21

8.6K 1.1K 109
                                    

Tepuk tangannya mana????

Udah berhasil update nih dalam waktu kurang dari seminggu.

So.... Bintangnya manaaaaaa.....

Suaranya manaaaa......

Ayo ramaikan.

###

"Kenapa bapak barusan terburu-buru, Pak Darto?" tanya seorang wanita pada salah satu pekerja di rumahnya. Ia heran kenapa sang suami keluar rumah dengan langkah terburu, bahkan mengabaikan panggilannya.

"Saya juga tidak tahu, Mbak. Barusan seperti mencari-cari sesuatu di teras lalu kembali masuk rumah dan setelah itu keluar dengan mobil."

"Kira-kira ke mana, ya, Pak. Saya kok jadi cemas." Wanita itu mulai merasa tak nyaman. Tidak biasanya sang suami bersikap seperti itu. Pergi tanpa kata meskipun itu hanya untuk bekerja.

"Apa mungkin ke Riverside, ya, Mbak? " tanya Darto. Namun, pria itu masih sedikit ragu dengan pikirannya.

"Kita coba lihat ke sana aja, Pak. Saya takut ada sesuatu yang buruk makanya dia berangkat terburu-buru bahkan saya panggil dia juga tidak mendengar." Akhirnya wanita itu mengambil keputusan.

"Saya saja yang lihat ke sana. Mbak di sini saja. Saya akan menghubungi Mbak kalau memang bapak ada atau tidak ada di sana." Darto memberikan pilihan. Ia tak tega jika wanita yang sedang hamil besar itu harus ikut bersamanya meskipun jarak antara Riverside dengan rumah begitu dekat.

"Saya ikut, Pak. Cuma ke Riverside aja, kok. Kalau bapak tidak ada, ya terpaksa saya tunggu di sana sambil lalu Pak Darto cari bapak."

Setelah berpikir sejenak akhirnya Darto mengiyakan permintaan majikannya. Ia berderap menuju carport lalu segera menghidupkan mesin setelah sebelumnya membantu majikannya menaiki mobil double cabin yang biasa digunakan sebagai kendaraan operasional bungalo itu.

Tak ada percakapan di antara mereka. Darto pun tak berani memulai. Hingga beberapa menit kemudian mobil yang mereka naiki berbelok memasuki area parkir bungalo.

"Itu mobilnya bapak ada di sana, Mbak." Darto berucap saat matanya menangkap mobil yang semula dikemudikan suami majikannya terlihat terparkir di sudut area lapang itu. "Mbak menunggu di restoran saja, ya. Saya yang akan mencari bapak dan memberitahu beliau kalau Mbak menyusul ke sini," tambah Darto saat ia berhasil memarkir mobil yang ia kendarai tepat di samping mobil majikannya.

"Nggak usah, Pak. Biar saya saja yang cari. Sekalian saya juga mau cari Kirana. Kemarin dia bilang akan kembali ke Jakarta sore ini, tapi kok sampai sekarang tidak bilang apa-apa ke saya." Wanita itu mengabaikan usul Darto lalu dengan cepat membuka pintu mobil.

"Nanti Mbak capek. Biar saya saja yang mencari bapak." Darto masih bersikeras. Ia tak mau majikannya itu merasa kelelahan saat mencari sang suami.

"Mending Pak Darto tanya ke anak-anak aja. Bapak ada di mana, jadi saya bisa langsung ke sana. Saya beneran khawatir, tidak biasanya dia terburu-buru begitu."

Akhirnya pria baya itu menyerah. Ia mempercepat langkah dan berpamitan mendahului agar bisa menanyakan keberadaan suami majikannya kepada para pekerja di bungalo itu. Sesaat kemudian pria itu kembali menghampiri majikannya yang berjalan pelan.

"Anak-anak melihat bapak di bawah, Mbak. Di sungai. Mbak tunggu di restoran saja, ya. Saya yang akan memberitahu bapak kalau Mbak mencari beliau."

Lagi-lagi permintaan Darto mendapat penolakan. Wanita itu berjalan menuruni petak demi petak tanah menuju sungai.

"Biar saya aja yang turun, Pak. Terima kasih. Saya akan ke sungai."

Akhirnya Darto tak lagi membantah. Namun, ia tetap mengikuti langkah pelan sang majikan. Ada rasa kasihan saat melihat wanita itu harus berjalan menuruni area Riverside yang bertingkat mengikuti kontur tanah itu dengan perut buncitnya.

Hingga setelah beberapa menit berlalu, dari kejauhan terlihat dua sosok yang berdiri membelakangi mereka. Memandang pada gagahnya gunung di kejauhan dengan kaki-kaki yang terbenam dalam jernihnya air sungai berbatu.

Wanita itu tak tahu apa yang kedua sosok itu lakukan atau bahkan bicarakan. Ia pun tak berniat memanggil, hingga sesaat kemudian, dalam satu kedipan mata, mereka berdua tampak berhadapan. Si pria terlihat mengulurkan tangan merangkum wajah si wanita. Dan yang begitu sial, dalam sekejap mata wajah mereka sudah menempel.

Mereka...

Mereka berciuman.

Wanita itu mengerjabkan mata. Mencoba meyakinkan apa yang ia lihat. Namun, berkali-kali ia memastikan, kedua sosok yang berlatar gunung yang begitu gagah itu memang terlihat berciuman. Bukan berciuman dengan mengecup kening atau pun pipi. Mereka berciuman. Saling menautkan bibir dan memagut dengan begitu syahdunya. Seolah melupakan apapun di sekitarnya. Melupakan fakta jika mereka berada di ruang terbuka yang siapa saja bisa melihatnya, tak terkecuali dirinya.

Dengan langkah tertatih wanita itu berjalan menghampiri, menyusuri sungai berbatu di bawahnya. Tubuhnya gemetar oleh gelegak emosi. Demi Tuhan, apa yang telah terjadi di belakangnya? Kenapa ia tak tahu apa-apa. Apa yang telah terjadi pada kedua orang itu? Apa yang telah mereka sembunyikan selama ini?

Dengan langkah terhuyung wanita itu mempercepat gerak kakinya di air jernih sungai berbatu itu. Mendekat pada sosok yang entah akan sampai kapan menautkan bibir mereka. Tapak-tapak kakinya berulang kali terpeleset karena pandangan matanya yang memburam dan tidak memperhatikan jalur yang dilaluinya. Matanya hanya berfokus pada apa yang tersaji di depan sana. Namun, ia masih cukup beruntung tidak terjatuh karena masih bisa berpegangan pada bebatuan besar di jalur sungai jernih yang ia lewati.

Suara seseorang yang memanggilnya terdengar dari kejauhan. Jauh di belakangnya. Ia pun tetap mengabaikan. Ada hal yang lebih penting yang harus ia pastikan. Ia bukanlah seorang pengecut yang akan melarikan diri dan menangis sendirian. Ia harus tau. Ia perlu tahu. Ia harus memperjelas semuanya. Langkahnya hanya tertuju pada kedua sosok yang berdiri tak jauh darinya. Setelah tarikan napas berat ia lakukan demi melegakan dadanya, ia pun meneriakkan emosinya.

"Ya Tuhan! Apa yang kalian lakukan!?"

Seketika kedua sosok di depan sana saling melepaskan diri satu sama lain. Pandangan keduanya reflek beralih kepadanya. Pandangan yang sama. Terkejut, tak percaya, dan entah ungkapan apa lagi yang bisa menggambarkannya.

"Jawab!" ulang si wanita itu dengan raut tak lebih baik dari mereka berdua, membuat lawan bicaranya membeku tak mampu berkata-kata.

###

Gimana? Gimana?

Sudah jelas semuanya, kan?

Ada yg bisa merangkai kejadian dari awal nggak?

Semua pertanyaan sudah terjawab di bab ini belum?

Yuk, ramein biar penulisnya semangat, bisa cepet tamat. Yang belum follow, tap follow dunk.

###

Nia Andhika
11 Maret 2023

RiversideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang