"Yaudah ayooooo," sahut Roni pasrah.

"Ah elahhhh, kesel gue," omel Salma.

Setelah semua berkumpul, semuanya bersiap - siap untuk pergi, kecuali Nabila. Gadis itu tidak ikut, Aro tidak habis pikir bagaimana bisa ia sendiri di karantina sedangkan semua serta kru ikut.

"Kamu sakit? tanya Aro tiba - tiba.

Nabila yang kini tepat berada disamping Aro memutar kepalanya. "Enggak,"

"Yaudah ayo ikut," ajak Aro.

"Enggak dulu deh,"

"Ayolah, kapan lagikan bareng - bareng," pinta Aro lembut.

"Aku mau istirahat ka Paul," terang Nabila.

"Bentar aja," pinta Aro lagi, "ayok lah, masa kamu sendirian di karantina," terang Aro.

"Ada ka Alya, ka Alya gak ikut," sahut Nabila.

Nabila, sejauh Aro mengenal gadis itu, dia memang memiliki pendirian kuat, jika ia sudah memilih A maka harus A, seperti sekarang, bagaimanapun Aro meminta, ketika Nabila sudah mengambil keputusan akan sangat sulit untuk berubah, kecuali ada alasan kuat. Padahal Aro akan merasa lebih baik ketika Nabila berada di jangkauan pandangannya, tidak jauh.

"Powwlll, gue liatin lo yah," ucap Rahman.

"Saya juga toh," tambah Diman.

"Ingat," Rahman tiba - tiba berada di tengah - tengah memberikan jarak pada Aro dan Nabila, "bentengnya tinggi," tambah Rahman.

"Aduh, abangku, terima kasih sudah mengingatkan," tutur Nabila diiringi senyum manisnya.

Sedangkan Aro, ada perasaan tidak terima dalam hati atas kalimat yang keluar dari bibir Rahman, walaupun kenyataannya memang berbeda karna terhalang tembok tinggi keyakinan, tapi bukan berarti Aro tidak bisa berteman baik kan? Dan kenapa juga Diman, Neyl, Salma, Syarla, Novia dan Anggis ikut - ikutan mendukung kalimat Rahman, Aro merasa terpatahkan secara tidak langsung.

"Nda, bisa tinggal gini aja," ucap Aro, sembari membawa pergelangan tangan Nabila kemudian menyingkirkan Rahman yang berdiri diantara keduanya.

"Ihhh, kau," Diman melepaskan tangan Aro dari Nabila. "Mana bisa begitu, tetap gak bisa," peringat Diman.

"Udah, udah, ko jadi aku yang bingung ini liat kakak kakakku," terang Nabila, melempar senyum malu - malu pada kami bertiga.

"Kau ingat dekku, hati - hati," saran Rahman pada Nabila.

"Siap ka," Nabila mengangguk patuh meyakinkan ucapan Rahman.

Aro, laki - laki itu pergi dengan tidak semangat, sebabnya karna hal tadi, sejauh ini kedekatan antara Aro dan Nabila memang terbilang sangat lamban dibanding yang lain, Aro memaklumi hal tersebut, melihat bagaimana latarbelakang Nabila, Aro sadar Nabila bukan gadis seperti kebanyakan yang ia temui. Aro rasa memang harus ada formula khusus untuk bisa dekat dengan gadis itu.

Sadar akan hal tersebut, Aro tidak mundur begitu saja, ia masih selalu mencoba untuk selalu berkomunikasi dengan Nabila, sialnya, ia harus dipertemukan dengan kakak, seperti Rahman, Diman, Neyl dan Roni yang bagi Aro terlalu over dalam melindungi Nabila, akibatnya, Aro sedikit banyaknya merasa kesusahan untuk berkomunikasi lebih akrab dengan Nabila.

"Ingat kata tukang parkir," tegur Neyl pada Aro.

Aro tidak menanggapi, bukan karna Aro tidak menghormati Neyl tapi ucapan Neyl jika diperpanjang akan sangat membuat suasana buruk dalam diri Aro, untuk itu, Aro memilih diam.

Sepanjang diluar, pikiran Aro terus dihantui oleh nama Nabila, bohong jika Aro mengatakan ia tidak khawatir, karna sekarang saja, ia ingin segera pulang ke karantina. Aro ingin melihat Nabila dengan hoodi cream yang menutupi kepalanya, Aro juga ingin melihat celana tidur merah Nabila lagi, dan Aro ingin mengucapkan selamat istirahat untuk Nabila lagi sebelum tidur, seperti tempo hari.

Mr. Aro [SUDAH TERSEDIA VERSI PDF]Where stories live. Discover now