14

227 18 10
                                    

Eren memandang Range Rover hitam di depannya sambil mengernyit. Ia meletakkan tasnya ke tanah tiba-tiba. Sejak awal ia malas mengikuti Tranningcamp bersama, suasana hatinya sedang tidak sinkron dengan orang-orang ini, tapi kata kepala manajer ia harus ikut.

Masalahnya bukan pada tranningcamp, melainkan pada orang-orang tertentu yang akan mengikuti tranningcamp. Sepertinya pertemuan ini akan segera menjadi mimpi buruknya karena masalah ini bertumbuk menjadi satu.

"Zeke-san, apa aku harus naik Range Rover? Tidak bisa yang lain?" tanyanya pada zeke.

Zeke hanya mengangguk.

"Kenapa?" Tanya eren lagi.

"Hanya mobil itu yang kosong, " jawab zeke.

"Aku bisa tukar tempat duduk dengan salah satu panitia"

"Dan membuat hidup orang itu tidak nyaman selama lebih dari tiga jam ke depan?"

Eren mengeluh tanpa suara. Zeke mengerti kenapa adiknya tidak ingin naik range rover walau mobil itu paling nyaman. Ia bisa melihat bayangan Levi duduk dibangku penumpang belakang.

"Tidak apa-apa eren. Ada historia yang akan menemanimu," katanya sekedar menyemangati. Tapi adiknya malah menatapnya dengan tatapan yang seakan mengatakan, "walau ada malaikat di tengah-tengah mereka pun tidak akan cukup."

Zeke menghela nafas sambil menggeleng.

"Nanti juga kau dan dia segera baikan. Biasanya begitu."

"Menurut zeke-san begitu?" tanya eren sinis.

"Jangan sinis begitu! Dia kan lebih tua darimu. Bersikaplah yang manis, eren. Bisa kan?"

Eren, tidak menjawab. Dalam hati ia sungguh tidak bisa bersikap manis di depan Levi. Tapi ia mengalah juga. Eren mengangkat ranselnya dan berjalan ke arah Range Rover putih itu perlahan. Ia diam-diam mengingat dimana Ia menaruh i-pod-nya. Begitu naik mobil, ia aka memakai earphone-nya dan peduli setan dengan dunia.

Tingkahnya sudah didahului oleh levi. Pria itu tidak melirik eren sedikitpun. Eren mengerucutkan bibirnya begitu melihat levi tenang dan menjaga jarak darinya.

"Oh, halo eren-chan" sapa historia ceria

Eren balas tersenyum manis padanya. Di sebelahnya, Reiner yang berkacamata hitam hanya melirik spion.

"Reiner bilang kau akan ikut mobil kami. Aku senang sekali. Pasti akan luar biasa membosankan kalau hanya berkendara dengan pria-pria ini."

"Ah, begitukah?" tanya eren tak yakin, melirik Reiner yang jelas-jelas mencibir.

Semoga ketiga peserta cinta segitiga itu bisa berkendara tanpa banyak protes ataupun perang darah.

"Jadi menurutmu pergi denganku membosankan ya?" tanya Reiner pada historia. Tapi, sebelum historia sempat meralat, Reiner keburu melanjutkan ucapannya, "ah, maksudmu hanya basa-basi ya? Tapi kan kau tidak perlu berkata seperti itu. Eren mungkin akan salah mengerti."

Eren menggeleng sambil memasang tampang "tidak akan" yang jelas. Ia sudah banyak melihat adegan mesra di antara historia dan Reiner.

Ia meraih iPod dan earphone-nya dalam tas dan berkata, "historia-san, maaf. Aku akan tidur dahulu. Semalam banyak nyamuk, jadi aku tidak bisa tidur. Silahkan berlaku sesuka kalian. Aku tidak akan melihatnya," katanya manis.

Kelas sindirannya mengena karena Reiner berkata  kesal, sementara historia hanya nyengir memandangnya, "apa yang tidak akan kau lihat? Memangnya kenapa kau tidak bisa melihatnya?"

"Aku takut buta kalau sering-sering melihat adegan tujuh belas tahun ke atas," jawabnya asal sambil memasang earphone.

"Eren!" teriak reiner. Reiner hendak melontarkan perkataan lagi, tapi eren tidak peduli. Audio record blue mulai bernyanyi di kupingnya. Eren memejamkan matanya dan berharap ia tidur sepanjang perjalanan. Ia tidak memperhatikan levi yang meliriknya dengan senyum tipis di bibirnya. Berbeda dengan eren, di kuping pria tampan itu sama sekali tidak terdengar suara.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Eren terbangun karena suara petir yang menggelegar. Di luar hujan deras dan langit gelap pertanda malam akan tiba. Mereka memang pergi terlalu sore tadi. Di dalam mobil hanya ada historia yang sedang bersenandung sambil mendengar lagu dari CD player di mobil.

Levi x Eren   A Love Like An Obsession Where stories live. Discover now