01. Kisah Lampau

24 6 3
                                    

"Seorang putri tidak boleh menikahi ksatria, Gayatri

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

"Seorang putri tidak boleh menikahi ksatria, Gayatri."

Ketegangan di Bangsal Sekartami tidak dapat ditutupi. Sang raja, Sang Hyang Prabu Bhatarajaya, tidak biasanya menaikkan nada bicaranya seperti saat ini terlebih saat berbicara dengan putrinya. Tetapi kini, semua mata menatap pada sang putri yang sedang berlutut di depan ayahnya.

"Di sini saya bukan putri kerajaan, Sang Hyang Prabu. Saya memohon sebagai seorang anak kepada ayahnya," katanya tegas sambil menatap mata sang ayah.

Gusti Kanjeng Putri Gayatri saat ini benar-benar ingin, melepaskan semua gelar kebangsawanannya dan menjadi seorang gadis biasa. Segala riasan dan perhiasan yang dipakai di dirinya tak lagi bernilai. Kemewahan semu yang justru melukai hatinya. Terlebih saat melihat guratan cinta lenyap dari raut wajah ayahnya.

"Tapi kau anak seorang raja, Nak. Kau tau bagaimana hukum adat yang berlaku di kerajaan ini. Kau dan Dhatama tidak boleh menikah dan swayamvaram akan dilaksanakan." Prabu Bhatarajaya menatap putrinya dengan semburat amarah.

"Kau akan menikahi seorang Pangeran." Kata-kata itu adalah keputusan akhir sang raja dan tidak ada yang dapat menolaknya. Sejenak setelah mengatakan hal tersebut Sang Hyang Prabu keluar dari Bangsal Sekartami disusul Para Pamangku.

Sekarang, Gayatri tinggal seorang diri. Di tengah Bangsal Sekartami, dia tersungkur pedih. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tak dapat menerangi kesedihan hatinya. Refleksi cahaya yang jatuh indah di lantai kini menjadi temannya. Bayangan gelap yang terbentuk dari keindahan dari pola ukiran atap di atasnya dan itu sangat menggambarkan dirinya. Dia hanya menjadi refleksi dari keindahan dan segala kebesaran Kerajaan Kertanegara. Tapi dalam dirinya hampa, gelap, dan tak bercahaya.

Patih Dhatama melangkahkan kakinya ke Bangsal Sekartami dengan terburu-buru. Bangsal Sekartami dengan segala kemegahannya menyambutnya. Tempat itu dimana Para Pamangku bertahta. Singgasana dari kayu jati terbaik dilapisi lapisan emas, perak, dan permata terbaik menjadi lambang kebesaran Kerajaan Kertanegara. Di sampingnya melingkar 3 kursi penasihat kerajaan atau biasa dikenal dengan Adipati Ageng, Adipati Angger, dan Adipati Bliksa. Tempat itu juga diduduki oleh pemimpin pasukan atau Patih Panembahan, panglima perang atau Patih Tumenggung, serta 12 pemimpin daerah yang disebut Rakyan. Rakyan adalah pemimpin daerah di Kerajaan Kertanegara. Daerah-daerah tersebut adalah Darmasraya, Situkerto, Sinamagung, Pagarayang, Jenggala, Wirasaba, Medang, Blambangan, Argapura, Welirang, Pasisiran, dan Ibu Kota Kutagara.

Di sini juga terdapat bangsal kecil tempat dimana keluarga inti kerajaan hingga generasi ke-3 dapat menyaksikan bagaimana perundingan berlangsung. Tidak semua dapat bergabung hanya orang yang dirasa memiliki kepentingan.

Bangsal Sekartami ini menjadi saksi banyak keputusan besar yang diambil oleh kerajaan. Kali ini, keputusan besar itu melukai kasihnya, sang putri. Patih itu merengkuh tubuh mungil yang sedang bersujud sambil menangis. Diusapnya punggung sang putri agar jauh lebih tenang. Meski seorang ksatria, sang patih juga sama hancurnya dengan Gayatri.

Patih Dhatama mengenal Gusti Kanjeng Putri Gayatri saat keduanya menjadi utusan Sang Hyang Prabu untuk mengunjungi 12 daerah di Kerajaan Kertanegara. Di sanalah perasaan diantara keduanya tumbuh. Mereka berdua sangat memahami, bahwa pangkat Patih Dhatama sebagai ksatria menghambat kisah mereka untuk terus bersama. Sang putri adalah putri kandung dari Sang Hyang Prabu dan selirnya, Gusti Kanjeng Ayu Priyanti, hubungannya dengan ksatria akan menjadi aib bagi seluruh negara. Pernikahan berbeda status sosial di Kerajaan Kertanegara merupakan hal terlarang. Pada masa itu, banyak pendatang dari negara lain yang datang, tinggal, bahkan mengabdi di Kerajaan Kertanegara. Oleh karena itu, pernikahan beda kasta dilarang untuk menjaga garis keturunan raja.

Kedua pasangan terlarang itu berjuta kali mencoba untuk saling menekan rasa di antara keduanya. Akan tetapi, gejolak cinta tumbuh dengar masif tanpa ada yang meminta. Meski mencoba menghindar, keduanya tidak dapat mengabaikan ketertarikan yang muncul. Hubungan mereka tersembunyi dalam kabut selama bertahun-tahun. Kisah cinta tersebut berkembang dan berbuah dalam diam hingga mereka bergantung satu sama lain. Kabut itu tak lagi mengganggu, justru memberi keindahan dan adrenalin tersendiri yang mampu menghiasi hubungan keduanya.

Akan tetapi, hari dimana kabut itu menghilang datang. Patih Tumenggung yang tengah berkuda melihat dengan kepalanya bagaimana sang putri dan sang patih sedang mendekap. Di hutan belakang keraton, tempat di mana mereka bisa bertemu, hubungan dua manusia berbeda kasta tersebut akhirnya diketahui. Hal tersebut memicu amarah dari Prabu Bhatarajaya. Kecaman datang dari segala sudut istana, hingga akhirnya keputusan mutlak diberikan Sang Hyang Prabu. Keputusan itu dirasa adil bagi semua pihak dan masyarakat. Tetapi, bagaimana hal itu menjadi keadilan bagi putri kecil yang menangis di desa nan jauh sana?

" Mas, anakku. Bagaimana nasibnya nanti?"

"Dia akan baik baik saja. Aku akan menjaga dia, Gayatri. Aku berjanji dia akan hidup bahagia di Antasura. Kau bisa terus mengunjunginya, Putri," ucap Dhatama mencoba menenangkan kekasihnya.

Dhatama harap putri kecilnya tidur nyenyak bersama kakek dan neneknya. Semoga ketenangan di Antasura mengijinkan anaknya hidup bebas tanpa kekangan sosial. Sang putri akan hidup tanpa diketahui warga kraton dan biarkan dia mencintai dengan bebas sesuka hatinya, itu yang menjadi harapan sang patih.

Dari kejauhan, tanpa diketahui sang patih dan sang putri, ada seseorang yang menyaksikan kisah tragis keduanya. Kakak Gayatri, Tanuwijaya Svarendra, mengetahui semua rahasia ketidakberuntungan adiknya. Di balik salah satu pilar Bangsal Sekartami, dia dan istrinya, Sulastri, melihat bagaimana dua hati dihancurkan oleh sistem kasta yang ada.

Dia memahami betul bahwa Gayatri telah bersalah, tapi kesedihan adik tirinya membuat hatinya sesak. Terlebih seorang putri kecil yang telah lahir dari rahim adiknya tidak seharusnya menjadi korban dari kesalahan kedua orangtuanya. Meskipun bergelar Pangeran Mangkubhumi, putra mahkota Kerajaan Kertanegara nyatanya tak dapat berbuat apapun karena bagaimanapun juga hukum negara harus dilaksanakan.

"Aku berjanji akan menjaga putrimu, Gayatri." bisik Tanuwijaya yang dapat didengar oleh sang istri.
___

So, this is the prologue of this story. There are a lot of mistake here. Jadi, ingkatkan aku ya!

Mohon dukungannya dengan vote dan komen <3

with love, yastmoonie

RaganaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu