26 (a)

7.8K 1.5K 61
                                    

Bab ini cuma sedikit n masih ngambang karena emang masih belum selesai, tapi karena ditagih mulu dan update sebelumnya udah lama banget jadi akhirnya bab ini dikeluarin meskipun akhirnya dibagi 2. Gak apa2 kan dari pada dikira lapak ditinggalin pemiliknya. 🤣🤣🤣🤣

Oh ya, karena bab ini ketik langsung publish, harap maklum kl ada kalimat yg nganu. So, happy reading dan ramein ya.😘😘

###

Sisa hari itu Kirana lalui dengan perasaan tak nyaman luar biasa. Apalagi setelah pembukaan dimulai dan dilanjutkan dengan ramah tamah, Roisah selalu berusaha untuk mendekati Narendra. Wanita itu tak peduli meskipun Narendra terlibat perbincangan serius dengan relasinya atau dengan para tamu lainnya. Satu hal yang membuat lega, Nazril yang pembawaannya sering kali jahil setidaknya mampu membuat Kirana sedikit bisa mengalihkan perhatian dari Narendra. Sedikit. Ya, hanya sedikit. Namun, setidaknya Kirana tak merasa sendirian di tengah keriuhan yang bahkan keriuhan itu miliknya.

Acara berlangsung selama dua jam. Sebagian tamu undangan ada yang pulang begitu acara berakhir. Namun, sebagian besar masih betah duduk-duduk santai menikmati keindahan Riverside.

Trip pertama river tubing juga mulai diberangkatkan. Hal yang begitu Kirana tunggu sejak tadi. Ia tak berpikir dua kali untuk bergabung dengan anak buah Nazril. Setelah berkoordinasi singkat, mereka semua mulai berangkat ke titik awal keberangkatan. Dua mobil bak terbuka yang berisi semua perlengkapan tubing diberangkatkan. Tak ketinggalan para penikmat tubing yang telah siap dengan helm, pelindung badan dan peralatan yang melekat pada tubuh masing-masing peserta. Tim dokumentasi pun tak ketinggalan turut serta. Kirana dan Nazril juga turut di antaranya.

Dua jam kemudian trip pertama terselesaikan. Ada jeda istirahat yang dimanfaatkan semua tim untuk makan siang, salat, dan melakukan kegiatan lainnya sebelum satu jam kemudian mereka semua akan kembali turun untuk mengawal trip kedua hari ini.

Kirana menyempatkan mengganti bajunya yang basah sekaligus membersihkan diri di bungalo Narendra. Sejak kedatangan Kirana, pria itu terus mengekori.

"Kamu nggak kedinginan, An? Jangan mandi air dingin." Kalimat itu terdengar sesaat sebelum Kirana menutup pintu kamar mandi. Pertanyaan dan kalimat sejenis sudah Kirana dengar sejak ia tiba di Riverside. Kirana mengabaikan ucapan pria itu. Tak membuang waktu ia segera membersihkan diri dan lima belas menit kemudian ia sudah keluar kamar mandi dengan tubuh yang lebih segar. Setelah berganti baju ia keluar kamar dan yang seketika terlihat adalah wajah tertekuk Narendra yang duduk di sofa yang bisa Kirana pastikan pria itu menunggunya.

"Saat ini begitu terik. Mana mungkin aku kedinginan." Kalimat itu Kirana lontarkan sebagai jawaban atas pertanyaan Narendra beberapa saat lalu sebelum Kirana memasuki kamar mandi.

"Kita makan siang dulu. Kamu pasti sudah lapar. Setelah makan kamu bisa beristirahat. Tidak usah ikut anak-anak lagi. Kamu bisa beristirahat di sini atau aku akan mengantarkan kamu pulang." Kalimat Narendra seketika membelalakkan mata Kirana. Yang benar saja. Kenapa pria ini begitu mengatur apa yang harus ia lakukan. Ia bukan anak kecil berusia lima tahun yang harus patuh pada semua perintahnya. Lagi pula saat ini ia juga sedang membantu Riverside. Hal yang sejak kedatangannya kembali ke desa ini sering kali Narendra minta. Kenapa saat dirinya sudah terjun membantu kini justru seolah-olah pria itu melarang?

"Setelah makan aku akan ikut turun ke sungai lagi untuk membantu," balas Kirana dengan keras kepala, enggan mengalah.

"Kamu sudah terlalu banyak bekerja di luar ruangan, An. Tubuh kamu belum terbiasa. Kamu bisa sakit. Lagi pula ada banyak orang yang mengawal tubing. Kamu tidak perlu khawatir."

"Yang benar saja. Meskipun enam tahun tak bersentuhan dengan aktivitas di luar ruangan seperti saat ini, sepuluh tahun lebih tepatnya jika ditambah saat aku kuliah, bukan berarti aku tak pernah bekerja keras dan fisikku semakin lemah. Om harus ingat, aku lahir dan besar di sini. Di desa ini. Aku tidak akan sakit hanya karena berdiri beberapa jam di air."

Narendra tak lagi mendebat keinginan Kirana. Ia tahu kekeras kepalaan gadis itu tak akan begitu mudah ia ubah. Namun, melepas Kirana sekali lagi setelah beberapa jam terlepas dari pandangannya bukanlah hal yang mudah. Ada rasa tak nyaman saat ia melihat Kirana berbaur dengan orang-orang yang kebanyakan di antaranya adalah para laki-laki. Sepertinya ia harus mengubah keputusannya untuk melibatkan Karina terlalu banyak di kegiatan outdoor. Bekerja di kantor dengan pekerjaan ringan yang tak membutuhkan tenaga atau pikiran mungkin akan lebih baik untuk gadis itu. Atau mungkin juga ia bisa mulai meminta Kirana menjadi asistennya saja. Yang akan selalu bekerja dan belajar bersamanya. Sehingga gadis itu akan tahu apa saja yang harus dilakukan oleh pemilik Riverside. Ya, sepertinya itulah hal yang tepat. Bukannya membiarkan Kirana bermandikan keringat dan terpanggang matahari di luar sana. Ia tahu Kirana begitu menjaga tubuh dan apapun yang ada pada dirinya. Berkotor-kotor dan terpanggang matahari bukanlah hal yang disukai gadis itu sejak dulu.

"Baiklah kalau begitu. Untuk kali ini kamu bisa turun lagi. Namun, besok dan seterusnya aku harap kamu lebih fokus membantuku saja. Banyak pekerjaan yang lebih butuh kamu dari pada harus turun ke sungai dan ikut mengawal para tamu. Nazril dan timnya jauh lebih mampu dari kamu, An. Tanpa kamu mereka tetap bisa bekerja dengan baik." Kalimat itu Narendra lontarkan demi mengambil jalan tengah di antara dirinya dan Kirana. Dan seperti ia berhasil. Kirana tak membantah lalu gadis itu pun mengekori Narendra yang keluar bungalo menuju restoran untuk makan siang.

###

Nia Andhika
05052023

RiversideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang