Chapter 4

21 24 8
                                    

Zhang baru saja keluar dari kamar mandi, meletakkan handuknya di gantungan. Temannya, Chin sedang menyelesaikan chapter permainan horor di konsol playstation 4. Ia melanjutkan chapter berikutnya mengeklik "x" di stick. Layar televisi itu berubah pada karakter bernama Leon berpakaian Racoon Police Department. Zhang menghampirinya, "Cuyy, kau melanjutkan save-an berikutnya?" tanya Zhang. "Bukankah kau ada kelas satu jam nanti?"

"Tidak, Zhang", tanya Chin, "lagipula Profesor sedang dalam dinas menuju Manchester."

"Kau harus hentikan itu."

Chin melanjutkan permainannya dan menekan tombol stick. "Bukankah, Lee seharusnya sudah datang?" tanya Zhang.

"Tenang dia akan datang," kata Chin. "Kau mendapat update dari orang-orang di Morocos's Takeout hari ini? Berapa lama lagi mereka akan membiarkan kita menunggu." Chin langsung menatap mengfokuskan ke arah Zhang.

"Shush! Jangan satu katapun." Mereka menyudahi pembicaraan. Seakan remnya sudah diinjak sebelum mobil sejalan. Keduanya kembali ke urusan masing, Chin kembali ke arah layar yang bersinar putih itu. Zhang menuju ke kamar dan membuka laci meja, "jika ada yang tahu, akan rumit situasinya," pikir Zhang.

Kenapa di Inggris, jika bisa di Beijing. Bersama ketiga temannya yang begitu dekat ketika terpilih mendapat beasiswa di tempat yang sangat jauh. Foto itu terpampang di meja lacinya. Mereka bertiga dengan pesan yang sama, berkata kepada orang tuanya bahwasanya mereka hanya akan ke Inggris untuk menamatkan kuliah menjadi sarjana di jurusan komputer, bukan kabur jauh dari orang yang mereka sayangi. Orang tua mana yang tidak sedih jikalau mereka jauh dari mereka bertiga di tanah orang asing, di lain hal juga bangga terharu mereka telah menjadi dewasa tanpa mengurus masalah makan, mandi dan tidur.

Parkiran mobil itu terlihat hening, begitupun jalan raya dikarenakan kebijakan aturan sekarang. Tidak menguntungkan ketiga tuan-tuan di dalam mobil sedan warna abu-abu yang sedang mengawasi gedung universitas itu. Mobil lain jenis SUV warna hitam memarkirkan di samping sedan itu. Di mobil hitam itu terdapat tiga pria, salah satunya diperban mulut dan matanya ditutupi kain, setidaknya dia masih bisa bernapas. Juga terdapat darah di hidungnya. Satunya lagi menjaga di belakang pria babak belur itu dan sopir di kemudi.

"Kau siap, bro?" tanya perampok itu di mobil sedan itu.

Ia menghela napas terlebih dahulu, "Ya, ayo," Jawab pimpinan itu.

"Kau yakin ingin melakukan ini?"

"Tentu, saja tidak."

Ketiga pria itu mengenakan balaclava hitam, keluar dari mobilnya dan berjalan menuju SUV. Mereka mengeluarkan pria babak belur itu, menuntunnya secara paksa dengan mengunci kedua tangan oleh salah satu anak buahnya dan memaksanya berjalan. Terdapat empat orang "menemaninya" ke arah asrama tepat di lantai dua melalui tangga. Setibanya di lantai dua, salah satu pintu asrama terbuka, membuat penghuni itu terkaget melihat lima orang berpakaian balaclava membawa salah satu temannya.

"Kejutan ulang tahun untuknya, diam-diamlah," kata preman itu.

"Ohh maaf," kata si penghuni dan kembali ke dalam asramanya. Mereka melanjutkan rencana mereka.

Zhang keluar dari kamar, mengoper buku ke Chin, "Aku harus mengatakan sesuatu," kata Zhang.

"Ada apa, cuyy?" tanya Chin yang masih fokus ke permainannya.

Pintu apartemen mereka digedor, baru saja Zhang akan mengatakan sesuatu. Chin menyuruh Zhang membukakan pintu itu. "Itu pasti, Lee," kata Zhang sambil melangkah ke arah pintu. "Kenapa harus mengetok? Tempat tinggalkan? Sialan lama" gumamnya gondok akan kelakuan dan tingkahnya Lee yang usil.

Baru saja setengah terbuka, pintu itu mengenai jidat dan mendorongnya sampai terjatuh ke lantai. "Sialan, kau," teriaknya keras kesakitan. Teman yang sedang bermain playstation itu melepas stick dan berlari menghampirinya.

Pintu mereka ditendang, disergap sekelompok. Salah satu perampok bersenjata pistol menodong Zhang. Sandera yang dituntun itu dilempar ke lantai. Perampok bersenjata itu memukul dengan gagang Pistol di kepala Chin saat berlari menolongnya. "Jangan bergerak, keparat!" peringat perampok itu berbicara bahasa cina. "Angkat tangan kalian, cepat angkat."

Perampok bersenjata mengamankan ruang kamar dan kamar mandi. Dua perampok lainnya mengikat tangan semua sandera dan mengayunkan pisau di lehernya. Zhang dan Chin baru saja dirampok oleh perampok dengan bahasa yang asli mereka. Panik dan adrenalin memompa cepat. "Dimana berkas dan laptopmu!" sergah perampok itu.

Keduanya hanya diam saja, tak dapat fokus pada sergahan perampok. Mereka bertiga masih meringis sakit, terutama Lee yang sudah babak belur di hidung. Perampok itu membuka tutup mata dan perban di mulut yang sudah berwarna ungu Perampok itu memicingkan kepalanya sebagai kode ke para sandera. Perampok lainnya mengunuskan pisau dan mengacungkannya di leher Zhang. "Kau beri tahu, dia hidup. kau melawan, dia mati!" ancamnya ke Lee.

Perampok bersenjata pistol selesai mengamankan seluruh ruangan. "Bos, ruangan aman," lapornya.

"Cari tahu dimana berkas itu, or we will be fuck!" perintah pimpinan perampok. Perampok bersenjata itu lekas mencari dari kamar tidur mereka.

"Apa kalian dengar yang kami katakan, pengkhianat tanah air?" tanyanya penuh ancaman. "Terserah kalian." Pimpinan itu memberi isyarat memicingkan kepala ke anak buahnya.

Perampok dengan pisau itu mengorok Zhang di leher, mengeluarkan cipratan darah secara cepat. Zhang tumbang terlentang ke lantai.

"Zhang!" teriak Chin menangis histeris. Lee yang melihat itu membuang tatapan melihat teman baiknya mati terbunuh.

Perampok bersenjata yang memasuki kamar, mengamankan dan mencari-cari barang yang diperlukannya. Kamar mandi dan tidur telah digeledah, membiarkan rumahnya tanpa berserakan. Perampok itu mengeledah meja belajar tersebut. Dia buka lacinya menemukan laptop dan map kertas coklat jadi satu. "sudah ketemu!" konfirmasi perampok itu. Dia mengambil dan menaruh ke dalam tas ranselnya.

"Baiklah, buat ini jadi seolah-olah mereka bunuh diri dan pergi!" perintah pimpinan itu.

Perampok lainnya menarik Chin ke kamar tidur dan digorok lehernya. Dia melihat foto di mejanya saat-saat terakhir nasib menjawab. sementara Lee di kamar mandi digorok dan mayatnya diletakkan di bak mandi seperti tertidur. Mayat Zhang diseret ke dalam kamar tidur. bagai tempat ini bak ritual setan. Lantai itu ternoda dengan genangan darah. Tidak butuh waktu lama, mereka mematikan semua lampu di asrama tersebut. Semua perampok berjalan keluar dari sana dengan keadaan yang sepi di lorong. Kemungkinan mereka masih Study at Home tanpa ke kelas. Seluruh perampok menuju mobil mereka berkendara ke barat.

Seluruh perampok tiba di pelabuhan London. Mereka turun dan meninggalkan mobil sedan dan SUV, mengganti ke pakaian rompi hijau dan helm pekerja berwarna putih, menghampiri kapal kargo siap berlayar tersebut. Kelima orang ini menjadi pekerja kapal kargo untuk tujuan berikutnya: penjemputan menuju pemberhentian berikut di Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.

Neutralized: Operation AfterlifeWhere stories live. Discover now