23

181 13 4
                                    

Eren terbangun karena suara ketukan di depan asramanya. Ia sudah berteriak memanggil armin. Ia harap armin bisa mengusir siapapun yang ada disana. Tapi kelihatannya armin tidak ada. Eren menggerutu tidak jelas sambil berusaha membuka mata.

Jam berapa dia tidur? Mungkin lima pagi. Entahlah, ia sama sekali tidak yakin. Sama tidak yakinnya dengan bagaimana bisa ia tertidur. Pikirannya di penuhi dengan kejadian tadi malam di konser. Kalau eren tidak memaksa pulang, mungkin mereka akan menonton acara teatrikal yang dipertontonkan oleh Levi.

Cih, apa? Lagu khusus untuk pacarnya yang ada di Paris? Yang benar saja! Tapi mungkin seharusnya eren tidak keburu besar kepala dan menganggap lagu itu untuknya. Bisa jadi lebih punya pacaran lain di Paris. Hanya Tuhan yang tahu apa yang mampu dan tidak mampu dilakukan oleh pria itu.

Tapi, tetap saja pikiran eren berputar-putar tentang levi sepanjang malam. Katanya lagu itu sebagai permintaan maaf. Kalau memang benar lagu itu untuknya, apakah pria itu tahu ia meminta maaf untuk apa?

Eren tiba di depan pintu. Ia membuka pintu dengan setengah sadar, sejenak ia menatap ke arah orang yang mengetuk pintunya. Pria berambut hitam legam yang rasanya ia kenal. Mulai sadar, ia pun kaget dan membanting pintu di muka pria tersebut.

Kenapa pria itu di sini?!

Eren kaget. Pasalnya levi mendatangi apartemennya.

"Ngapain kau kemari?!"

"Eren, aku ingin bicara denganmu"

Levi kembali mengetuk pintu, kali ini sambil memanggil nama eren. Di dalam, eren sibuk memaki-maki zeke karena melanggar janjinya dan memberikan alamat eren pada Levi. Ketukan pintu terasa sangat menganggu sekarang.

"Apa?!" teriak eren sambil membuka pintunya dengan kasar.

"Tidakkah kaupikir kita perlu bicara?" tanya Levi sambil menahan gagang pintu dari luar, berjaga-jaga andai eren kembali ingin membanting pintunya.

"Tidak ada yang ingin ku bicarakan denganmu. Sama sekali tidak ada."

"Oke, tidak apa-apa. Aku yang akan bicara."

Eren berusaha menutup pintu kembali, namun tenaganya kalah kuat dengan levi. Ia mengerang parau, yang menyatakan dengan jelas kekesalannya. "Kalau kau masuk, aku akan berteriak," ancamnya kesal, tapi tidak ada gunanya karena Levi bergeming dan menatapnya tajam.

Ia ingin memberikan levi berbicara sesukanya, lalu kembali menutup pintu, tapi itu berisiko. Armin bisa kembali kapan saja. Bayangkan reaksi sahabatnya itu kalau tahu eren dan idola yang diagung-agungkannya punya hubungan. Tidak, tidak. Eren sama sekali tidak mau hal itu terjadi.

Jadi eren mengambil jaketnya dan keluar dari asrama. Levi mengikuti dari belakang setelah menutup pintu. Mereka berdiam diri di dalam lift. Eren menahan diri untuk tidak menangis, sementara levi menahan diri untuk tidak meraih pria manis itu dan menciumnya kuat-kuat saat itu juga. Eren sudah berjalan cukup jauh dari asrama ketika ia berbalik dan bertanya, "Apa?" dengan ketus.

Levi menarik napas sebelum bicara, "kau datang ke konser tadi malam?"

"Tidak," jawab eren. Ia menghindar tatapan dari Levi ketika mengucapakannya, jelas tidak mau ketahuan berbohong. Levi toh tidak mungkin tahu, ia datang ke konser atau tidak.

"Jangan berbohong padaku! Aku tahu kau datang," kata Levi tajam. Eren diam saja tidak menanggapi. Dalam hati, ia bingung bagaimana Levi bisa tahu. Apakah pria ini punya bakat meramal?

"Kenapa kau berbohong dan bilang kau tidak ingin datang ke konser?"

"Memang tidak ingin. Temanku memaksa datang. Lagi pula, apa pentingnya sih aku datang atau tidak buat mu?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Levi x Eren   A Love Like An Obsession Where stories live. Discover now