21

193 19 3
                                    

Eren melihat pemandangan dari balik jendela sambil bertopang dagu. Dari kejauhan ia bisa melihat menara Eiffel, walau dalam ukuran sangat kecil. Bila melongok ke bawah balkon asramanya, ia bisa memandang orang yang berlalu-lalang. Asramanya terletak di tengah kota dan berhadapan dengan jalan besar.

Setelah satu tahun berlalu, ia terbiasa dengan denyut jantung paris, impian banyak orang. Berdasarkan pengalamannya, Paris memang tidak. Melulu romantis seperti yang diceritakan. Namun, Paris adalah kota yang menyenangkan, kota tempatnya menyandarkan impian.

Kadang ia rindu pada daerahnya. Terutama pada kehangatan rumah dan masakan ibunya. Ibu, ayah, dan kakaknya adalah bagian yang tak terpisahkan. Pada awalnya memang sulit melepas kemapanan yang ia nikmati selama dua puluh tahun. Kebebasan dan kemandirian memerlukan kerja keras.

Levi mengisi benaknya, walau ia tak ingin. Pikirannya berkelana malam itu. Ia bertanya pada diri sendiri setelah sekian lama mengusir pertanyaan itu, apa yang membuatnya marah sebenarnya?

Tentu bukan tentang kemungkinan Levi mempunyai anak dari petra. Bahkan eren yang sekarang merasa bahwa eren satu tahun lalu dengan mudah mengesampingkan masalah itu.

Lalu apa?

Perasaan tak diinginkan, itulah sebabnya.

Omongan petra malam itu bercampur dengan omongan kakaknya, membuat eren menyadari kalau Levi tidak menginginkannya, seperti ia menginginkan Levi. Pria itu memacarinya karna tidak mau lagi dipusingkan dengan eren dan pacarnya. Namun sepertinya pria itu demikian senang mempermasalahkannya.

Eren berpikir bahwa itu tanda-tanda bahwa levi cemburu. Tapi apa benar levi cemburu padanya?. Apa benar ia diinginkan oleh levi? Bagaimana kalau ciuman, pelukan, dan kemesraan lain yang mereka lakukan? Menurut eren, bagi orang sekaliber levi, ciuman, pelukan, dan semacamnya itu tidak berarti. Hanya hidangan pembuka, bukan hidangan utama.

Hanya eren yang merasa bahwa pria seperti levi cukup dengan ciuman dan sedikit pelukan. Orang lain yang paham betul seperti apa pria itu, akan terkejut dengan tekad levi untuk tidak membawa eren ke tempat tidur. Keterangan sejak adalah bukti semua itu.

Eren menangis habis-habisan, berharap tangisnya menghapus dan membuat luka harinya kebas.

Mungkin eren menangisi hubungannya dengan levi karena jelas pria itu tidak lagi ingin melanjutkan hubungan apapun. Levi tidak mencegahnya pergi, menelpon, atau bahkan menanyakan kabarnya setelah eren pergi dari apartemennya waktu itu.

Eren yakin ia tidak akan menghiraukan itu semua, namun tetap saja ia akan senang kalau levi memberikan perhatian lebih padanya. Bagaimanapun, levi pernah dengan berani menemani historia saat gadis itu kesulitan tanpa memedulikan pandangan umum. Karena hanya historia-lah levi berani menyatakan rasa suka pada eren, levi hanya menawaerinya menjadi pacar. Itu jelas hal yang berbeda.

Tapi mungkin memang sebegitu saja sosok eren untuk levi. Hanya anak kecil yang harus dijaga dan diurus, walau caranya jelas berlebihan.

Menyedihkan.

Ia dan cintanya yang konyol.

Sekarang ia cemburu dengan historia, yang bahkan tidak tahu masalahnya apa. Tentu saja pria itu tidak akan menyatakan rasa suka padanya, apalagi cinta. Levi masih menganggapnya anak kecil, oh Tuhan! Semua ciuman yang pernah levi berikan hanyalah olahraga bibir.

Email dari Universitas Paris tidak datang pada saat yang tepat. Universitas itu bahkan menawarkan eren datang lebih awal sebagai bagian persiapan kuliah. Eren menganggap hal itu sebagai pertanda dari Tuhan.

Ia pun berangkat dengan segala tekad dan iringan doa ibunya, berharap bisa melupakan masa lalu dan levi. Karena disinilah ia, setahun kemudian, masih saja mengenang pria itu.

Levi x Eren   A Love Like An Obsession Where stories live. Discover now