Kata orang, mata adalah jendela hati, tapi lain halnya dengan Tiwi, cewek itu sangat pandai menutupi perasaannya dengan sikap dewasa. Tapi, ada kalanya perempuan yang terlihat tegar di depan semua orang itu adalah perempuan yang paling rapuh di dalam. Mungkin selama dua bulan ini Tiwi bisa terlihat bahagia dan berhasil membuat ketiga temannya tidak menyadari bahwa sebenarnya ada yang salah pada hubungan Tiwi dan Leon.

Tapi kini, satu garis lengkung bibir yang membentuk senyum tipis tidak lagi bisa menipu ketiganya. Mereka mulai menyadari, bahwa ternyata ada jejak-jejak kesedihan dalam senyum itu.

Raganya mungkin sedang menuju keretakan, tapi jiwanya sudah sejak lama hancur lebur hingga berserakan.

“Kalo emang selama ini lo udah tau dia selingkuh, kenapa masih dipertahanin sih?” tanya Sitha penuh keheranan. “Mungkin selama ini dia bersikap baik dan seakan-akan menjadikan lo satu-satunya, tapi kalo semua hal itu cuma buat menutupi kebusukan dia, gue rasa lo udah nggak punya alasan buat tetep bertahan.”

“Gue cuma pengen Leon jujur dengan sendirinya.”

“Terus kalo dia udah jujur dan bilang dia udah nggak cinta sama lo?”

“Mungkin cinta memang punya batas kadaluarsanya, tapi bagaimana dia bisa bertahan, itu tergantung dari orangnya.”

“Nggak ada lagi yang perlu dipertahanin, Wi,” ujar Sitha mulai geram atas pendirian Tiwi yang masih ingin mempertahankan hubungan itu. “Selingkuh itu sesuatu yang dilakukan secara sadar. Gue tau lo cinta sama dia, tapi bukan berarti lo bisa tutup mata sama kesalahan yang udah dia lakuin.”

Ellia dan Indah sedikit menarik mundur tubuh Sitha mulai waspada. Bahkan, beberapa murid di kelas langsung menoleh karena nada suara cewek itu mulai naik satu oktaf.

Tampak Tiwi yang menghembuskan napas lelah, ia menatap Sitha dan berujar pelan,  “Yang diakhiri itu egonya, bukan hubungannya.”



***

“Kenapa akhir-akhir ini banyak banget sih orang selingkuh,” gerutu Ellia dengan tangan terlipat di depan dada.

“Lagi ngikut tren kali,” celetuk Indah yang memang sedari tadi menonton reels dari salah satu akun gosip di Instagram. Dan kebanyakan gosip itu mengangkat isu perselingkuhan para selebritis yang terkuak oleh media.

Ellia hanya mendengus dan mengalihkan pandanganya ke luar.

Saat ini ketiganya sedang berada di dalam mobil taksi yang sedang membawa mereka entah ke mana. Sekarang mereka hanya mengikuti arah tujuan salah satu taksi yang ditumpangi Tiwi. Karena Tiwi sempat bilang bahwa dia akan bertemu dengan Leon untuk mendengar penjelasan tentang perselingkuhan itu, yang mana memang kebetulan hari ini cowok itu sedang tidak masuk sekolah.

Sebenarnya agak disayangkan, sebab awalnya Sitha berniat untuk langsung melabrak cowok itu. Tapi yang membuat Sitha sedikit kesal, Tiwi meminta mereka untuk tidak ikut campur dan berakhir membuat Sitha berinisiatif, menyeret serta Ellia juga Indah untuk mengikuti Tiwi secara diam-diam. Hingga ketika taksi di depan berhenti di salah satu cafe, Sitha yang duduk di kursi samping kemudi langsung meminta supir untuk berhenti di pinggir jalan. Tepat setelah sosok Tiwi menghilang dibalik pintu cafe, Sitha bergegas keluar dari taksi yang diikuti Indah dan terakhir Ellia.

“Neng, Neng!” Suara dari supir taksi itu menghentikan langkah Ellia yang sudah siap berlari menyusul dua temannya.

“Kenapa, Pak?” tanya Ellia dengan raut bingung.

“Gimana kali si eneng, bayar dulu atuh.”

Ellia menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menoleh ke arah cafe yang sudah tak lagi menampakkan sosok Sitha maupun Indah.  Sedetik setelahnya ia pun langsung kembali mendekati taksi itu dan memberikan uang dua lembar lima puluh ribuan. “Kembaliannya ambil aja, Pak.”

“Ini kurang 5 ribu atuh, Neng.” Ellia yang sudah bersiap untuk berbalik tak ayal berdecak pelan. Kenapa jadi gue yang bayar sih. Tapi tidak ingin membuang-buang waktu, Ellia pun menyerahkan satu lembar uang sepuluh ribu.

“Kembaliannya ambil aja,” ujar Ellia yang langsung berlari memasuki cafe dan menyapu pandangan ke seluruh penjuru, ia pun menemukan Sitha dan Indah yang duduk di salah satu meja pojok kanan, sedikit terhalang oleh beberapa orang yang menempati meja di depan mereka.

“Tiwi mana?” tanya Ellia sesampainya di sana.

“Tadi ke toilet kayaknya,” ujar Sitha. “Udah duduk sini cepet, nanti kalo Tiwi sampe liat bisa berabe.”

Setelah beberapa menit berlalu, sosok Tiwi kembali terlihat berada di ruangan sebelah, membuat ketiganya buru-buru menutupi wajah mereka dengan buku menu. Untungnya, partisi kayu dengan bentuk vertikal cukup menyamarkan mereka dari pandangan Tiwi. Dan mereka pun mulai mengawasi Tiwi yang kini sudah duduk di salah satu kursi, menunggu kedatangan Leon dengan segelas coklat panas yang baru saja dipesannya. 

Menit demi menit berlalu, hingga akhirnya satu jam yang dipenuhi gerutuan Sitha akibat sosok cowok yang ditunggu oleh Tiwi tak kunjung menampakan diri. Sitha yang sudah berada pada batas kesabarannya pun bangkit, berniat untuk mendatangi Tiwi.

“Lo mau ke mana?” tanya Ellia dengan tangan yang refleks sudah memegang ujung seragam cewek itu.

 “Gue nggak bisa biarin Tiwi nunggu si brengsek yang sekarang nggak tau di mana itu. Kita paksa dia pulang, ayok!”

“Nggak.”

Sitha menghela napas panjang dan menatap Ellia yang tetap kekeuh menahannya untuk tidak menghampiri Tiwi. “El, lepas.”

“Tiwi bisa marah kalo tau ternyata kita diam-diam ngikutin dia.”

“Gue nggak peduli.”

“Eh, Leon dateng, Leon dateng.” Suara Indah berhasil membuat Sitha yang sudah bersiap melepaskan diri dari Ellia pun secepat kilat kembali duduk di kursinya. Bola mata ketiganya seketika langsung mengarah pada cowok jangkung dengan senyum lebar yang baru memasuki cafe, kemudian berjalan dan duduk di meja yang sama dengan Tiwi.

“Rasanya sekarang gue pengen nonjok orang.”

Ellia yang menyadari maksud ucapan Sitha pun berkata, “Perasaan kemarin-kemarin lo selalu bilang kalo lo pengen punya cowok kayak Leon.”

“Itu sebelum gue tau kebusukan dia.”

***

Obrolan antara Tiwi dan Leon rupanya memakan waktu yang cukup alot, membuat Ellia, Sitha dan Indah yang mengawasi dari kejauhan pun mulai mengambil sebuah kesimpulan berdasarkan dari raut wajah Leon yang kini mulai kentara bahwa:

Cowok itu sedang berada dalam tahap masa jenuh.

Semua orang pasti akan menjajaki fase titik jenuh dalam sebuah hubungan, tapi tidak semua orang bisa melewatinya tanpa mengeluh dengan dalih:

‘Bosan.’

Hingga pada akhirnya akan berujung pada kalimat:

“Kita udahan aja.”

Persis seperti kalimat yang diucapkan oleh Leon dan menjadi akhir percakapan mereka, sebelum akhirnya cowok itu bangkit, dan kemudian pergi.

Sitha yang semula memang berniat memberi pelajaran pada Leon semakin tersulut emosi saat melihat cowok itu meninggalkan Tiwi begitu saja. Tapi sayangnya Sitha tidak bisa melampiaskan kemarahannya saat itu juga dan berencana untuk melaksanakan niatnya besok. Hingga ketika Tiwi akhirnya keluar, ketiganya pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah masing-masing. Menyudahi penyelidikan mereka yang justru melihat secara langsung sebuah titik akhir perjalanan kisah cinta antara Tiwi dan Leon yang berujung ‘perpisahan’.

T O  B E  C O N T I N U E

Selamat malam everybody👋 Terimakasih sudah membaca🥰 untuk mendukung cerita ini, jangan lupa vote dan komen yaa🤗😁

Mau tau kelanjutan kisah mereka?
Stay tuned terus yaaa.

Untuk tahu info update dan spoiler cerita terbaru, jangan lupa follow:

Instagram: @peetarii_

30 DaysOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz