20

192 13 0
                                    

Levi baru saja menyendokkan nasi ke mangkuk ketika bel berbunyi. Levi terlalu lapar untuk diganggu dengan hal-hal tidak penting, kecuali eren yang ada di depan pintu, Lagi-lagi lupa kode masuk apartemennya.

Pemikiran itu membuatnya senang. Senyum Levi masih bertahan, hingga dirinya mencapai layar monitor sekuriti. Ia mulai mengernyit. Dari semua orang yang mungkin mengunjunginya di dunia, kenapa harus petra yang berada di depan pintu apartemennya?

Levi menimbang-nimbang, akan membukakan pintu atau tidak. Siapapun yang kebetulan lewat tidak akan mengenal siapa yang mendatanginya. Mereka akan mengira wanita itu salah satu koordinator perusahaan. Tapi tentu saja Levi tidak bisa mengambil resiko.
Namun, membiarkan wanita itu menginjakkan kaki di apartemennya akan menimbulkan skandal? Belum lagi, secara pribadi ia tidak menyukai petra. Ah! Ini menyebalkan, pikirnya.

Levi membukakan pintu untuk mengetahui apa yang akan dibicarakan oleh wanita itu. Petra tidak perlu masuk. Mereka bisa bicara di depan apartemen saja.

"Ada apa kau kemari?" tanyanya begitu membuka pintu dan bertatapan. Nada suaranya menunjukkan ketidaksukaan. Petra sepertinya sudah kenal.

"Tidak ada sapaan?" tanyanya sambil berusaha masuk. Tangan levi dengan sigap menghalangi. Petra memandangnya. Ia menggunakan tubuhnya dengan benar, memaksa levi untuk mundur tanpa kata. Dadanya sekilas menempel di tangan yang buru-buru ditarik oleh pria itu.

Levi akan mengelap setiap jengkal permukaan yang Petra sentuh dengan air suci ketika wanita itu pergi nanti. Ia bahkan berpikir untuk pindah. Sepertinya tidak aman disini.

"Aku tanya sekali lagi, ada apa kau kemari?"

Petra melihat sekeliling. Apartemen ini benar-benar khas Levi. Begitu bersih dan teratur. Petra yakin, tidak ada debu dimanapun. Ia tersenyum. Pria itu tidak banyak berubah berubah dibandingkan sebelumnya.

Ia membalikkan badan dan menghadap Levi, "aku kangen saja, ingin bertemu denganmu. Kenapa? Tidak boleh?"

Levi heran. Sekarang ia hanya memandang gadis itu dengan jijik.

"Tahu dimana alamat apartemenku?"

"Tidak ada yang tidak bisa kau ketahui kalau kau cukup banyak uang," kata Petra sambi melihat foto-foto di dinding.

"Apa kau tidak kangen denganku?" lanjut petra berani.  Levi mendengus dan tertawa sinis.

"Aku kangen hari ketika kau tidak ada dalam hidupku," jawanya ketus.

"Benarkah? Kau masih membenciku? Setelah apa yang coba ku jelaskan padamu? Aku kan sudah bilang bahwa aku tidak punya pilihan saat itu."

"Terserah apa katamu."

"Kau sadar bahwa kejadian itu bukan hanya salahku, tapi juga salahmu?" ekspresi levi seolah mengatakan oh benarkah? Namun ia membiarkan petra berbicara tanpa disela. "Andai kau lebih pengertian dan hangat sebagai kekasih, aku kan mempertimbangkannya. Namun sekali lagi, apa yang kuharapkan darimu? Kau masih terlalu muda, bahkan untuk menyokong dirimu sendiri, apalagi sebuah keluarga dengan bayi di dalamnya."

Levi teringat saat itu adalah peripde tergelap dan paling kacau dalam hidupnya. Orangtuanya sering bertengkar dan memutuskan untuk bercerai. Ayahnya bangkrut, dan ia lebih senang untuk kabur dari rumah, menghindari semuanya dan menyalurkan frustasinua dengan berkelahi.

Tentu saja semua itu sulit. Tapi ia yakin, ia mampu bertanggungjawab terhadap hidup keluarganya kalau diberi kesempatan. Namun, Diam-diam ia mengakui bahwa mereka berdua tidak akan punya kesempatan hidup dengan baik, apalagi kesuksesan, kalau sejarah tertulis seperti yang Levi inginkan.

Levi x Eren   A Love Like An Obsession Donde viven las historias. Descúbrelo ahora