"Kenapa tidak boleh? Aku kan, korban di sana. Yang aku katakan juga fakta. Jadi, menjauh dariku!" titah Adel dengan nada mengusir.

"Jika aku tidak mau?"

Alis Adel menukik tajam. "Kau-"

"Putri."

Adel dan Jamie tersentak saat seseorang menyelip ke dalam pembicaraan serius mereka. Adel merasakan sentuhan lembut di pundaknya. Kepala gadis itu mendongak, menatap heran Amon yng tersenyum ke arahnya.

"Amon...?"

Amon tersenyum, mata laki-laki itu mengarah pada Jamie. "Sepertinya aku mengganggu kalian, ya?"

Jamie menatap tidak suka ke arah Amon. "Jika kau tahu, maka menyingkir-"

"Maaf. Tapi, aku punya urusan dengan Putri Anaya," potong Amon.

"Tidak bisakah kau mengurus urusanmu nanti?"

"Tidak bisa, maaf..." Amon tersenyum tak enak hati.

Adel yang masih bingung dengan situasi hanya menurut saat pergelangan tangannya ditarik oleh Amon ke sisi barat ruang laboratorium. Adel bisa bernapas lega saat sudah tidak banyak lagi mata memandangnya.

"Kau..." Adel meneliti wajah Amon yang memperlihatkan raut tenangnya. "Apa kita punya sesuatu untuk dibicrakan?"

"Oh?" Lagi-lagi, Adel melihat senyum terpampang di wajah Amon. "Saya melihat putri dari jauh. Dari raut wajah putri, saya melihat ada keengganan saat putri berbicara dengan Jamie."

Adel menatap penuh selidik. "Benar hanya karena itu?"

"Uh? Ya... Hanya karena itu? Saya tidak bermaksud membuat putri tersinggung." Amon mendadak tersenyum canggung. "Maaf kalau itu membuat Putri tidak nyaman... Saya hanya berniat membantu, kok."

Adel makin dilanda rasa curiga. Apa benar ada orang sebaik Amon ini? Siapa pun juga pasti tahu kalau tidak akan ada orang yang mau membantu orang seperti Anaya. Dan Amon... Membantunya tanpa niat apa pun?

"Aku bukannya tidak nyaman. Hanya saja, jika kau membantuku karena menginginkan sesuatu, maka enyahlah dari hadapanku." Adel berucap dingin. Gadis itu berbalik membelakangi Amon.

Amon mengerjap pelan. Laki-laki itu menyeringsi tipis. "Kenapa Putri bisa tahu kalau saya menginginkan sesuatu?"

Deg.

Adel mengepalkan tangannya. Sudah kuduga... Apa yang aku harapkan, sih?

"Jadi... Apa yang kau inginkan dariku?"

Lama tak mendengar sahutan, Adel merasa bingung. Saat tubuhnya berbalik, Adel menahan napasnya saat aroma lavender menusuk indra penciumannya. Tubuh Adel seketika mematung.

"Saya ingin menjadi teman putri..." Amon menunduk, menyeringai saat melihat tatapan Adel yang terlihat tidak fokus. "Bisakah saya menjadi teman Anda?"

Sialan!

Adel tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke samping, menyembunyikan rona merah di pipi yang terlihat samar. "Jika kau membutuhkan teman, aku yakin banyak yang mengantri untuk itu."

Adel perlahan menjauhkan diri, mencari celah untuk kabur. "Maka dari itu, aku tidak akan menjadi temanmu. Sampai jumpa!"

Secepat kilat Adel berlari menjauhi ruangan yang ditempati Amon. Amon hanya diam di tempat, memandangi punggung Adel yang perlahan menjauh.

"Apa kau puas?" Amon melirik belakang lemari, dimana seseorang bersembunyi di sana. "Apa ini yang kau inginkan? Apa keinginanmu sudah terwujud, sepupu?"

SISTEM : Antagonist HaremWhere stories live. Discover now