Chapter 3

40 43 20
                                    

Sujud terakhir dengan kepala di atas turbah berakhir. Pemuda itu melanjuti duduk tawarruk pada tasyahud akhir: rakaat terakhir. Sesudahnya, ia mengakhiri dengan mengangkat kedua tangan mengucap takbir tiga kali. Masjid umum di Berlin, pemuda berambut gundul hitam ini beribadah sendiri walaupun sudah ada yang membujuknya untuk berjamaah, ia melangsungkan secara cepat dan pura-pura tak tahu.

Pemuda itu berdiri memungut turbah itu. Dia berjalan keluar dari masjid itu. Suasana di luar bukan seperti tempatnya dibesarkan. Dimana anak-anak dapat tumbuh, bermain dan tertawa bersama teman-temannya. Termasuk juga dengan orangtua, menceritakan sebuah puisi yang indah dan mengajari ilmu agama untuk besar nanti. Paling terutama sosok ayah dan putranya.

Dia dilahirkan dari ayah yang seorang veteran perang di negeri Persia melawan Mesopotamia di tahun 1980-an dan seorang milisi sukarelawan semenjak Revolusi Iran 1979. Pelan-pelan si ayah tersebut bergabung di Departemen 900. Ibunya adalah seorang guru dari suatu pesantren. Allah SWT mempertemukan mereka berdua di Bazaar saat revolusi. Keduanya dikaruniai seorang putra saat si ayah harus berada di garis depan pertempuran. Keduannya tidak pernah lagi dipertemukan. Saat itu si ayah harus mengemban tugas sebagai pasukan bunuh diri untuk menyabotase sistem vital tentara Irak.

Bagi dia ayah adalah sosok yang harus dihormati dan diteruskan pengorbanannya. Ia adalah martir suatu ideologi–buah pemikiran Tuhan dan umatnya untuk diperjuangkan sampai beribu-ribu tahun. Ada peribahasa umum yang mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Dialah yang akan meneruskan idealisme yang tak akan dipikir tak akan pernah pudar dan terhapus dari sejarah.

Suasana yang kebarat-baratan yang penuh kebejatan dan kemerosotan. Penuh polusi, warga negara disini sangat individualis. Dan juga mengedepankan pemikiran yang liberal. Bagi pemuda ini, apa itu liberal? Jika hanya menghasilkan kehancuran total. Lebih seperti ke arah haluan kiri, bahkan kiri jauh.

Berakhir sudah kewajiban sebagai orang beragama di waktu sore hari ini. Si rambut gundul hitam itu langkahnya cepat menuju gang di kanan, berhenti sejenak. Ia merapihkan jaketnya, meraih dua sebongkah besi seukuran tangannya. Dipasang keduanya menjadi sebuah pistol. Satu besi terdapat di saku jaket untuk nanti. Pistol itu disembunyikan di balik jaket, sekarang terdapat sesuatu menonjol di bawah punggung tersembunyi di balik jaket kulit yang dikenakan.

Trotoar terlihat sepi, beberapa pejalan kaki dan mobil-mobil berlalu lalang. Perawakannya yang Timur Tengah atau Arab tanpa janggut menurut sunnah rasul, tertutup masker di hidung dan mulut. Di jalanan ini adalah perumahan kediaman suatu sasaran dalam daftar hitamnya.

Dengan mata yang begitu cepat mengintai sekitarnya, begitu-pun beberapa pejalan kaki seberang jalan. Karena diseberang adalah bendera bintang daud di Auguste-Viktoria-Straße 74. Perhatian si Pemuda mengarah ke seorang pria berpakaian jas dan celana hitam mungkin baru saja dari arah taman. Dilemparkan plastik berbentuk kubus di tempat sampah. Waktu istirahat telah usai terlihat dari bungkus yang ia buang. Bungkus makanan burger. Dibuang tatapan itu ke arah lain saat salah orang itu memandangnya. Ia menjauh dari tempat itu beberapa meter, yang tidak padat. Justru sepi dan mungkin kesempatannya.

Ada orang lainnya keluar dari arah perumahan yang sangat besar itu dengan koper coklat di tangan kanannya. Pria berbadan kurus itu mengenakan topi flat dan jaket hitam dengan bendera Israel tertempel di dada kirinya. Ia berjalan ke parkiran di depan kedutaan, mobilnya menunggu saat itu juga. Itu benar, kedutaan Israel adalah salah satu misi di daftarnya. "Antek-antek Amerika sialan," pikir Pemuda itu.

Pria dari tanah Persia itu mengeluarkan besi yang berada di saku jaket dan pistol dari balik jaketnya, memasang keduanya jadi satu. Ia berjalan menghampiri orang dengan koper coklat itu sedang menuju mobil sedan miliknya, membuka bagasi. Pistol CZ-75B berada di tangan kanannya, membelakangi badan pejabat Israel tersebut.

"Avner," sapa Pemuda Timur Tengah itu tak bersahabat sambil mendekati langkahnya, "ada pesan dari Jenderal Salami," pesannya. lalu ia membidik dan menembak dengan cepat ke badan sembilan kali. Rekannya yang baru saja akan masuk ke dalam menyaksikan itu dari jauh ketika akan masuk.

Penembak itu mengambil koper kulit coklat dari bagasi yang terbuka itu, dan melarikan diri dari TKP jauh-jauh. Rekannya dan satuan keamanan menghampiri rekannya yang terluka di jalanan, sudah tak bernyawa saat rekannya memegang denyut nadinya.

Neutralized: Operation AfterlifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang