria yang terlihat tenang dalam posisinya itu. "Ya, semuanya begitu menyenangkan." Kirana mencoba menjawab seadanya. Entah apa yang dipikirkan Narendra, saat ini ia masih begitu basah. Mandi dan berganti pakaian adalah hal yang sempurna. Urusan dengan Narendra akan ia selesaikan setelahnya.

Namun, sepertinya keinginan Kirana tak akan begitu mudah terwujud. Terbukti setelah mendengar jawaban gadis itu, Narendra bangkit dari sofa lalu melangkah mendekat. Membuat Kirana seketika merasakan aura gelap yang menyelimuti pria itu.

"Sangat menyenangkan hingga kamu tidak paham dengan batasanmu!" Pria itu berucap pelan yang terdengar begitu mengintimidasi. Membuat Kirana perlahan mundur memberi jarak di antara mereka. Jujur saja Kirana merasa ketakutan. Pria yang hampir tak pernah bersikap tak lembut itu terlihat begitu mengerikan saat dalam suasana hati yang buruk.

"Ma... Maksudnya?" Kirana masih berusaha menggali informasi atas apa yang terjadi pada pria itu.

###

Yuk, ngarang, yuk. Bab berikutnya apa yang akan terjadi menurut teman-teman?

Tulis di sini, ya. Biar makin rame.

Nia Andhika
9 Mei 2023

RiversideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang